Setelah berakhirnya proses pemakaman, Eden dan asistennya membawa Aksa untuk pulang, pulang ke tempat tinggal yang sesungguhnya.
Namun di tengah perjalanan, Eden mengajak Aksa mampir ke sebuah tempat pembelanjaan pakaian yang ber-merk, dimana setiap harga dari barang - barang yang tersedia bernilai jutaan rupiah.
Banyak barang yang terbeli, namun walau begitu Aksa hanya terdiam, tidak ada hal yang dia katakan, dan itu membuat Eden begitu khawatir.
Hingga tidak lama setelahnya, akhirnya mereka sampai ke rumah dengan kemegahan yang sangat luar biasa, rumah layaknya istana putih dengan halaman hijau yang luasnya sejauh mata memandang.
"Aksa, mulai sekarang kamu akan tinggal ke tempat ini," ucap Eden yang masih bersama Aksa di dalam mobil.
"Apakah kamu senang?" lanjutnya bertanya.
Menjawab hal itu, Aksa hanya menyangguk.
Setelah turun dari mobil, tiba - tiba gadis kecil nan imut berlari menghampiri Eden, "Horeee, Papa sudah pulang," ucapnya memeluk Sang Ayah. Gadis kecil itu bernama Khaysa, dia sebaya dengan Aksa.
Eden menyambut hangat pelukan putrinya dengan lembut Eden, "Apakah Khaysa merindukan Papa?" ucapnya
"Iya, beberapa hari ini Papa tidak pulang. Khaysa sangat merindukan papa."
Mendengar hal itu, Eden kemudian mengelus kepala putrinya, "Sama, Papa juga sangat rindu hingga selalu memikirkan Khaisa setiap detiknya."
Canda tawa yang begitu menyejukkan, antara kasih sayang seorang anak dengan orang tuanya.
Setelah berakhirnya reuni antara Eden dan Khaysa, dibukakannya-lah pintu mobil dan sosok Aksa menunjukkan dirinya, seketika membuat Khaysa bertanya - tanya.
"Papa, dia siapa?"
Melihat anaknya yang tampak kebingungan, Eden kemudian menjelaskan semuanya dengan kelembutan, "Mulai hari ini, dia akan tinggal bersama dengan kita, namanya Aksa," ucapnya.
"Aksa? Tapi kenapa?"
"Ceritanya panjang, tapi Aksa baru saja kehilangan orang tuanya. Jadi dia tidak memiliki siapa pun lagi. Jadi, muakah Khaysa menghibur dan berteman dengannya?"
"Begitu ya?" ucap Khaysa yang wajahnya tampak terlihat turut berduka.
"Khaysa akan berusaha menjadi teman baik, teman yang bisa menghapus setiap luka."
"Bukankah begitu Papa?"
Mendengar semua yang dikatakan putrinya membuat Eden tersenyum bahagia, "Anak yang baik," ucap Eden seraya mengelus kepala putrinya.
Setelah memberikan sedikit pujian, Eden kemudian menyuruh putrinya menghibur Aksa dengan mengajaknya berkeliling, dan sebagai jawaban, Khaysa hanya mengangguk dengan senyum yang terlukir manis di wajahnya.
Melihat Khaysa dan Aksa yang tengah berjalan untuk menikmati keindahan halaman luas nan hijau. Eden sangat berharap hubungan di antara mereka semakin baik di masa depan.
Karena bagaimanapun, Aksa dan Khaysa adalah dua bersaudara yang terpisah, namun di sisi lain, sangat sulit bagi Eden untuk menjelaskan kebenarannya.
---
Setelah membawa Aksa berkeliling, akhirnya mereka berdua sampai di taman yang indah, pepohonan begitu tinggi hingga hampir menyentuh awan, dan dedaunannya berkilauan diterpa sinar matahari. Ada sebuah kolam besar di tengahnya, dikelilingi rerumputan dan bunga-bunga yang bermekaran, ada jalan setapak yang mengelilinginya menuju paviliun terbuka.
