Chereads / Balas Dendam Terindah Sang Istri / Chapter 23 - Sebuah Kebetulan

Chapter 23 - Sebuah Kebetulan

"Luna, saya Luna," jawab Luna lugas, wanita itu tampak berantakan dengan rambutnya yang acak-acakan serta keringat bercucuran.

Baru saja terjadi insiden yang mendebarkan jantung semua penghuni panti, mendadak bangunan tempat para bayi roboh karena sudah tidak kokoh.

Semua anak berlarian meninggalkan rumah, mereka menangis dengan histeris dan Aisyah berusaha mengevakuasi para bayi untuk dibawa keluar dengan susah payah.

Dan, akhirnya tidak ada yang terluka. Semua orang memilih untuk tidak masuk ke dalam. Namun, Luna terpaksa masuk sebab mendengar suara dering telepon di dalam panti.

Luna tahu panggilan itu pasti dari orang yang sejak tadi Aisyah tuju.

"Kamu pengurus baru di sana?"

"Bukan, saya salah satu anak panti. Namun, saya baru berkunjung lagi setelah sekian lama."

Mery mengangguk paham, walau dia tak mengenal siapa Luna. Tapi, dia tahu jika Luna tak mungkin berbohong.

"Baiklah, sampaikan pesan saya pada Bu Aisyah."

Setelah mengatakan perihal keadaan di sana Luna memutuskan sambungan mereka.

Dia melihat penjuru panti dengan tatapan sendu, setiap sudut panti memiliki banyak kenangan yang dulu ia tinggalkan. Sedih rasanya melihat tempatnya dulu bernaung kini hampir hancur karena bangunan sudah terlalu tua.

Luna tak bisa menyalahkan seseorang untuk masalah ini, sebab dia tahu. Sebuah bangunan pasti akan memiliki masa untuk roboh.

"Kasian anak-anak itu," gumamnya.

Tak mau membuang waktu lagi, Luna memutuskan untuk keluar. Dia berlagak buta dengan berjalan mengandalkan tongkatnya.

"Aku sudah sampaikan pada nyonya M tentang masalah ini, Bu. Katanya besok dia akan mengirimkan orang-orangnya untuk mengurus kekacauan di sini," tutur Luna lembut membuat Aisyah akhirnya bisa bernapas lega karena pesan yang ingin ia sampaikan sejak tadi akhirnya sudah sampai pada orang yang ia tuju.

***

Suara deru mobil membangunkan semua anak, serta pengurus panti. Mereka bergegas bangkit saat melihat ada mobil yang mendekat.

Tak hanya satu, tapi ada dua mobil yang terparkir di halaman. Mereka yang tak berani tidur di dalam panti, memutuskan untuk tidur di luar dengan alas seadanya.

Dan, hanya Luna yang sejak kemarin tidak tidur sebab dia harus memastikan semua yang tidur di luar tak menjadi santapan bagi nyamuk-nyamuk malam itu.

"Luna...." panggil Aisyah dengan ceria, dia menarik ke dua sudut bibirnya kala sadar siapa yang menghampiri mereka.

Luna yang sibuk menimang para bayi, dengan tergopoh-gopoh keluar layaknya orang buta mendekati Aisyah.

"Iya, Bu?"

"Mereka sudah datang."

Dari mobil pertama yang berukuran besar, turun beberapa pria dengan setelan serba hitam yang Aisyah ketahui adalah bawahan dari nyonya M yang sangat hebat.

"Kami diutus Nyonya karena mendapat kabar jika panti roboh," kata salah satu untuk mewakili yang lainnya.

Aisyah mengangguk paham.

"Kami akan melihat dulu keadaan di sini, jika bisa kamu akan melakukan perbaikan dengan cepat. Tapi, jika terlalu parah mungkin perbaikannya membutuhkan waktu yang lama, tapi, Anda, tenang saja. Saat dalam masa perbaikan, kalian semua akan dibawa ke tempat lain untuk sementara waktu. Itu pun jika, Anda. Tidak keberatan," tambahnya menjelaskan dengan sangat rinci.

Aisyah melihat ke arah anak panti, wajah kantuk dan sedih mereka sangatlah kentara membuat hatinya teriris. Lantas dia menyentuh Luna berharap Luna akan menoleh ke arahnya.

"Bagaimana menurut kamu, Luna?" bisik Aisyah begitu pelan.

"Itu ide yang baik, Bu. Kupikir memang anak-anak butuh tempat yang aman, mereka pasti sangat syok."

Aisyah menghela napas, dia setuju dengan Luna sebenarnya. Tapi, ada rasa sulit baginya untuk meninggalkan panti yang telah mereka huni sedalam puluhan tahun.

Tapi, lagi-lagi Aisyah tak boleh egois hanya memikirkan keinginan hatinya saja. Dia tak sendiri, ada begitu banyak jiwa yang harus dia utamakan.

