Chapter 11 - Soulmate

"Kalo memang lo belahan jiwa gue, terus kenapa kita lama banget ketemunya? Kenapa gue harus terus nungguin lo hiks? Lo enggak pernah tahu Nar, lo enggak pernah tahu seberapa kesepiannya gue selama ini. Sampai dengan konyolnya gue enggak mempercayai diri gue sendiri, sampai gue ngerasa diri ini enggak menarik bagi orang lain. Tapi setelah itu gue mencoba untuk lebih berdamai lagi dengan semuanya, gue tahu kalau hidup ini enggak selalu tentang hal-hal kayak gitu." ucap Putri.

Tidak ada satupun jawaban saat itu.

Meskipun.... Nara selalu ada disampingnya ketika itu. Memandangnya sedih.

Esok paginya, tepat di pukul 07.30. Putri masih belum bangun dari tidurnya. Kirana yang saat itu akan berangkat kerja pun nyelonong masuk ke dalam kamar sang adik.

"HEH PUTRI! BANGUN! LIAT UDAH JAM BERAPA! BANGUUUUNNN!" pekik Kirana.

Ia tersentak saat melihat Putri tampak menggigil ketika itu, membungkus dirinya dengan selimut disertai wajah dan bibir pucatnya.

Kirana jadi berbalik cemas dengannya ketika itu. Ia segera mendekati Putri dan duduk disamping kasurnya.

"Lo kenapa, Put? Lo enggak apa-apa. Eh buset. Panas banget badan lo. Ini sih bisa nyeplok telor di jidat lu." ucap Kirana sembari memeriksa suhu di kening Putri.

"Lo demam ini, mungkin gara-gara kemarin lo kecapean. Ditambah juga lo jatuh ke jurang kan?" ucap Kirana.

Putri hanya menggigil ketika itu, setengah sadar. Tidak menjawab apapun. Kirana tampak prihatin dengannya, ia pun segera memanggil sang ibu untuk menghampirinya ke kamar itu.

"Bu, Putri sakit kayaknya. Sini deh bentar." ucapnya. Tak lama Ratih pun muncul lalu mendekati mereka.

"Kamu sakit Put?" tanya Ratih langsung memeriksa suhu di keningnya.

"Wah ini sih harus ke dokter Put. Panas banget kamu." ucap Ratih.

Putri menjawabnya setengah sadar.

"Enggak Bu, udah kalian enggak usah khawatir. Putri besok juga sembuh." ucap Putri berniat akan bangun untuk kerja. Akan tetapi ia sempoyongan. Kirana dan Ratih menolak.

"Lo mau kemana sih?! Enggak usah kerja! Pake segala kerja lagi. Nanti lo pingsan di jalan siapa yang mau gotong? Tukang es?" tandas Kirana.

"Udah Put, kamu enggak usah masuk sekarang. Nanti kamu bisa minta ijin atau cuti sama temanmu. Sekarang kamu istirahat aja." ucap Ratih ikut memapah Putri kembali ke kasur. Menyelimutinya dengan selimut.

Kirana pun segera berangkat kerja, meninggalkan Putri yang tertidur kembali di kamarnya. Berpamitan dengan Ratih.

Berbeda halnya dengan Ratih yang setelahnya sibuk membuatkan bubur lalu mengompres dahi Putri setelahnya.

Putri masih setengah sadar ketika itu. Ia samar-samar melihat ibunya mengompres dengan air dingin, akan tetapi tiba-tiba saja ibunya berubah menjadi Nara.

Pada nyatanya ia sedang berhalusinasi. Putri memegang tangan Ratih ketika itu. Lalu berkata. "Nara... Nara... Kamu Nara kan?" tanya Putri.

Ratih merasa aneh. "Nara siapa? Kamu ngelindur ya Put? Ini ibu Put, bukan Nara. Jangan-jangan Nara pacar kamu ya?" tanya Ratih, meski Putri masih terus menyebut nama Nara berulang kali, Ratih pun hanya diam saja ketika itu.

Ia memaklumi jika anaknya itu sedang berhalusinasi, akibat dari panasnya yang terlalu tinggi itu.

Lima jam kemudian. Putri membuka kedua matanya, setelah menghabiskan waktunya tidur setengah harian di kasurnya.

Putri segera melepas kompresan diatas dahinya lalu taruh ke meja. Ia bangunkan tubuhnya saat itu, terduduk di kasur. Ia periksa suhu di dahinya.

Ternyata sudah agak reda panasnya. Syukurlah, ia tidak perlu pergi ke dokter lagi sekarang. Sesuai dugaan, ia pasti hanya sakit masuk angin saja tadi.

"Syukurlah kamu sudah baikan." ucap Nara. Putri langsung kaget bukan kepalang saat melihat Nara tiba-tiba ada disampingnya.

"HWAA!" teriak Putri langsung menarik kembali selimutnya dan meringkuk diatas kasurnya. Nara pun juga kaget, ia mengira barusan Putri masih belum bisa melihatnya.

"K-kamu bisa melihatku, Putri?" tanya Nara tidak percaya. Ia bahkan cukup senang dengan hal itu.

Putri langsung tersadar. Pria barusan...

Mungkinkah... Nara?!

Putri sesegera mungkin membuka selimutnya dan bangun. Ia mencoba memastikan. "E-elo Nara? Yang waktu itu nolongin gue di Surya Kencana?" tanya Putri.

"Iya, benar Put. Itu saya." ucap Nara tersenyum. Putri entah kenapa langsung salah tingkah ketika itu, ia jadinya gugup dan cenderung memalingkan wajahnya ke arah lain. Senyam-senyum sendiri.

