Chereads / Emperor Eye / Chapter 4 - #2

Chapter 4 - #2

"Jika demikian, izinkan saya mengadopsinya," tiba - tiba ucap laki - laki itu menyela.

---

Mendengar tentang Aksa yang ingin diadopsi, sang ibu pun terdiam, ada ekspresi terkejut yang terlukiskan di wajahnya.

"Tidak perlu khawatir, aku akan menyayangi Aksa sebagaimana aku menyangi anakku sendiri. Karena sejatinya, Aksa adalah anak yang aku titipkan kepadamu."

Iya, Aksara adalah anak kandung dari laki - laki dewasa tersebut, laki - laki yang bernama Eden.

"Maaf, ada sesuatu yang tidak bisa aku ceritakan sehingga melakukannya, tapi sesungguhnya aku sangat menyayangi Aksa, apa yang telah aku lakukan , semua demi kebaikannya."

Kebenaran di masa lalu, tatkala wanita tua itu menemukan bayi di depan pintu rumahnya, sedangkan dalam dekapan bayi tersebut, tertulis nama Aksara pada sebuah kertas.

"Jika kamu benar adalah orang tuanya, itu membuatku sangat lega, karena kamu telah kembali dan berniat membesarkan Aksa. Aku sudah tidak bisa hidup lebih lama lagi," ucap Wanita tua itu dengan lemas.

"Seharusnya kamu memilih hidup yang lebih baik, tapi kenapa kamu tetap berada di gubuk reot ini?" Ucap Eden yang ingin mengetahui sebuah kebenaran.

"Setiap bulan kami selalu mengirimu uang secara diam - diam, bahkan kamu bisa mengambil berapa pun jumlah yang kamu inginkan pada kartu debit yang telah kami berikan."

"Tapi kenapa kamu tidak pernah melakukannya?"

"Kamu bisa membeli rumah yang layak untuk ditempati, atau apa pun yang kamu sukai sebagai balasan menjaga Aksa."

"Ketika kamu sakit, kamu bisa berobat dan tidak harus menderita seperti ini. Kamu bisa sembuh dan hidup lebih lama bersama dengan Aksa."

"Kamu bisa melakukan apa pun, tapi kenapa kamu lebih memilih hidup menderita di dalam hutan seorang diri?"

"Sejak bayi hingga Aksa berumur 6 tahun, tidak ada laporan apa pun yang menunjukkan kamu pernah mengambil uang dari kartu debit."

"Aku tidak bisa mengerti tentang bagaimana cara berpikirmu."

Mendengar semua itu, sang wanita tua sedikit tersenyum, kemudian mulai menjelaskan semuanya.

"Aku hanyalah wanita tua yang tidak memiliki apa pun, namun kehadiran Aksa telah merubah semunya. Aku merasakan arti kehidupan yang sesungguhnya."

"Melihat kamu yang terus memberikan uang, aku tau kamu memiliki kasih sayang yang sangat besar kepada Aksa. Mengetahui itu aku sangat bahagia."

"Namun di sisi lain, aku juga merasa sedih. Aku takut nyawa Aksa dalam bahaya dan itu membuat kamu menyembunyikannya di tengah hutan dan harus rela tinggal di gubuk reot."

"Dari uang yang kamu kirimkan, aku sangat mengerti, Aksa memiliki orang tua yang sangat kaya."

"Namun semua itu membuatku semakin takut jika seandainya ada orang yang ingin mengambil nyawanya."

"Aksa telah aku anggap sebagai anakku sendiri, dan aku harus melindunginya."

"Aku tidak ingin menggunakan uang yang telah kamu kirim, karena semuanya akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana mungkin wanita tua yang hidupnya di gubuk reot memiliki uang dalam jumlah yang banyak."

"Akan banyak mata yang melihat dan akan menimbulkan kecurigaan, aku tidak ingin jika itu membuat Aksa dalam bahaya."

"Aku juga tidak ingin pergi dari tempat ini, karena aku takut jika kamu sebagai orang tau Aksa kehilangan jejak dari kami."

"Dalam hati kecilku selalu berkata, aku harap Aksa bisa hidup bahagia bersama dengan orang tau kandungnya."

"Aksa telah tumbuh menjadi anak yang baik. Aku bahagia karena kamu telah kembali dan ingin merawat Aksa."

