Ekal dengan ponsel di tangannya sibuk mondar-mandir tak jelas di depan pintu dengan raut cemas yang tak dapat pria itu sembunyikan.
Jelas dia mengkhawatirkan Luna, bagi Ekal. Luna itu tengah tak bisa melihat, ke mana dia pergi seorang diri. Terlebih lagi mereka baru saja bertengkar hebat, Ekal juga menjadi penyebab kepergian Luna.
Ekal merasa amat bersalah karena sudah menampar Luna, saat itu dirinya hanya sedang kalut. Dia juga kesulitan untuk menahan emosinya yang meledak.
Ekal berkali kali berdecak kesal sebab Luna tak bisa dihubungi, tentu saja. Wanita itu segaja mematikan ponselnya supaya Ekal tak bisa menganggunya.
"Sial!" geram Ekal, dia menendang udara dengan perasaan yang tak tenang.
Matanya menatap jauh ke arah jalanan di mana Luna pergi dengan taksi, Ekal sudah seperti kehilangan harapan.
Tanpa dia sadar, Sania memperhatikan dirinya dari dalam. Sania yang memang belum tahu apa yang terjadi, mendekati kekasihnya itu.
"Sayang, ada apa?"