Gadis dengan baju santai berwarna turquoise duduk di depan komputer. Ia nampak sangat serius saat menatap layar komputer itu.
'Pokoknya aku harus kabur, bagaimanapun caranya. Untung saja aku memiliki uang tambahan dari hasil menjual perhiasan. Lagipula, kalau aku ingin menjadi tentara, aku tak membutuhkan perhiasan untuk kupakai, bukan?'
Gadis itu menekan beberapa kalimat di keyboard komputernya. Tak lama kemudian, ia menemukan sebuah kos-kosan dengan harga murah yang dirasa cukup bagus.
'Ini boleh juga. Tapi, aku harus punya cadangan jika kos-kosan ini tidak sesuai denganku..'
Gadis itu pun mencari kos-kosan lain yang juga memiliki harga yang murah. Dan, ketemu!
Sang gadis pun menulis daftar segala sesuatu yang harus ia persiapkan. Untung saja dirinya sudah berumur 17 tahun dan memiliki KTP.
'Aku harus mempersiapkan segalanya. Jadi, lebih baik aku pergi minggu depan saja' pikir gadis itu.
Gadis itu mengistirahatkan matanya sejenak dan berbaring di kasurnya. Ia memang nampak tertidur, namun dirinya tengah memikirkan hal-hal yang rumit.
'Lebih baik aku mencari pekerjaan dulu setelah kabur. Namun, yang pertama, aku harus kabur kemana? Aku sudah memiliki kos-kosan dengan harga murah, namun kotanya berbeda-beda. Aku harus memikirkannya matang-matang..'
Setelah beberapa saat berpikir, gadis itu pun memilih untuk pergi ke Yogyakarta, sekalian mengunjungi makam sang ibu yang disemayamkan di sana. Dirasa sudah cukup mengistirahatkan matanya, gadis itu kembali bangun dan menuju ke arah komputernya.
'Aku harus mencari pekerjaan part time, karena aku juga harus bersekolah di Jogja. Selain itu, aku juga harus mencari SMA baru yang dekat dengan kos-kosanku. Haahh... Ini benar-benar rumit...'
Gadis itu menghela napas. Ia melirik ke figura yang berada di atas nakas yang berisi foto dirinya dan sang ibu.
'Tapi, aku harus terus berusaha. Aku kan ingin menjadi tentara seperti Ibu, aku tak boleh menyerah! Seorang ibu pasti ingin anaknya menjadi lebih sukses daripada dirinya sendiri, dan aku harus bisa membanggakan Ibu bagaimanapun caranya!' Gadis itu kembali bersemangat dan mencari-cari informasi di layar komputernya.
Sementara itu di ruangan lain, tampak seorang pria paruh baya sedang menatap sebuah foto dengan tatapan sendu. Pria itu mengelus sosok yang ada di dalam figura itu.
"Istriku, apa kau tahu, anak kita ingin menjadi sepertimu. Ia ingin menjadi tentara, sama sepertimu. Menjadi tentara adalah tugas yang mulia, namun juga berbahaya dan penuh tanggung jawab. Aku sama sekali tidak ingin anak kita satu-satunya menanggung beban sebesar itu..."
"Istriku, menurutmu, apa yang aku lakukan ini salah? Aku sudah menolak impiannya, dan itu demi kebaikannya sendiri. Tapi, tatapannya begitu kecewa terhadapku. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan... Dia adalah putriku yang sangat berharga, dia adalah anak kita satu-satunya.. Aku tak ingin dia pergi dari dunia ini seperti dirimu. Jalannya masih panjang, dan ia harus menemukan impian lain.."
"Istriku, apa kau tahu, entah kenapa perasaanku sangat tidak enak. Aku merasa anak kita akan pergi jauh dari sini menyusul dirimu.. Mungkin ia tetap ingin menjadi tentara bagaimanapun caranya, dan aku tak bisa menghentikannya. Aku harus bagaimana, Istriku? Aku benar-benar tak bisa mengerti dirinya... Aku bukanlah ayah yang baik... Aku bahkan selalu membentaknya walau hanya masalah kecil saja..."