"Baiklah, kalian boleh melihatnya terlebih dahulu," kata Aisyah dengan lembut.

Maka, satu dari mereka langsung masuk untuk memeriksa.

"Apa ada anak yang terluka?"

"Ah, tidak ada. Hanya saja mereka masih syok," kata Aisyah sekenanya.

"Tetap saja mereka harus diperiksa, kebetulan ada seorang dokter yang datang hari ini. Beliau akan sedikit memeriksa anak-anak, nyonya M bilang kami harus memastikan mereka tetap baik-baik saja."

Setelah mengatakan itu, pria tersebut menuju mobil yang ada di belakang mobilnya. Dia sedikit berbincang dengan seseorang yang dia tuju.

Dan, tak lama setelahnya sepasang insan keluar dari mobil itu.

Pria tampan dengan wanita menawan di sisinya, mereka tampak begitu serasi bagai pasangan yang memang tercipta satu untuk yang lain.

"Kak Luna, aku mau air," rengek salah satunya.

Luna mengangguk, tanpa bicara dia meninggalkan semuanya dan masuk ke dalam panti untuk mengambil air yang mungkin tersisa dengan hati-hati.

"Pagi, Bu. Saya Evans, putra dari––"

"Nyonya M," sela pria yang tadi memanggil Evans.

Evans langsung melirik pria itu dengan kening berkerut, tanda dirinya tengah menanyakan apa maksud pria itu menyela dirinya.

"Di sini Ibu, Anda. Dipanggil dengan sebutan demikian," tuturnya menjelaskan pada Evans.

Evans mengangguk, dia hanya pendatang tak pernah tahu jika mamanya memberikan identitas seperti itu pada mereka. Walau Evans penasaran dengan maksud dari identitas panggilan itu, dia tahu pasti mamanya memiliki alasan untuk itu.

"Ah, iya. Saya putranya, kebetulan saya juga seorang dokter. Jika, Anda. Berkenan biarkan saya memeriksa keadaan anak-anak ini, mereka terlihat pucat. Saya khawatir ada sesuatu yang tak diinginkan," kata Evans lugas.

"Ah, baiklah. Sialan Dokter!"

Aisyah sedikit menyingkir membiarkan Evans mendekat, sementara wanita di sampingnya memantau pria itu dari tempatnya berdiri.

Evans memperlihatkan sisi ramahnya pada anak-anak di sana, dia sebenarnya masih sangat lelah. Tapi, karena permintaan sang mama untuk ikut memeriksa keadaan panti, Evans tak dapat menolak.

Walau sudah bertahun-tahun mamanya menjadi donatur di panti asuhan itu, baru kali inilah Evans berkunjung. Itu karena beberapa alasan, dan salah satunya karena jarak panti dan rumah mereka yang cukup jauh.

"Kamu butuh bantuan?"

Suara lembut itu menarik perhatian Evans, dia melihat wanita itu sekali. Lantas dia menggeleng.

"Tidak," jawabnya singkat.

Wanita cantik itu kembali diam, ekspresi wajahnya yang datar menunjukkan jika dia bukanlah seseorang yang ramah.

Selang beberapa saat, Evans selesai dengan tugasnya. Dia memberikan senyum hangat pada semua anak.

"Syukurlah mereka baik-baik saja, tapi. Ada beberapa yang demam, sepertinya karena telat makan."

"Ah, iya. Sejak kemarin siang ada beberapa anak yang belum makan karena sibuk menyelesaikan pr, dan berniat makan saat malam. Tapi, kejadian ini menimpah dan saya tidak sempat membelikan makanan untuk mereka," jawab Aisyah pelan penuh penyesalan.

"Tidak usah khawatir, saya membawakan makanan untuk kalian."

Evans berhambur dari sana, dia menuju mobilnya guna mengambil nasi kotak yang dia beli sebelum ke sana. Wanita yang diacuhkan Evans memutar bola matanya jengah.

Tanpa perintah, dia mendekati Evans bahkan ikut mengambil bagian untuk membantu.

"Biar kubantu!"

"Michella, tidak perlu!"

Wanita yang disapa Michella itu menatap Evans dengan kening berkerut. Kala Evans mengambil kembali plastik berisi nasi kotak dari tangannya dan pergi begitu saja.

"Ini minumnya."

Dengan susah payah, akhirnya Luna kembali keluar dan mendapatkan segelas air untuk anak yang haus itu.

"Luna, kamu dari mana saja. Tadi ada dokter yang memeriksa mereka."

"Ah, aku dari dalam, Bu. Mengambil air untuk anak ini."

"Baiklah, tetap di sini. Dokter menuju ke sini sekarang."

Luna berdiri di sisi Aisyah, dan secara tak segaja matanya menangkap sosok Evnas yang mendekat kini pun tengah menatap dirinya.

"Dokter...." ucap Luna tanpa segaja.

***