Chereads / Dear Harapan / Chapter 2 - Awal Mimpi

Chapter 2 - Awal Mimpi

Sinar pagi telah mengintip dicela - cela rumah Rima bagai menghibur anak gadis ini, orang tuannya sibuk mempersiapkan perlengkapannya untuk ke sawah, sementara Rima seperti biasa membantu ibunya menyiapkan sarapan pagi untuk kedua orang tuanya, aktivitas ini di lakukan tiap hari, ketika semuanya beres barulah Rima beranjak untuk pergi kerja menjadi tukang cuci di sekitar rumahnya.

Rima tidak malu dengan keadaan ini, walaupun sebayanya sering mencemooh namun tidak menjadi masalah buatnya, niatnya sudah bulat untuk membantu orang tuanya, umurnya yang masih muda menjadikan dirinya bahwa Rima lah satu - satunya yang bisa membantu orang tuanya.

Walaupun ada harapan untuk sekolah sama seperti anak - anak lainnya, namun apa daya semua itu hanyalah impian, dia harus bekerja keras mengumpulkan uang untuk mempersiapkan diri masuk sekolah.

"Rima, kamu kerja di mana lagi nak? kelihatan kamu lelah dari pulang kerja kemarin kamu jarang istirahat, ibu perhatikan, kamu istirahat nak, jangan paksa dirimu, jika kamu sakit bagaimana dengan ayah dengan ibu nak?"

"Aku baik - baik saja ibu, biarlah lelah aku menjadikan aku semangat untuk mengejar mimpi aku, hari ini aku kerja di rumahnya ibu Tini, mungkin dua rumah saja yang aku tempati kerja setelah itu aku pulang ke rumah."

"Iya nak, kamu istirahat saja, karena kamu kelihatan lelah, ibu pergi ke sawah dengan ayah, nanti ibu bawakan jagung ya nak?"

"Terima kasih, jangan repot-repot ibu bawah ke sini soalnya berat.''

"Tidak apa sayang, ibu sudah biasa dengan hal berat, apalagi cuma membawakan Rima jagung, tidaklah berat nak, sesungguhnya permata hati ibu cuma Rima jadi ibu harus betul-betul menjaga Rima, walaupun kita ini tidak mampu akan tetapi kita harus berjiwa besar bahwa sesungguhnya kita ini mulia di mata kita sendiri karena tidak berpangku tangan nak, tidak meminta - minta kepada mereka yang berjaya."

Sesungguhnya orang miskin lebih mulia daripada mereka orang kaya jikalau akhlak mereka jaga, mereka sadar bahwa karena kemuliaannya maka rencana Allah dia titipkan kepadanya nasib seperti itu, mereka tidak meminta, mereka tidak menangis karena nasib, mereka tetap tersenyum di atas penderitaannya.