Khaysa kemudian mengajak Aksa duduk di atas kursi yang tidak jauh dari tempat itu, sambil menikmati secangikir teh yang dihantar oleh seorang pelayan. Mereka berdua terlihat menikmati hembusan angin di bawah naungan pohon yang begitu rimbun.
"Apakah kamu menyukainya?" ucap Khaysa dengan senyuman.
Sebagai jawaban, Aksa hanya mengangguk.
"Syukurlah, cuman kenapa kamu tidak pernah berbicara?"
"Sedari tadi kamu selalu terdiam. Pasti rasanya sakit kan?"
"Khaysa takut jika apa yang Khaysa lakukan justru membuatmu tidak nyaman."
"Terimakasih," ucap Aksa, kata pertama yang terucapkan.
"Tentu, dan terimkasih kembali karena kamu telah datang," ucap Khaysa bahagia.
"Kamu adalah teman pertamaku, aku merasakan kebahagian, karena aku tidak akan sendiri lagi," lanjutnya mengakhiri dengan senyuman yang tulus, dan seketika itu hembusan angin menerbangkan daun - daun yang berguguran.
---
Setelah cukup bermain dengan Khaysa, akhirnya kamar sebagai tempat tinggal Aksa telah selesai disiapkan.
Kamar Aksa terlihat mewah, tempat tidurnya bertiang empat, terbungkus seprai sutra dan ditutupi selimut tebal. Dindingnya dicat dengan warna putih kulit telur, lantai kamar berlantai keramik, dan satu-satunya perabot selain tempat tidur adalah lemari pakaian, cermin besar, meja belajar, dan kursi. Sebuah jendela besar menghadap ke halaman hijau yang indah.
Setelah perginya pelayan, Aksa kemudian melihat dirinya pada sebuah cermin, seketika terlihat simbol Emperor Eye berwarna merah menyala pada dua buah bola matanya, simbol yang hanya bisa dilihat olehnya.
"Apakah aktingku cukup bagus? Aku harap begitu," ucap Aksa dengan wajah yang tampak biasa, tidak sedikit pun adanya kesedihan di wajahnya.
"Ataukah, aku harus lebih lama terlihat sedih?"
Tidak lama setelahnya, Aksa teringat tentang masa lalunya, ketika dia baru saja terlahir.
Aku ingat semua yang terjadi di hari itu, saat pertama kali melihat dunia. Ayah menangis dan ingin membunuhku, katanya aku adalah perwujudan iblis yang akan memberikan teror kepada dunia, katanya aku terlahir hanya untuk menghancurkan dunia ini, dan itu terbukti, karena melahirkan aku, Ibu telah kehilangan nyawanya.
Namun karena rasa cinta, Ayah hanya bisa menangis tanpa dan memutuskan untuk membiarkan aku terus hidup. Katanyanya, takdir bisa berubah jika kita berpisah dan tidak pernah bertemu.
Aku tau, aku egois. Aku sangat merindukan kasih sayang orang tuaku dan aku juga sangat merindukan saudara kembarku. Walau aku mengetahui tentang takdir yang akan menunggu, dalam kesendirian, di tempat aku dibuang, aku selalu menanti Ayah, berharap aku dijemput.
Aku ingin menjadi manusia yang baik, dan karenanya aku harus belajar, walau harus mengorbankan umur dengan bersama boneka yang tidak memiliki jiwa (mayat hidup).
Jika aku ditakdirkan menghancurkan dunia, aku akan merubahnya dengan menciptakan keadilan. Takdirku di masa depan, akulah yang menentukannya.
---
Di tempat yang lain, tampak ruang kerja yang gelap, hanya satu lampu menyala di atas meja. Terlihat Eden tengah duduk dengan tatapannya yang tampak kosong, dia terlihat ketakutan dengan tubuhnya yang mengigil hingga menusuk tulang. Rasa takut, seolah - olah telah melakukan kesalahan yang tidak ter-maafkan.