"Istriku, apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar tak ingin kehilangannya... Dia adalah putri kecilku... Sekarang ini dia sudah besar, dan dia akan pergi dariku.. Apa yang harus aku lakukan, Istriku?..."
Pria itu menangis dalam diam sembari mengeratkan pelukannya terhadap figura yang berisi foto istrinya. Air mata pria itu jatuh tepat di wajah sang istri, membuat istrinya seolah-olah juga merasakan kesedihan yang sama seperti dirinya.
.
.
.
.
.
༺♥༻
。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。
꧁ ༺ 🅁🄸🄽🄺🄰_🄼🄰🅂🄰🄼🄸 1207 🄿🅁🄾🄹🄴🄲🅃 ༻ ꧂
『State Association』
Genre: Romance, Nations, Military
꧁ ༺ 🅁🄸🄽🄺🄰_🄼🄰🅂🄰🄼🄸 1207 🄿🅁🄾🄹🄴🄲🅃 ༻ ꧂
。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。
༺♥༻
.
.
.
.
.
Gadis itu melalui hari-harinya seperti biasa. Ia bersekolah, belajar, mengerjakan PR, membantu ayahnya, dan hal-hal lainnya. Namun anehnya, gadis itu selalu pergi keluar bersama teman-temannya seolah-olah esok adalah hari kiamat.
Teman-teman terdekatnya tidak curiga sedikitpun, seolah-olah itu adalah hal yang biasa. Namun, mereka tidak tahu bahwa hari itu adalah hari dimana mereka berpisah. Satu minggu telah berlalu, dan sekarang adalah hari Senin. Seorang guru datang dan mengajar seperti biasanya.
Seorang lelaki yang selalu menjaga toko kuota milik orang tuanya menyadari ada yang kurang di kelas ini sekaligus di hatinya. Ia melirik seisi kelasnya dan menemukan sebuah bangku yang kosong. Bangku itu milik seorang gadis yang selalu merebut perhatiannya belakangan ini.
"Bu, kok Ria nggak masuk?" tanya lelaki itu sambil mengangkat tangan kanannya.
"Ria? Ah, maksudmu Kirana? Dia memang tidak masuk, dia sudah pindah sekolah" balas guru itu.
Seisi kelas serasa disambar petir. Mereka kaget dan sama sekali tidak menyangka hal itu, terutama teman-teman terdekatnya gadis itu.
"Eh? Kalian nggak tahu?" heran guru itu.
Seluruh siswa menggeleng dan sibuk berunding kenapa gadis itu pindah sekolah. Lelaki yang tadi bertanya mengepalkan tangannya dengan kuat. Padahal ia ingin menyatakan perasaannya pada gadis itu, tapi sang gadis malah pergi.
'Aku harus mengunjungi rumah Ria. Aku tahu, pasti ada sesuatu' pikir lelaki itu.
Setelah pulang sekolah, lelaki itu langsung menuju parkiran motor dan mengendarai motornya menuju rumah gadis itu. Sesampainya di sana, ia terkejut saat melihat ayah dari pujaan hatinya tengah menangis sambil meremat sebuah kertas.
"Permisi, Om. Ria-nya ada?" tanya lelaki itu.
Ayah dari sang gadis hanya diam dengan air mata yang menggenang di sudut kelopak matanya sembari menyororkan kertas yang tadi ia peluk. Lelaki itu membaca kertasnya.
-----------------------------------------------
Kepada Ayah.
Ayah, aku tahu Ayah sangatlah menyayangiku dan tidak memperbolehkan diriku untuk menjadi TNI. Namun, Ayah seharusnya tahu kalau aku juga memiliki impian, dan impianku adalah menjadi wanita yang kuat seperti Ibu.
Ayah tidak perlu mencariku, karena aku sudah bertekad untuk hidup mandiri sekarang. Aku tak bisa bergantung pada Ayah setiap saat. Aku ingin berdiri dengan kakiku sendiri tanpa bantuan siapapun.
Oleh karenanya, kumohon mengertilah, Ayah..
Dan juga, Ayah tak perlu khawatir. Aku sudah memiliki tempat tinggal dan pekerjaan serta sudah bersekolah di sana. Ayah tak perlu mengkhawatirkan diriku yang sama sekali tidak berguna ini.
