Di tempat yang tidak pernah bisa dijangkau oleh umat manusia, dimensi tempat raja sesungguhnya, raja yang yang menguasai batas antara kehidupan dan kematian.
Sejauh mata memandang, hanya ada hamparan air dan langit yang berwarna merah darah. Sedangkan di tempat itu berdiri mahkluk - makhluk raksasa dengan bentuk yang sangat mengerikan, bentuk yang membuat siapa pun muntah karena menjijikkannya.
Seandaianya mereka menginjakkan kaki di lautan, maka dalamnya lautan hanya mampu menenggelamkan sampai sebatas mata kaki mereka, sedangkan kepala mereka tak akan pernah bisa terlihat oleh mata, disebabkan ukuran dan tinggi yang amat besar.
Di dimensi tersebut, mereka berkumpul dan berbaris dengan sangat rapi, hingga pada akhirnya, salah satu dari mereka berbicara sebagai perwakilan.
"Wahai Raja, benarkah Engkau akan mewariskan kuasamu atas kematian kepada manusia?"
"Manusia, mereka adalah mahluk - mahluk lemah yang senantisa melakukan kerusakan untuk kepuasan mereka sendiri."
"Seandaianya Engkau memberikan mereka kekuatan atas kematian, tentu mereka hanya akan menciptakan kerusakan tanpa batas."
"Wahai Raja, kenapa bukan dari kalangan kami saja?"
"Engkau pastinya sudah tau, kami lebih baik dari mereka."
Atas semua yang telah didengarnya, Sang Raja pun memberikan jawaban, "Karena manusia adalah makhluk yang menarik."
---
Hutan Q
Di hutan Q, terdapat sebuah gubuk reot yang setiap sudut bagunannya begitu rapuh, bangunan yang sudah tidak seharusnya di tempati.
Di dalam bangunan tersebut, terdapat 2 buah kehidupan, seorang anak laki - laki yang baru saja berumur 6 tahun, sedangkan kehidupan lainnya, memperlihatkan wanita tua yang tengah berbaring dalam sakitnya.
"Ibu, aku membawakan air. Minumlah, agar ibu cepat sembuh."
Terlukis wajah senyum pada diri anak tersebut, dengan wajah yang tampak polos, anak itu sangat mengharapkan kesembuhan ibunya.
Melihat yang demikian, sang ibu kemudian turut tersenyum seraya mengelus kepala anaknya, "Aksa, terimakasih," ucapnya.
Setelah membantu ibunya dalam posisi setengah duduk, Aksa kemudian berniat memberikan segalas air yang sudah dibawanya, namun belum saja itu terjadi, sang ibu tiba - tiba batuk dan memuntahkan darah, darah yang cukup banyak hingga membasahi selimut yang terpakai.
Aksa dengan tatapan kosongnya hanya bisa terdiam, tidak tau apa yang harus dilakukan. Aanak sekecil dirinya tidak melakukan banyak hal dalam menolong ibunya.
"Apakah ibu baik - baik saja?" ucap Aksa dengan wajah yang tampak datar.
Setelah cukup banyak memuntahkan darah, sang ibu sedikit tersenyum, senyum yang begitu tulus agar Aksa tidak lagi menghawatirkannya, "Tidak perlu khawatir, ibu akan segera sembuh," ucapnya.
"Apakah ibu baik - baik aja?" ucap Aksa bertanya.
"Darah? Ibu memuntahkan darah," lanjutnya.
"Iya, tidak apa - apa. Setelah beristirahat dengan cukup, ibu akan menjadi lebih baik," ucap sang ibu menjawab dengan penuh kelembutan, dengan harapan Aksa tidak perlu lagi mengkhawatirkannya.
Atas apa yang telah didengarnya, Aksa kemudian memberikan minum kepada ibunya dan membantunya beristirahat.
Setelah selesai membersihkan bekas darah yang dimuntahkan, Aksa kemudian meminta izin.
"Ibu beristirahatlah, Aksa akan keluar mencari makanan, tapi mungkin agak lama."
"Jadi, tunggulah Ibu."
