Chereads / Terjebak Dalam Dendam / Chapter 10 - Menjadi Pengasuh Anak

Chapter 10 - Menjadi Pengasuh Anak

Gadis berhijab itu tidak mengerti mengapa dia harus bertemu lagi dengan pria sombong tersebut. Dia sudah mencoba menyembunyikan wajahnya agar tidak dikenali oleh pria itu tetapi nyatanya usahanya gagal karena pria tersebut masih tetap mengenali dirinya. Wanita itu terpaksa menunjukkan wajahnya sambil tersenyum nyengir.

"Hei hutang Budi, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Niko.

"Bukan urusanmu!" jawabnya.

"Apakah kalian saling mengenal?" Erick mengajukan pertanyaan.

"Ya!" jawab Niko.

"Tidak, aku tidak mengenalnya," jawab Afifah sambil memalingkan wajah.

Niko dan juga beberapa orang sudah berada di dalam sebuah ruangan. Orang pria berdiri di hadapan mereka semua mendampingi Niko yang akan bergabung dengan tim mereka.

"Perkenalkan, dia bernama Niko Husaeni. Biarkan menjadi direktur yang baru di gedung Hijau." Surya memperkenalkan Niko di hadapan semua orang. Latar belakang pendidikan iku yang merupakan ahli manajemen akhirnya mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan menjadi pelayan gedung hijau saja bisa menghasilkan begitu banyak uang apalagi menjadi direktur gedung besar tersebut.

Niko tersenyum sambil menundukkan kepala memberikan hormat kepada teman-teman baru nih yang akan bekerja. Ketampanan Niko menarik perhatian semua orang yang ada di tempat itu. Mereka semua terpana dan juga terpesona melihat ketampanan wajah pria tersebut. Semua orang menyambut kehadiran pria tampan itu sebagai bagian dari tim mereka. Selain kecerdasan nya ketampanan nya juga menjadikan dirinya memiliki nilai tambah tersendiri dan berbeda dengan yang lain.

"Baiklah, mulai hari ini kita semua akan menjadi tim. Kita akan menyusul program program baru untuk tetap memajukan gedung Hijau. Kita harus mengawasi semua aspek mulai dari aspek keamanan kemajuan dan juga pelayanan. Saya harap anda bisa betah bekerjasama dengan saya," ucap Niko hadapan semua orang. Orang-orang mulai bertepuk tangan menyebut kehadirannya. Mereka menyambut gembira karena akhirnya mereka mendapatkan pimpinan yang indah dipandang oleh mata. Semua orang kembali ke bangku masing-masing untuk melanjutkan pekerjaan mereka.

***

Di sebuah ruangan yang berbeda Erik memanggil Afifah dan juga Alia. Kedua orang itu berdiri di hadapan meja di mana Erik sedang duduk di sana. Alia akan ditugaskan sebagai pengawal pribadi dari putra tunggal Dimas Ibrahim. Sementara Afifah akan menjadi pengasuh anak kecil itu.

"Kalian harus bekerja sama. Meski kalian memiliki tugas yang berbeda tetapi kalian menjaga orang yang sama. Kamu harus memastikan bahwa keadaan tuan muda baik-baik saja dan aman sementara kamu memastikan bahwa dia akan aman dan bekerja lah dengan baik." Erick berkata kepada kedua orang itu.

"Baik Pak!" jawab mereka sambil menundukkan kepala.

"Apakah kamu tahu, selama ini aku mendengar berita tidak baik tentang anak manja itu. Dia sangat tempramen, banyak orang yang sudah mengundurkan diri dan banyak orang yang tidak tahan dengan sikap anak kecil itu." Alia berkata kepada Afifah saat mereka sudah keluar dari dalam ruangan Erik. Afifah hanya tersenyum menanggapi nya. Bagaimanapun keadaan kliennya nanti dia harus bersikap baik karena melalui dialah rejekinya dikirimkan oleh Tuhan. Dia tidak ingin seperti binatang yang menggigit tangan majikan memberinya makan. Karena itu dia tidak begitu serius menanggapi kata-kata yang diucapkan oleh wanita tersebut.