Ayah kan selalu bilang kalau aku ini lemah dan tidak berguna, bukan? Aku hanya menjadi beban untuk Ayah jika aku terus tinggal di sana.
Ayah, biarkan aku terbang bebas seperti burung, aku tak membutuhkan sarang lagi. Aku ingin bermigrasi dan menjadi burung yang kuat serta tangguh.
Segala keperluan sudah aku siapkan di sini, dan sebisa mungkin jangan memikirkanku, karena aku benci dimanja.
Ayah dulu pernah berkata, jadilah anak yang kuat dan mandiri. Tapi, beban sepertiku memangnya bisa apa? Makannya aku memilih untuk pergi diam-diam, karena jika aku mengatakannya pada Ayah, pasti Ayah menolaknya mentah-mentah.
Oh iya, makanan sudah aku siapkan di meja, dan untuk sehari-hari, aku sudah mengatakan pada Bibi Wati untuk menyiapkan makanan untuk Ayah. Soal biayanya tak perlh khawatir, karena aku sudah membayarnya.
Dan pada saat aku kembali nanti, aku pasti sudah menjadi tentara yang jauh lebih hebat daripada Ibu. Aku jamin!
Selamat tinggal Ayah. Maafkan aku karena pergi secara mendadak. Aku sangat menyayangi Ayah.
Dari putrimu yang tak berguna.
-----------------------------------------------
Tanpa sadar air mata lelaki itu turun. Rupanya orang yang disukainya telah pergi meninggalkan dirinya di sini. Lelaki itu melirik ke ayah dari pujaan hatinya itu. Nampak jelas jika pria itu sangat sedih dan kecewa terhadap dirinya sendiri.
"Aku benar-benar tak becus menjadi seorang ayah... Aku adalah ayah yang buruk... Aku membuat putriku pergi... Aku benar-benar tidak berguna..." racau pria itu.
Pria paruh baya itu bergegas masuk dan keluar lagi dengan kunci motornya.
"Om mau kemana?" tanya lelaki itu.
"Aku mau mencari putriku. Aku yakin dia tak jauh dari sini!" balasnya dengan sesenggukan.
"Tapi, kalau Om mencari Ria, dia pasti akan semakin kecewa. Ria kan sudah bilang kalau dirinya tidak usah dicari, bukan? Om mau Ria semakin membenci Om dan tidak akan pernah pulang?"
Pria paruh baya itu terdiam. Apa yang dikatakan lelaki itu sangatlah benar. Ia tak mungkin membuat putri satu-satunya semakin membencinya atas apa yang terjadi.
Dari dulu ia selalu membuat hati putri kecilnya terluka, dan kini ia ingin membuat gadis itu semakin kecewa? Ia sama sekali tak ingin putrinya membenci dirinya.
"...Kau benar. Tapi, aku harus bagaimana? Kota adalah tempat yang sangat berbahaya! Kalau dia kenapa-napa bagaimana? Kalau dia ditipu bagaimana? Kalau dia—"
"Om, Ria adalah anak paling pintar di sekolahnya. Dia sangat jenius dan selalu memikirkan segalanya dengan matang. Kalau Ria mengatakan jangan khawatir, kita tidak boleh mengkhawatirkan dirinya. Ia sangat mengetahui kelebihan dan kekurangannya, Om... Percayalah padaku.." bujuk lelaki itu.
Pada akhirnya, sang ayah pun mengangguk dengan lemas. Jujur, dirinya masih sangat khawatir dengan keadaan putri semata wayangnya itu. Tapi, ia juga harus percaya pada putrinya.
'Anak ini benar... Kirana bukanlah anak yang lemah... Justru akulah yang lemah karena selalu membebaninya di sini... Aku hanya perlu menunggu kepulangannya sembari berdoa untuk keselamatannya...'
Pria itu menengadahkan kepalanya ke langit yang mendung. Ia menutup matanya pelan.
'Berjuanglah, Putri Kecilku... Doa Ayah akan selalu menyertaimu selamanya...'
TBC.