---
Dalam perjalanannya, Aksa terus menyusuri hutan, berjalan di antara pepohonan yang lebat dan besar, mencari sesuatu yang bisa dimakan untuk melanjutkan kehidupan.
Setelah mencari cukup lama, akhirnya Aksa berhasil mendapatkan beberapa buah, berwarna merah segar dengan ukuran sebesar bola kasti.
Ketika dia sudah merasa cukup atas makanan yang didapat, tiba - tiba Aksa bertemu dengan sosok laki - laki dewasa, jika melihat dari wajahnya, laki - laki itu berumur 40 tahun ke atas, dia bernama Eden dan dia bersama dengan salah seorang asistennya yang tampak muda.
Melihat orang luar untuk pertama kali, Aksa kecil tidak terlihat terkejut, justru sangat aneh karena dia hanya terdiam. Hingga Eden bertanya, "Apakah kau bernama Aksara?"
Mendengar akan hal itu, Aksa hanya mengangguk dan kemudian mengalihkan pembicaraan, dengan wajah yang tampak sedih, "Apakah kalian seorang dokter?" ucap Aksa kecil.
"Ibuku pernah bercerita, dokter adalah mereka yang memiliki kekuatan untuk menghilangkan penyakit."
"Dan sekarang Ibuku sedang terbaring dalam sakitnya, bahkan ia memuntahkan darah."
"Jadi, jika kalian adalah seorang dokter, bisakah kalian menghilang penyakit yang diderita ibuku?"
"Aku akan memberikan buah - buahan ini sebagai gantinya," ucap Aksa kecil mengakhiri seraya menawarkan buah - buah yang telah didapatkan sebelumnya.
Melihat Aksa seorang diri di dalam hutan, Eden bersama asistenya terlihat tampak biasa tanpa ada ekspresi yang aneh, justru Eden mendekat, kemudian berlutut untuk menyusaikan tingginya dengan Aksa.
"Kamu tenanglah, kita akan mengobati ibumu," ucap laki - laki dewasa itu bertanya dengan suara penuh kelembutan dan kasih sayang.
Aksa termenung, tidak tau apa yang harus dilakukan. Letika Eden mengelus kepalanya, saat itu juga air mata Aksa terjatuh, ada rasa hangat yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.
"Bukankah kamu katakan ibumu sedang sakit, bagaimana jika sekiranya kamu menunjukkan jalannya," ucap Eden dalam keheningan.
Aksa kecil hanya mengangguk sebagai bentuk persetujuan, sedangkan wajah polosnya tidak mampu menyembunyikan perasaan hangat di dalam hatinya.
---
Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya mereka pun sampai ke sebuah gubuk yang begitu usang nan rapuh. Dibarengi ekspresi kebahagian, Aksa pun memberikan salam dan kemudian membawa dua laki - laki tersebut masuk untuk melihat kondisi ibunya.
Ibu Aksa terlihat sangat parah, bahkan dengan kondisinya yang sangat lemah, hanya untuk berbicara adalah sesuatu yang sangat sulit.
Ketika dua laki - laki dewasa itu sudah masuk, Ibu Aksa terlihat terkejut. Bagaimana bisa ada manusia selain mereka berada di tempat itu?
"Aksa, mereka siapa?" ucap sang ibu bertanya dengan suaranya yang amat lemah.
"Ibu, mereka berdua adalah dokter," ucap Aksa tampak polos.
"Bukankah ibu pernah bercerita tentang dokter yang bisa menghilangkan penyakit."
"Ibu, Aksa telah berhasil menemukan dokter dan membawanya ke sini."
"Jadi ibu tidak perlu khawatir, mereka datang untuk menghilangkan penyakit ibu."
"Ibu akan segera sembuh, dan ibu tidak akan lagi merasakan sakit lagi."
"Kita akan kembali bisa bermain lagi."
"Bukankah itu akan menjadi sesuatu yang menyenangkan, ibu?" ucap Aksa mengakhiri dengan wajah yang melukiskan senyuman, senyum yang teramat tulus.
Seolah - olah mengetahui hidupnya tidak lama lagi, Sang Ibu memperlihatkan ekspresi kesedihan, air matanya pun tidak bisa lagi tertahan, dalam situasi yang demikian Aksa terlihat keheranan.
