Hari ini, Nikk kembali mendatangi area sekitar rumah Deana. Maksud hati tak lain adalah untuk melihatnya lagi. Ia ingin memastikan tak ada siapa pun yang mengganggunya, dari klan manusia atau pun bangsa werewolf lainnya. Sangat disayangkan kalau wanita secantik dan sematang Deana jatuh ke tangan orang lain. Meskipun jodohnya sudah digariskan oleh Moon Goddess, tak ada yang bisa menjamin takdir itu akan berjalan mulus.
Kali ini Nikk sendirian. Ia berjalan menyusuri desa dengan teramat tenang. Sesekali ia memang akan berkunjung ke sana hanya untuk sekadar memperhatikan saja. Apakah yang dilaporkan Watcher benar adanya atau tidak. Meski ia percaya pada Watcher, tak sedikit juga perasaan takut akan dikhianati itu menyeruak ke permukaan. Tak ayalnya adik dan kakak, Nikk sebetulnya paham bagaimana perasaan Cleon. Maka dari itu, ia perlu memastikan semua memang terkendali.
"Sepi sekali untuk ukuran desa manusia. Pasarnya juga tak seramai yang kukira."
Nikk terus berjalan menyusuri desa itu dengan wajah datarnya. Ia menoleh ke kanan dan tanpa diduga matanya berpapasan langsung dengan mata Deana yang sedang berusaha menukar kerajinanya dengan sesuatu. Saat mata mereka bertemu, Deana hanya diam. Ia tak tersenyum atau memberikan balasan yang berarti. Nikk segera memalingkan wajahnya dan beranjak menjauh dari sana. Alisnya saling bertaut heran, kenapa bisa aroma Deana yang sebegitu harum bisa tak tercium olehnya? Baunya seolah tersamarkan. Apakah baju yang dipakainya bukan baju yang biasa ia gunakan?
Nikk menoleh ke belakang. Ia memperhatikan Deana yang masih berusaha mencari orang yang mau bertukar dengannya. Ia mengamati. Memang dari bajunya tampak agak berbeda. Sewaktu mengamati untuk pertama kalinya, ia melihat penampilan Deana tidak seperti itu. Nikk pikir baju itu adalah baju Nenek Cia yang sengaja dipakaikan padanya. Sepertinya firasat nenek itu benar terjadi.
"Kalau sudah dasarnya berparas cantik, tetaplah cantik. Hanya saja baunya jadi susah dilacak. Nenek Cia rupanya berniat sampai seperti ini...."
Kembali, Nikk berbalik. Ia tak ingin terlihat sedang berpikir. Baru saja kakinya ingin melangkah pergi namun sebuah suara menghentikan niatnya. Lantas ia segera berbalik dan menatap langsung orang itu.
"Cleon?"
"Kenapa kau ada di sini, Nikk?" tanya Cleon dengan tangan berkacak pinggang.
"Aku ingin melihat jodohku sebentar."
Ternyata Cleon lah yang memanggil Nikk dari depan. Cleon baru saja sampai di desa itu. Mungkin sudah jadwalnya ia harus membeli daging di sini untuk simpanan bahan makanan mereka selama tiga hari.
"Deana maksudmu? Sudah sempat bicara?" tanya Cleon sambil merangkul Nikk dengan santai.
"Belum. Justru jangan sampai tegur sapa dulu. Aku mau lihat perangainya lebih dalam tanpa komunikasi."
"Susah. Memangnya kau sudah pernah dengar suara dan bagaimana tutur katanya?" tanya Cleon serius. Ia menatap Nikk yang tampaknya tak tertarik dengan topik ini karena ia terlihat selalu sedang membaui sesuatu.
"Sudah, sewaktu ia menemukan kucing di hutan tempo hari." jawab Nikk dengan santainya.
"Itu kan ke kucing. Ke sesama manusia belum kan?"
"Pasti lebih sopan dan ramah."
Cleon mendecih. Sepertinya pemimpin kaumnya sudah terpincut. Padahal ini belum seberapa jauh dari pantauan pertamanya. Bisa-bisa Nikk tekuk lutut dan menjadi budak cinta Deana.
"Jangan berharap besar, Nikk. Deana memang pastinya sopan dan ramah, tapi kau tak tahu dalamnya kan? Kagumi sewajarnya saja. Kalau ia menolakmu, habislah kau."