Tidak lama setelahnya, Eden teringat tentang masa lalunya, ketika dia tengah tertidur bersama dengan istrinya, saat itu dia bermimpi berada di atas lautan dan di bawah langit yang berwarna merah darah.
Di tempat yang luasnya sejauh mata memandang, Eden melihat ular raksasa dengan bentuk yang sangat mengerikan, dia memiliki 70.000 mata bersimbolkan Emperor Eye di seluruh bagian tubuhnya, sedangkan setiap mata memiliki ukuran yang besar hingga mampu melahap dunia.
Ular itu menghadap Eden dan kemudian memperkenalkan dirinya, sedangkan suaranya bagaikan sambaran petir yang menggelegar, "Aku Valahal Aqra, setiap jiwa yang hidup akan kembali kepadaku."
"Aku adalah akhir dari semuanya, tercipta hanya untuk membinasakan, dan di antara seluruh umat manusia, kamu adalah manusia yang terpilih."
"Ada kabar gembira untukmu, setelah penantian yang panjang, istrimu akan dikaruniai sepasang anak kembar, seorang perempuan dan seorang laki - laki."
"Raja sesungguhnya akan mewarisi sedikit dari kekuatannya kepada anak laki - laki dari keturunanmu, namun sebagai balasan, keturunanmu ditakdirkan menyebarkan teror dan menghancurkan dunia."
"Apa maksud dari semuanya?" ucap Eden bertanya dalam hati, suaranya tidak bisa terucapkan, lantaran rasa takut yang amat dahsyat hingga menggoncang jiwa dan meremukkan setiap tulang - tulangnya.
"Diamlah manusia, kamu tidak berhak mempertanyakan apa yang akan dilakukan Raja, " ucap Ular tersebut dengan intimidasi yang begitu dahsyat.
"Tapi kamu memiliki sebuah pilihan,membiarkan anak perempuan saja yang hidup. Hanya itu caranya jika kamu ingin menyelamatkan dunia."
"Anak laki - lakimu adalah adalah bencana sesungguhnya, atas kelahirnya kelak, dia akan merenggut nyawa ibunya sendiri."
"Bunuhlah anak itu, karana di tangannya hanya ada kehancuran."
"Namun jika kau ingin bermain judi, kamu bisa membuangnya dan tidak mengakuinya sebagai anak."
"Tapi ketahuilah, anak itu adalah Sang Pewaris."
Setelah semua yang dikatakan ular tersebut, Eden pun terbangun dengan dipenuhi keringat dingin hingga membasahi seluruh pakaiannya. Ssekilas tentang masa lalu Eden pun berakhir.
---
Kembali di saat Eden sendiri di dalam ruang kerjanya.
"Apakah aku melakukan kesalahan?" Ucap Eden bergumam dalam kesendiriannya.
"Aku tau hingga sampai saat ini, semua yang dikatakan ular itu benar - benar terjadi."
"Setelah penantian selama 20 tahun dan divonis tidak akan memiliki anak, akhirnya aku dikarunia 2 sepasang anak kembar, Khaysa dan Aksara."
"Apa yang dikatakan ular itu benar - benar terjadi, setelah kelahiran Aksa, ibunya meninggal."
"Dan setelah membuang Aksa, aku mengambilnya kembali."
"Jika semua yang dikatakan ular itu adalah kebenaran yang pasti, maka Aksa benar - benar akan memberikan teror dan akan menghancurkan dunia ini."
"Aku tidak tau harus melakukan apa, aku sangat menyayangi Aksa, bagaimana bisa aku membiarkannya sendiri di dalam hutan?"
"Aku juga sayang kepada Khaysa, dan aku tidak ingin membiarkan mereka terpisah."
"Takdir masih bisa dirubah, aku akan mendidik Aksa menjadi anak baik yang menyayangi seluruh manusia."
"Hanya itulah caranya untuk lari dari takdir yang mengerikan."
"Takdir di masa depan, aku akan menentukannya."
---
Catatan kaki
Episode berikutnya akan lanjut ke 10 tahun ke depan.