Niko mulai melakukan pekerjaannya. Sebagai direktur dari rumah hijau dia memiliki tugas yang tidak mudah. Sebagai direktur dia memiliki tugas yang begitu besar. Semua data perusahaan Hijau Grup ada di rumah itu dan diyakini bertanggung jawab untuk mengamankan semua data perusahaan.
Hijau grup adalah sebuah perusahaan yang paling besar dan ternama. Hijau grup adalah perusahaan yang sebenarnya milik kakeknya. Karena perselisihan keluarga akhirnya Dimas membunuh kedua saudara laki-lakinya demi bisa menguasai perusahaan besar itu. Namun mereka tidak mengetahui jika keturunan Dika telah masuk ke dalam rumah tersebut.
Niko duduk di depan meja dengan sebuah komputer di depannya. Dia mulai melakukan misi untuk menemukan orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan ayahnya. Dia harus menemukan keempat orang itu. Dia masih tidak mengetahui siapa dalang dari orang-orang tersebut. Hatinya bertanya-tanya apakah Dimas memiliki hubungan erat dengan orang-orang yang telah melenyapkan ayahnya.
Ketika berada di sana dia menemukan orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Dimas. Petunjuk pertama yang didapatkan nya dari sang ayah adalah bahwa orang-orang itu memiliki hubungan dekat dengan Dimas yang merupakan paman kandungnya sendiri tetapi Niko tidak mengetahuinya. Pemuda tampan itu tidak mengetahui bahwa dia sebenarnya berada di dalam rumahnya sendiri dia tidak mengetahui bahwa dirinya menangani perusahaan milik kakeknya sendiri. Semua informasi itu masih dirahasiakan oleh Davin.
Beberapa nama kini sudah dicatat oleh Niko. Tetapi dia fokus kepada salah satu nama yang memiliki hubungan sangat erat dengan Dimas. Yaitu Amiruddin. Dengan menggunakan komputer yang ada di hadapannya pemuda tampan itu mulai mencari informasi tentang pria tersebut. Niko menyimpannya di dalam sebuah flashdisk setelah itu membawa informasi itu kembali pulang ke rumahnya.
***
Afifah masih berdiri di tempatnya semula membiarkan Ibra menyelesaikan tangisannya. Setelah anak kecil itu puas menangis barulah Afifah mendekati anak kecil itu dan duduk setara di sampingnya.
"Kamu benar. Sangat wajar jika kamu sangat marah. Bukankah kamu sudah mengatakan kepada orang-orang bahwa kamu tak ingin dipanggil Ahmad, mendengar nama itu pasti membuat kamu semakin marah bukan. Tetapi aku sangat kagum kepadamu. Kamu bisa melampiaskan semua amarah mu dengan melempar semua benda yang ada di hadapanmu. Itu adalah tindakan yang sangat bagus. Dengan demikian kamu tak akan stress." Ibra menoleh ketika mendengar kata-kata yang diucapkan oleh wanita itu. Afifah bahkan tidak mengijinkan anak kecil itu untuk membantah kata-katanya. Dia terus berbicara seperti radio rusak. Tidak peduli apakah ada atau tidak yang mendengarkannya.
Namun tidak ada yang menyadari jika kata-kata itu membuat hati Ibra merasa sedikit lebih baik. Akhirnya ada seseorang yang berada di pihaknya. Selama ini semua orang terus menyalahkan dirinya. Selama ini semua orang terus aja menuntut banyak hal dari nya. Apalagi sang ayah yang menginginkan putranya menjadi anak yang cerdas dan juga berkualitas.
Tidak ada satu orang pun yang peduli dengan apa yang dirasakan oleh Ibra. Tidak ada satu orang pun yang peduli perasaan yang ada di dalam hatinya. Tapi untuk pertama kalinya seorang wanita datang dan mendukung apa yang dilakukannya.
"Perkenalkan, namaku Afifah. Kamu boleh memanggil aku dengan sebutan kakak atau dengan sebutan nama juga tak apa-apa. Aku tidak akan marah." Afifah memperkenalkan dirinya di hadapan anak kecil itu. Anak kecil itu masih terlihat menjauh dari wanita tersebut.