"Akan kubuat dirinya paham akan takdirnya." ucap Nikk telak. Ia berpikir semua bisa lancar hanya dengan paham akan takdir. Seharusnya ia tahu, bangsa manusia punya pemberi takdirnya sendiri sama seperti dirinya.
"Kau mungkin bisa membuat manusia itu paham tapi tidak dengan menerima. Beda cerita dengan bangsa kita, Nikk. Manusia mudah berpaling dan berpindah haluan. Mereka adalah makhluk yang jarang taat akan aturan."
Nikk bergumam. Ia mengangguk membenarkan ucapan Cleon. Tapi apa yang harus ia perbuat kalau memang Deana menolaknya? Ia hanya bisa berusaha sampai Deana tunduk karena kalau Deana menolak, rasanya ia ingin mati saja.
"Makanya, pesanku jangan terlalu mencintainya karena semuanya belum pasti. Kalau sudah pasti, kau mau mencintainya hingga tak lagi ada cinta lain pun tak masalah."
"Kebiasaan, Cleon. Jangan asal membaca pikiranku. Ingat, aku ini pemimpinmu."
Nikk menepuk kepala Cleon agak kencang. Ia kesal kalau bawahannya ini selalu membaca pikirannya terutama saat berbicara tentang perasaan. Itu hal privasi. Seharusnya Cleon paham. Terlebih Nikk sudah berkali-kali menghimbaunya.
Cleon mendecih dan menatap Nikk dengan tatapan sebalnya. Ia ingin merajuk tapi sudah bukan lagi porsinya. Sekarang ia sudah besar dan memegang jabatan sebagai Beta. Jadi, ia tak boleh merengek lagi pada kakaknya itu. Ia harus terlihat dewasa di hadapannya. Ya meskipun kenyataannya ia masih sering terlihat kekanakan apabila menyangkut hal yang tak sesuai keinginannya.
"Maaf, Nikk. Tapi asal kau tahu, aku sama sekali tak berminat mengetahui isi pikiranmu. Hanya saja memang terkadang aku tidak bisa selalu mengontrolnya. Itu melelahkan kalau kau mau tahu."
"Pergilah menemui tetua lagi. Minta mereka mencari solusinya."
"Bicara memang mudah, Nikk. Aku sudah puluhan kali meminta solusi tapi tidak ada solusi. Terakhir kali aku ke sana aku diusir karena mengganggu istirahat mereka dan mereka menyuruhku untuk menerima keadaan saja. Sudah bagus mereka mau membantu menutupnya sebagian. Itu katanya."
Nikk menghela napasnya lelah. Memang tak ada cara lagi untuk menutup kekuatan Cleon itu. "Ya sudah. Mungkin kekuatan itu akan berguna suatu saat nanti. Kau latihlah terus agar itu bisa menjadi senjata terkuatmu."
Cleon mengangguk. Ia pasti akan melatihnya tanpa perlu diperintah Nikk. Ia tahu, kekuatan itu bisa ia dapatkan lagi seutuhnya kalau ia terus berlatih. Ia tak peduli perihal Nikk yang memintanya menghilangkan kekuatan itu, ia malah ingin kekuatannya kembali seutuhnya. Karena cepat atau lambat, ia pasti akan membutuhkan itu semua.
"Ya sudah. Aku mau beli daging. Kau mau pulang, Nikk?"
"Tidak. Aku akan ingin di sini mengamati. Mungkin aku akan mencari tempat yang aman dan nyaman."
Nikk berjalan menjauhi Cleon. Mereka berjalan bertolak belakang. Nikk ke arah luar pasar dan Cleon ke dalam pasar. Langkah kaki Cleon tentu saja menuju penjual daging. Ia ingin bertemu pujaan hatinya yang ia rindukan. Alih-alih membeli daging, tujuan awalnya memang untuk bertemu Adoria.
Cleon terus berjalan menyusuri pasar. Ia sempat bertemu dengan Deana dan keduanya hanya berpapasan saja. Tak ada tegur sapa dan sebagainya karena mereka tak saling mengenal. Terlihat di matanya sebuah pondok yang tak seberapa besar itu tak jauh lagi dari tempatnya berada. Dengan segera ia mendekat dan matanya bertemu sapa dengan Adoria.
"Adoria...."