Chereads / Bos Mafia Kejam dan Jingga / Chapter 11 - Bab 11. Meninggalkan jejak merah.

Chapter 11 - Bab 11. Meninggalkan jejak merah.

"Fans."

"Bos." Ucap serentak Fans dan 2 anak buahnya menatap diriku yang berdiri di depan pintu kamar.

"Tinggalkan kamar ini dan biarkan wanita itu sendiri, atau kalian semua akan tahu akibatnya."

Aku sengaja berkata seperti mengancam karena aku tidak ingin melihat Fans dan yang lainnya mendekati Jingga untuk membantu dirinya kecuali aku. Entah apa yang aku rasakan, tapi ini terasa sakit saat melihat dirinya bisa tersenyum kepada orang lain keculi diriku.

"Baik Bos." Sahut Fans dan 2 anak buahku meninggalkan kamar Jingga.

Fans menolehkan sedikit wajahnya menatap Jingga yang sedang berdiri di belakangnya. "Selamat malam nona muda, semoga malam mu bahagia."

"Fans." Panggilku meninggikan nada suaraku, kedua mata menatap tajam wajah Jingga yang tersenyum manis menatap Fans.

"Baik Bos."

Fans menundukkan wajahnya, kedua kaki melangkah cepat pergi melewati diriku yang masih berdiri di depan pintu kamar. Melihat Fans sudah berjalan jauh meninggalkan kamar Jingga, aku segera masuk, mengunci pintu kamar Jingga, kedua mata menatap tajam wajah Jingga yang terlihat panik.

"Tu-tuan. Anda kenapa mengunci pintu kamar milikku dari dalam. Bukannya kamar tuan ada berada di lantai atas."

Aku tak memperdulikan ucapannya, kedua kaki terus melangkah mendekati Jingga yang berjalan mundur kebelakang. Aku menarik tangan kanannya, menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, kedua kakinya menggantung di atas lantai, aku menundukkan sedikit tubuhku, kaki kiri menyelinap masuk ke dalam sela kaki yang tergantung. Kedua tangan mencengkram erat pergelangan tangannya yang berada di atas ranjang, kedua mata menatap tajam wajah bingung yang terlihat polos.

"Tu-tuan."

"Diam." Ucapku bernada tinggi.

Jingga langsung menutup mulutnya, kedua mata terpejam.

"Kamu hanya pelayanku, jadi jangan pernah mencoba memerintahku." Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. "Seorang pelayan harus melayani tuannya." Aku menurunkan pandanganku, aku mendaratkan bibirku di bibir mungil merah muda milik Jingga.

Bibir mungil terasa lembut dan menjadi penawar amarahku serta rasa sakit yang aku dapatkan di seluruh tubuhku. Bibir itu lah yang menjadi obatku. Aku terus mengulum bibir mungil yang tak memberontak, serasa cukup nyaman aku menjalarkan lidahku ke seluruh rongga mulut Jingga. Kali ini aku merasakan sensai yang cukup berbeda, tangan kiriku menggenggam erat pergelangan tangan kanan Jingga.

Tangan kananku menjalar di atas paha mulus yang tertutup baju piyama berbahan lembut dan tipis. Saat tangan ini hendak menyelinap masuk ke dalam segitiga miliknya, kedua mata Jingga membesar, tangan kanannya mengepal dan memukul kuat secara paksa berulang kali di bidang dada kekar milikku.

Aku membuka kedua mataku menatap wajah Jingga yang sangat memerah seperti buah Cherry. Aku melepaskan ciuman manisku, aku menghentikan tangan kananku yang hampir menyentuh bagian sensitif miliknya, aku membuka sandal rumah yang aku kenakan, aku naik ke atas ranjang.

"Temani aku tidur." Ucapku datar, aku segera merebahkan tubuhku, tangan kanan menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhku yang memakai baju piyama.

Jingga segera duduk, wajah yang tadinya sangat memerah kini mulai mereda. "Tuan. Ini bukan kamar milik…"

"Diam. Ingat! Kamu hanya pelayanku." Ucapku menghentikan ucapan Jingga.

Jingga segera berdiri di sisi kanan ranjang, tangan kanan mengambil bantal. "Kalau begitu aku tidur di sofa."

"Terserah."

Jingga mengambil bantal dan mengambil satu selimut kecil dan tipis yang di bawakan Fans kepadanya. Jingga berjalan mendekat sofa, menaruh bantal, merebahkan tubuh di atas sofa, tubuh berbalut selimut tipis. Ia memiringkan tubuhnya menatap punggungku yang membelakangi dirinya. Jingga menghela nafas yang terasa berat.

"Fyuh! Kenapa pria itu berubah." Keluhnya pelan, ia memejamkan kedua mata, menarik selimut tipis menutup tubuh dan sebagian wajahnya karena malam ini udara terasa sangat dingin.