"Kenapa ibu menangis?"
"Apakah luka ibu terasa sakit?"
"Atau apakah Aksa membuat kesalahan?"
"Jika Aksa membuat kesalahan, Aksa meminta maaf."
Atas semua yang dikatakan Aska, sang ibu hanya mengeleng dan kemudian dengan tangan lembutnya, dia mengelus kepala anak yang sangat dicintainya.
"Aksa anak baik, Aksa tidak salah apa - apa."
"Ibu menangis karena bahagia, karena Aksa begitu sayang sama ibu."
Tidak, bukan seperti itu. Tangisan itu bukanlah tangisan bahagia, tapi itu adalah tangisan tanda perpisahan.
---
Setelah Aksa membawa 2 laki - laki tersebut, sang ibu kemudian meminta kepada Aksa untuk menunggu di luar. Ada sesuatu yang tidak seharusnya diketahui.
Setelah Aksa keluar, percakapan di antara mereka pun dimulai.
"Kami bukan dokter dan tidak terlalu mengerti tentang penyakit, jika harus membantu, kami akan membawa Anda untuk berobat," ucap Eden, dia terlihat berkharisma, sedangkan asisten yang bersamanya hanya terdiam.
"Tidak perlu," ucap sang ibu dengan kesedihan yang mendalam.
"Jika seandainya kalian membuka selimut ini, kalian akan melihat semua organ tubuhku yang telah hancur membusuk dan dipenuhi belatung."
"Aku mengetahui bagaimana kondisi tubuhku, aku sudah tidak bisa terselamatkan lagi."
Atas apa yang didengarnya, dua laki - laki itu pun terkejut, tidak terbayangkan sebegitu parahnya penyakit wanita tua yang ada di hadapan mereka.
"Tapi Aksa adalah anak yang baik," ucap sang ibu mulai bercerita.
"Sejak kecil dia tidak pernah membantah, dia anak yang penurut yang selalu mentaati perintah orang tuanya."
"Ketika capek dalam bekerja, dia yang selalu membantu, bahkan dia selalu katakan ingin cepat besar dan menggantikan semuanya sehingga orang tuanya tidak perlu hidup kesusahan."
"Aksa, dia tidak pernah mengeluh atas semua yang dideritanya."
"Tanpa seorang teman dan hidup dalam kesendirian, dia tumbuh dengan sangat kuat."
"Aksa adalah anak yang pintar, dia sangat cepat dalam memahami semua yang diajarkan, bahkan diusianya yang 4 tahun, dia sudah bisa membaca dan berhitung."
"Walau belajar seorang diri, dia sangat cepat memahami semuanya."
Dalam ceritanya, tiba - tiba air mata telah membasahi pipi, sesuatu yang tidak tertahankan.
"Ketakutan seorang ibu adalah ketika dia terpaksa menerima takdir untuk meninggalkan anaknya seorang diri," ucap wanita itu kembali bercerita.
"Memikirkan tentang apakah dia bahagia atau tidak dalam menjalani hidup ini."
"Bagaimana jika sekiranya dia menangis?"
"Sedangkan ibunya sudah tidak ada yang akan menghapus tangisan itu."
"Bagaimana jika sekiranya dia lapar?"
"Bagaimana jika sekiranya dia kesepian?"
"Bagaimana dia menjalani hidup ini?"
"Akankah dia bisa bahagia?"
"Memikirkan semuanya terasa sakit, rasa sakit melebihi penyakit yang menggerogoti tubuh ini."
"Jika demikian, izinkan saya mengadopsinya," tiba - tiba ucap laki - laki itu menyela.
---
Catatan kaki
Wanita tadi menyebutkan Aksa adalah anak yang pintar, cepat memahami semuanya, walau belajar seorang diri.
Ada hal yang harus kalian ketahui, di dalam rumah itu banyak buku bacaan. Buku - buku itu di dapatkan oleh wanita tua, walau mereka hidup di dalam gubuk reot. Aksa menganggap pendidikan itu adalah sesuatu yang penting.