"Dan semua yang kamu alami selama ini termasuk mendengar suara-suara saya. Itu adalah kebenaran bukan ilusi kamu. Dan yang terjadi sama kamu di kerajaan jin waktu itu juga, itu benar. Bukan mimpi." ucap Nara.

Putri langsung paham maksud perkataannya. "Oh gitu." entahlah, ia merasa begitu senang. Seperti berbunga-bunga rasanya. Sosok yang selama ini ada di dalam pikirannya dan mimpinya ternyata... Nyata!

"Tapi kenapa baru sekarang aku bisa melihatmu?" tanya Putri heran.

"Itu karena kita sudah terikat kontrak. Tanda segitiga di dahi kamu. Itu adalah tanda kontrak kita." ucap Nara.

"Kontrak? Maksudnya gimana?" tanya Putri makin penasaran.

"Saat seorang manusia jin seperti saya ingin menikahi seseorang, saya harus melakukan kontrak terlebih dahulu." ucap Nara.

"M-menikah?" tanya Putri, entah ya kok jadi malah senang perasaannya.

"Iya, saya berniat menikahi kamu." ucap Nara.

"Tapi apa bisa? Kita banyak perbedaan, apakah ini tidak ditentang oleh alam?" tanya Putri.

"Akan banyak yang menentang. Tapi saya yakin, kita berdua bisa melewatinya." ucap Nara. Putri terdiam sejenak.

"Cara melewatinya bagaimana?" tanya Putri.

"Nanti saya beritahu."

"Tapi ini sedikit enggak masuk di akal. Gue bahkan belum pernah denger kalau manusia dan orang seperti kamu melakukan pernikahan.

Maksudnya... Apa emang bisa gitu? Kayak yang terjadi sama pangeran surya kencana itu?" tanya Putri bingung.

Nara memahami hal itu. "Iya, kamu benar. Tapi ada satu cara yang bisa saya lakukan nanti. Dan saya membutuhkan bantuan kamu untuk membuat saya sepenuhnya menjadi manusia." ucap Nara.

Putri tersentak. "K-kamu menjadi manusia? Maksudnya gimana? Apa bisa? Emang bisa?" tanya Putri tidak menyangka.

"Iya, nanti. Di masa saya sudah benar-benar siap. Saya akan melakukannya. Tapi untuk saat ini kita jalani saja dulu hubungan antara sepasang calon suami dan istri." ucap Nara.

Putri terdiam sejenak lalu berkata. "I-iya."

"Tapi makhluk setengah jin seperti kamu apa bisa dilihat sama orang selain gue?" tanya Putri.

"Hanya orang tertentu saja dan yang terikat kontrak dengan saya saja yang bisa melihat saya." ucap Nara.

"Oh gitu."

"Kenapa? Apa kamu keberatan kalau saya tidak bisa terlihat oleh teman atau keluargamu?" tanya Nara.

"E-enggak, enggak apa-apa. Bukan kok hehe." ucap Putri seraya memalingkan wajahnya ke arah lain.

Mendadak Putri teringat dengan perkataan Nara waktu itu.

"Oh iya, dua hari yang lalu lo sempet bilang kalo gue ini belahan jiwa lo, maksudnya gimana ya? Apa mungkin kita emang udah ditakdirkan sejak dulu apa gimana?" tanya Putri penasaran.

Nara tersenyum. "Kamu penasaran ya karena perkataan itu? Memang benar kalau kita ini belahan jiwa. Seseorang yang saya kenal dekat memberitahu, kalau belahan jiwa saya akan muncul dengan sendirinya menghampiri saya ke gunung gede. Ciri-cirinya adalah dia wanita berambut ikal, cantik, tinggi, menyukai gunung dan alam sekitarnya, sering melakukan perjalanan jauh, memiliki pemikiran yang rumit, sering kesepian dan memiliki hati yang baik, suka menolong dan menjaga kebersihan. Katanya pertama kali saya melihatnya, pertama saya akan merasa penasaran, lalu kemudian saya semakin dan semakin ingin tahu lebih dalam mengenai dirinya. Dan itulah yang saya rasakan ketika saya melihat kamu."

"Tapi bagaimana kalo itu bukan gue? Gimana kalo selama ini lo salah sangka? Masalahnya pesan itu pasti udah lama banget kan? Dan bisa aja kan pas-pasan gue lagi kesini dan sesuai sama yang orang itu katakan?" tanya Putri merasa tidak pede.

"Tidak mungkin saya salah, karena ada hal yang lebih membuat saya yakin kalau kamu itu belahan jiwa saya." ucap Nara.

"Apa yang membuat lo begitu yakin?" tanya Putri.

"Kalung yang kamu pakai." ucapnya. Putri tersentak dan langsung memegang kalung bunga tulip permata biru itu.

"K-kenapa dengan kalung ini?" tanya Putri heran.

"Itu adalah kalung yang diberikan turun-temurun dari nenek moyang kamu kan?" tanya Nara. Putri tersentak.

"G-gimana lo bisa tahu?" tanya Putri tidak percaya.

"Karena seseorang menyampaikan informasi ke saya, kalau ciri tepatnya kamu memakai kalung yang diturunkan dari nenek moyang kamu. Itu adalah kalung yang nantinya menjadi pelindung kamu dari banyak makhluk jahat meskipun sekarang masih belum aktif. Selain itu fungsi kalung ini juga sebagai penanda kalau kamu suatu saat akan diberikan kepada saya." ucap Nara. Kedua mata Putri melebar sesaat. Sebuah fakta yang cukup mencengangkan. Fakta yang cukup membuatnya... Keheranan setengah mati.