Tidak tau harus mengatakan apa, Eden hanya menunduk terdiam. Banyak hal yang dipikirkan, tapi sepatah kata pun tidak bisa keluar.

"Jika kamu ingin mengambil Aksa, apakah aku boleh meminta sesuatu?" ucap kembali wanita tua tersebut.

"Aku mohon, rawatlah Aksa dengan sangat baik."

"Tentu, aku akan mengabulkannya." ucap Eden selaku orang tua Aksa yang sebenarnya.

---

Setelah berakhirnya percakapan di antara mereka, Aksa kecil pun dipanggil, namun semuanya terlihat ganjil, tentang sebuah alasan kenapa ibunya masih terbaring lemah dan tak berdaya. Tidak ada tanda - tanda dia habis dirawat.

"Besok akan lebih baik," ucap sang ibu dengan senyum yang tulus di wajahnya.

"Benarkah?" ucap Aksa memastikan dengan wajah yang tampak datar, mata yang tampak kosong.

Sebagai jawaban, sang ibu hanya mengangguk seraya tersenyum dan kemudian menutup matanya, beristirahat dalam waktu yang abadi. 

Kematian telah datang menjemputnya, sedangkan Eden melihat situasi ini sangat aneh, wanita tua itu seolah - olah mengendalikan kematiannya, dan sekarang wanita itu telah pergi untuk selamanya.

"Paman, Ibu telah pergi, telah pergi untuk selamanya," ucap Aksa dengan mata yang tampak kosong.

Aden terlihat semakin bingung, bagaiamana bisa Aksa mengatakan hal yang seperti itu. Situasi ini bisa menjangkau logika berpikirnya.

"Tidak, sebenarnya sejak kecil aku tidak pernah memiliki ibu," lanjut Aksa.

"Inilah akhir dari semuanya, aku tidak ingin hidup dalam sebuah ilusi akan kebohongan."

"Terimakasih karena telah datang dan bermain denganku."

"Esok, aku akan memulainya, hidup dalam kesendirian."

"Paman berdua bisa meninggalkan aku sendiri, dan menganggap semuanya tidak pernah terjadi."

Tidak ada yang mengerti, tidak ada yang mengerti arti sebenarnya dari kata yang terucapkan. Eden tidak mengerti sama sekali, namun ada sesuatu yang tidak bisa disembuyikan, tentang kesedihan di balik kata tersebut.

Eden kemudian datang menghampiri Aksa kecil dan kemudian memeluknya dengan kasih sayang, ingin rasanya untuk menghapus semua kesedihan itu.

"Maukah engkau menganggap aku sebagai orang tuamu?"

"Maukah kamu hidup bersama?"

"Mulai saat ini, kamu tidak akan hidup sendiri."

Aksa hanya terdiam, tidak ada tangisan, tidak ada teriakan kesedihan, semuanya tanpak biasa, kecuali mata yang memperlihatkan kekosongan.

---

Di dimensi yang tidak pernah bisa dijangkau umat manusia, hamparan yang memperlihatkan air dan langit berwarna merah darah. Di tempat itu, terdengar suara dari Sang Raja.

"Manusia adalah mahkluk yang lemah, tapi mereka begitu berani melanggar ketetapan."

"Aksa, perjalananmu telah ditakdirkan, pena telah diangkat dan tinta telah mengering."

"Apa yang ada di depanmu adalah keniscayaan yang tidak bisa dirubah, kecuali jika kamu sampai ke tempat itu, sesuatu yang tidak bisa kamu jangkau."

"Takdir yang menunggu amat mengerikan, kehancuran umat manusia."

"Perjalananmu telah dimulai. Emperor Eye telah diwariskan, kekuatan yang mampu menipulasi kematian."

---

Kebenaran yang sesungguhnya.

Di pagi harinya, ketika Aksa pertama kali ditinggalkan di depan gubuk reot yang berada di tengah hutan.

Ketika mendapati bayi kecil yang ada di depan pintu rumahnya, wanita tua itu terlihat kebingungan, namun di sisi lain ada kebahagian yang menyelimutnya.

Bersamaan dengan Aksa, ada 1 koper uang yang ditinggalkan bersama satu buah kartu debit berwarna hitam, lengkap beserta dengan pin-nya yang tertulis dalam lembaran surat.

Sebagaimana umumnya, tatkala manusia pertama kali melihat uang yang begitu banyak, wanita tua itu langsung keluar dari hutan seraya membawa Aksa untuk membeli semua kebutuhannya.