Semua orang mengetahui sikap yang dimiliki oleh Ibra, putra sulung dari Dimas Ibrahim. Namanya adalah Ahmad Ibrahim tetapi dia tidak suka dengan nama itu karena itulah dia membuat nama baru yaitu Ibra. Tidak boleh ada seorangpun yang memanggilnya dengan sebutan Ahmad atau orang itu akan mendapatkan masalah.

Usianya masih 5 tahun, tetapi sikapnya yang sombong melebihi sikap orang dewasa. Dia memerintah sesuka hatinya, dia memecat semua orang yang tidak disukainya.

Ibra sekolah di sebuah sekolah yang ternama di kota tersebut. Anak kecil itu memang memiliki temperan yang tidak bisa diatur. Dia tidak segan berkata kasar semua orang yang ada di hadapannya. Sebenarnya berita itu sudah sampai ke telinga Afifah. Sebenarnya dia juga sedikit takut menghadapinya tetapi semua ini adalah tantangan baru bagi dirinya. Dengan semangat yang ada di dalam hatinya demi mengobati penyakit ibunya dan demi membayar hutangnya kepada pria sombong itu dia harus bekerja keras dan melakukan semua pekerjaan tersebut.

Alia dan juga Afifah berjalan menuju ruangan makan karena mereka mendapatkan kabar bahwa Ibra sedang berada di sana. Di ruangan makan itu terlihat Ibra duduk menikmati sarapan bersama dengan ibunya. Seorang wanita cantik separuh baya sedang duduk mengawasi putranya menikmati sarapan pagi itu. Dua orang pelayan menggunakan pakaian hitam putih berdiri di belakangnya. Mereka siap menerima perintah apapun yang diberikan oleh majikan mereka.

Diana menyuapi putranya. Tetapi anak kecil itu terus aja menepis tangan ibunya. Ketika sang ibu memberikan segelas susu, susu itu bahkan tumpah membasahi pakaian ibunya.

"Aku tidak mau! Apakah kalian tidak mau mendengar kata-kata aku. Aku tidak mau makan. Aku tidak mau sekolah. Pergi kalian semua. Mama juga pergi. Aku tidak mau melihat Mama!" Ibra berteriak sekuat tenaga. Dia melemparkan semua makanan yang ada di hadapannya. Semua makanan itu tumpah berantakan di lantai. Tetapi anak kecil itu tidak merasa bersalah sedikitpun dia berlari menuju kamarnya.

"Ahmad, jangan lari nak! Kamu bisa jatuh dan terluka. Jangan lari!" wanita paruh baya itu mengejar putra kesayangannya. Mendengar namanya dipanggil dengan sebutan Ahmad membuat ibra semakin marah.

"Mama pergi! Aku sudah bilang aku tidak mau dipanggil Ahmad. Namaku Ibra. Kenapa kalian membuat nama begitu jelek. Pergi kalian semua. Pergi kalian dari hadapanku!" Ibra semakin marah. Dia mengambil piring kemudian mencoba melempar semua orang yang ada di hadapannya. Para pelayan pergi karena merasa takut begitu juga dengan Alia. Dia tidak tahu ternyata masalah yang ada di hadapannya jauh lebih besar dari apa yang dipikirkannya.

Diana akhirnya terpaksa meninggalkan ruangan tersebut begitu juga dengan para pelayan yang sudah menghilang dari pandangan mata hanya Afifah yang masih berdiri dengan setia di sana. Dia masih menunggu sesuatu. Wanita itu bersembunyi di balik pintu ruang makan dan memperhatikan Ibra.

Dari kejauhan wanita berhijab itu bisa melihat ketika Ibra mulai menangis. Ibra duduk di lantai sambil memeluk lutut nya. Dia menangis tanpa suara. Dia menangis tanpa bicara. Dia mencoba menyembunyikan air matanya. Ibra tidak mengetahui jika seorang wanita sedang memperhatikan dirinya. Dia mengira bahwa tidak ada satu orang pun yang melihatnya karena itulah dia mulai meneteskan air mata. Karena bagi Ibra tidak ada yang boleh melihat dirinya menangis. Jika ada yang mengetahuinya maka dia akan mendapatkan hukuman dari ayahnya. Dia sangat takut mendapatkan hukuman itu karena itulah dia bersembunyi di sudut meja makan siang besar tersebut.