"Aku datang karena aku membutuhkan bantuanmu. Aku punya sedikit rahasia tetapi apakah kamu mau berjanji akan memegang rahasia ini?" Afifah kemudian berbisik di telinga Ibra. Semua itu dilakukannya agar membuat anak kecil itu merasa nyaman. Ibra bangun dari tempat duduknya. Dia mencoba berlari meninggalkan tempat tersebut menjauhi wanita yang baru dikenalnya. Afifah hanya tersenyum melihat tingkah laku Ibra. Dari expression ditunjukkan oleh anak kecil tersebut dia bisa menyimpulkan dengan jelas bahwa anak kecil itu sudah mulai menerima dirinya.
***
Afifah sedang berjalan di taman, ibra sedang tertidur karena dia pergi untuk menikmati makan siang. Namun saat berjalan dia berpapasan dengan Niko. Afifah berjalan di belakang Niko, ketika menyadari bahwa pria yang berjalan di hadapannya adalah pria sombong itu membuat wanita tersebut berbelok mencoba menghindari pria tampan itu. Dia sama sekali tak ingin bertemu dengan pria itu. Dia sama sekali tak ingin memiliki hubungan dengan pria tersebut.
"Aaa...." tetapi wanita itu tiba-tiba terkejut ketika melihat Niko sudah berdiri di hadapannya. Jantungnya terasa hampir copot wanita itu memegang dadanya yang terasa sakit. Melihat pria sombong itu wanita berhijab tersebut kembali memalingkan wajah dan ingin menghindarinya. Tetapi Niko kembali mencoba menghalangi nya. Tadinya dia ingin menyentuh tangan wanita itu tetapi karena dia mengingat kejadian pada malam itu membuat dirinya mengurungkan niat. Dia kemudian berlari dan berdiri di hadapan wanita tersebut.
"Apa? Ada apa?" Afifah bertanya. Wanita berhijab itu tidak mengerti apa yang diinginkan oleh pemuda tampan tersebut dari dirinya. Kenapa pemuda tampan itu terus berusaha mengganggu kesenangan nya.
"Bukankah kamu ingin makan siang?" tanya Niko.
"Ya, lalu?" jawab Afifah.
"Bagaimana jika kita makan siang bersama?" ajak Niko.
"Tidak mau!" jawab Afifah kemudian melangkah meninggalkan pemuda tampan itu. Tetapi niko tidak mau menyerah begitu saja. Pemuda tampan itu berjalan mengikuti langkah wanita berhijab tersebut.
"Kenapa sih kamu sangat sombong. Jika seperti ini aku yakin bahwa kamu tidak akan mendapatkan seorang pacar. Kamu sok jual mahal sekali, jual murah aja tidak laku." pria itu berkata sambil berjalan meninggalkan Afifah. Wanita itu menghentikan langkah kakinya menatap Niko dengan perasaan kesal.
"Astaghfirullahaladzim," ucapnya ber istighfar. Afifah tidak ingin mengotori hatinya denger rasa benci dan marah karena itu dia mencoba menetralisir kemarahan yang ada di dalam hatinya.
Dia kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ruang makan seluruh karyawan yang ada di gedung hijau. Dia mencari tempat duduk yang jauh dari Niko. Wanita itu sama sekali tak ingin memiliki hubungan apapun dengan pria itu. Dia berharap segera mendapatkan uang agar bisa membalas hutangnya kepada pria sombong tersebut.
"Afifah, sini!" Alia memanggil Afifah untuk duduk bersama dengannya. Wanita berhijab itu menjadi tersenyum kecut karena akhirnya pria sombong itu bisa melihat wajahnya. Dia pun terpaksa duduk di samping Alia.
"Apakah kamu tidak takut?" Alia bertanya kepada Afifah. Wanita itu sangat ketakutan seketika melihat Ibra mengamuk. Karena itulah dia bertanya. Tetapi Afifah hanya menggelengkan kepala. Wanita itu tersenyum kecut karena sesungguhnya yang ditakuti nya bukanlah Ibra melainkan pria sombong yang bahkan dia tak tahu namanya. Wanita berhijab itu terus menundukkan kepala. Dia benar-benar ingin bersembunyi.