Banyak barang mewah yang dibelinya, pakaian, parabotan rumah, dan segala kebutuhan, tidak terkecuali rumah besar sebagai tempat tinggal.

Wanita tua itu berniat untuk pindah, namun ada kekhawatiran jika seandainya uang yang diberikan hanya sebatas ini. Tapi karena kartu debit yang berada di tangannya, wanita tua itu pun memantapkan diri.

Namun sesuatu yang mengerikan terjadi, ketika wanita tua itu berada di gang yang sepi, 2 orang laki - laki yang memperhatikannya sejak awal berniat merampok.

Wanita tua itu berteriak meminta pertolongan, dan memohon agar diberikan kesalamatan. Tapi tetap saja, 2 laki - laki itu tidak memperdulikan, hingga pada akhirnya salah satu dari mereka menancapkan pisaunya ke tubuh wanita tua itu.

Setelah berhasil membunuh korbannya, 2 laki tersebut tertawa kegirangan karena melihat uang yang segitu banyak terbungkus di dalam plastik hitam.

"Dengan uang sebanyak ini, kita tidak perlu lagi bekerja," ucap salah satu dari mereka.

"Kamu benar, kita hanya perlu menikmati hidup."

"Ini adalah kebahagian yang sesungguhnya."

"Kita harus cepat sebelum kita ketahuan. Bawa uangnya dan kita pergi dari sini."

"Tapi bagaimana dengan kartu hitam ini?"

"Tinggalkan saja, percuma, kita tidak tahu kata sandinya."

"Kamu benar, kalau begitu kita pergi saja."

"Tunggu, tapi anak ini sangat aneh, dia tidak menangis sama sekali. Haruskah kita membunuhnya?" ucap laki - laki itu menjawab seraya melihat Aksa yang tergeletak di pelukan wanita tua.

"Biarkan saja, kita harus pergi dan tidak harus membunuh anak - anak yang tak berdosa."

"Kamu aneh, tapi kita telah membunuh ibunya."

"Biarkan saja, ini adalah takdirnya untuk hidup."

---

Setelah kepergian dua perampok tersebut, tiba - tiba terdengar sebuah suara.

"Bangkitlah dari kematianmu."

Wanita tua itu pun kemudian terbangun seraya tetap mengendong Aksa dalam pangkuannya. Walau dia hidup, wajahnya tetap terlihat pucat layaknya mayat.

"Kembalilah ke hutan," suara itu terdengar kembali yang ternyata bersumber dari Aksa, sedangkan pada matanya terlihat simbol Emperor Eye.

"Di tempat itu, aku ingin menunggu keluargaku yang sesungguhnya."

"Aku akan menjadi anak yang baik, agar dicintai."

"Hingga saat itu tiba, kamu akan tetap menemaniku."

"Dan selama itu kita akan bermain layaknya anak dan ibu."

"Walau jiwamu pada dasarnya adalah aku, kita akan bermain tentang kasih sayang. Sesuatu yang tidak bisa aku dapatkan dari ibuku yang sebenarnya."

---

Dari kejauhan, di atas sebuah bangunan yang tinggi, terlihat 2 makhluk yang tengah menggunakan hoodie hitam, mereka adalah utusan dari Sang Raja, betugas mengawasi pertumbuhan Aksa.

"Padahal baru saja dia terlahir, namun dia sudah mampu membangkitkan Emperor Eye."

"Walau belum mencapai kekuatan yang sesungguhnya, Emperor Eye adalah mata yang sangat mengerikan."

"Membangkitkan seseorang dari kematian, tidak seharusnya dia melakukan itu. Karena itu akan mengurangi umurnya."

---

Catatan Kaki

Pada dasarnya, Wanita tua itu adalah mayat hidup yang di dalamnya ada jiwa Aksa. Artinya, ketika Eden tengah berbicara kepada wanita tua itu, sesungguhnya dia sedang berbicara dengan Aksa.

Begitulah kenyataannya. Itulah salah satu dari kekuatan Emperor Eye, tapi kekuatan itu harus mengorbankan sebagian umur sebagai balasannya, oleh karenanya Aksa mengambil keputusan yang tepat, setelah tujuannya tercapai, Aksa langsung mengembalikan wanita tua itu menjadi mayat kembali.

Seberapa banyak umur yang dikorbankan? Rahasia.