Mendengar Jingga sudah tak lagi mendumel, aku segera berbalik badan, aku memiringkan tubuh menatap Jingga yang sudah tertidur lelap di dalam selimut tipis dan kecil. Aku mengepal tangan kananku, hatiku masih terasa pilu jika benar Jingga adalah putri dari Nathan, musuh yang harus aku habisi selama ini, dan aku juga masih merasa bingung dengan perasaanku saat aku bersama dirinya, perasaan yang sulit untuk aku pahami dan aku ketahui meski kami baru sebentar berjumpa.

Aku mendengus kesal karena perasaanku merasa tak karuan saat melihat dirinya. "Ck." Keluhku, aku duduk, tangan kanan menyingkap selimut hangat dan lembut yang menutup tubuhku. Aku segera turun dari ranjang mendekati Jingga yang tertidur lelap di sofa. Aku menundukkan sedikit tubuhku, kedua tangan menggendong tubuh mungil dan memindahkannya di atas ranjang. Aku melepaskan selimut tipis yang menutupi seluruh tubuhnya, menggantikan selimut hangat.

Kedua mata menatap wajah polos yang kini tertidur lelap dengan bibir mungil merah muda. Jari jempol tangan kananku berjalan sendiri mendekati bibir bawah mungil yang terlihat manis, aku membelai lembut bibir tersebut. "Kamu sekarang adalah tawananku, aku akan membuat diri kamu sedikit tersiksa dan harus merasakan apa yang pernah aku rasakan." Ucapku pelan.

Rasa ingin mengakhiri hidup gadis ini, tapi di satu sisi rasa aneh yang terus bergejolak dan tak ingin pergi jauh darinya. Rasa yang membuat aku bingung harus berbuat apa pada wanita yang baru aku temui beberapa hari yang lalu.

Aku merebahkan tubuhku di samping tubuhnya, kedua mata terus memandang wajah polos yang masih tertidur lelap.

Tangan kanan Jingga mengulur panjang, membawa diriku mendekati dirinya seperti guling. "Ibu. Kamu sangat hangat dan tubuhku kamu juga sangat besar dan kekar." Ucapnya mengigau sambil tidur.

Aku mengerutkan dahiku, kedua alis menyatu, tubuhku seketika lentur saat Jingga menarik, dan memeluk diriku seperti guling. Kedua mataku membesar saat aku merasakan ada 2 benjolan yang menyentuh bidang dada ku, aku menurunkan pandanganku, tangan kananku langsung mendorong tubuh Jingga pelan agar diriku terlepas darinya tanpa menggangu tidur indahnya, kedua pipiku memerah saat aku tahu itu benjolan kenyal apa.

'Sial. Kenapa wanita ini tidak memakai penutup dua gunung saat tidur. Dan…benar-benar sial, apa tadi Fans yang lainnya melihat dua gunung dan 2 cherry kecil yang menonjol dari balik baju piyama tipis yang di kenakan olehnya. Jika memang benar, berani sekali dia menunjukkan hal itu kepada orang lain selain diriku. Ck. Kenapa aku sangat kesal sekali.' Batinku yang merasa sangat kesal.

Aku segera menindih tubuh Jingga dengan posisi terlentang, kedua tangan ku langsung menggenggam erat kedua pergelangan tangan mungil yang sedang tertidur lelap, bibir aku dekat dan memberi kecupan manis di masing-masing dua gunung kembar miliknya. Aku melumat benda kenyal semakin dalam dan dalam agar aku bisa meninggalkan bekas, jika ada yang melihatnya mereka harus tahu jika seluruh tubuh wanita ini adalah milikku dan tak ada yang bisa melihat dan berbuat hal lain kepadanya.

"Akh." Terdengar suara desah Jingga dalam keadaan tidur, kemudian ia tertidur lagi.

Kedua tanganku terus menggenggam erat kedua tangannya, aku berpindah tempat ke jenjang leher dan memberi beberapa bekas merah di jenjang leher yang terlihat mulus dan bersih. Jingga mendesah sekali lagi, tapi dirinya tidak terbangun dari tidur lelapnya mungkin karena ia sangat lelah sehabis membersihkan kamar yang kini ia tempati.

Setelah merasa puas dengan hal itu, aku segera menarik diri, jari jempol tangan membelai lembut bibirku, kedua pipiku memerah, kedua mata menatap beberapa jejak merah mulai dari jenjang leher hingga sekitar dada Jingga, sudut bibir bagian atas menaik. "Kayak gini baru adil." Aku segera bangkit, kedua kaki turun dari ranjang. "Selamat malam boneka ku." Ucapku pelan.

Aku melangkah pergi meninggalkan kamar milik Jingga menuju kamar ku, meninggalkan Jingga yang masih tertidur lelap.