Apa yang kau lakukan Rafael?" ucap Zoya kesal namun bukan Rafael namanya jika tak bisa membuat Zoya kesal menjadi tersenyum. "Kenapa kau keluar dari kamarmu dan kenapa kau menyelimuti tubuhku dengan ini, kau tak merasakan panas di dalam, aku di sini merasa gerah kau tahu itu?" ucap Rafael membuat Zoya meringis dia lupa jika di ruang tengah memang belum memiliki AC adapun di ruang tamu dan tak mungkin jika dia menyalakannya. "Maafkan aku, aku pikir kau bakal kedinginan maka dari itu aku memasangkan selimut," ucap Zoya menahan malu karena dirinya kurang faham situasi di rumahnya sendiri.
"Aku akan mengambil air minum apakah kau juga menginginkannya?" tanya Zoya mengalihkan pembicaraan karena dia tak mau larut dalam perasaan yang canggung.
"Ambilkan juga untukku." ucap Rafael. Zoya melangkah pergi meninggalkan Rafael yang masih terdiam di sofa. Ada perasaan aneh menjalar di hatinya namun tak mungkin jika dia mengutarakannya pada Zoya, dia tahu jika Zoya sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja maka lebih baik untuk tidak mengganggunya dan menunggu saat yang tepat adalah pilihan yang terbaik membiarkannya untuk tidak berkoar-koar terlebih dulu.
"Ini ambillah!" Zoya menyerahkan segelas air putih kepada Rafael yang terlihat bengong sedari tadi. "Apa ada yang dipikirkan? Kau bisa berbagi denganku Rafael?" ujar Zoya mendengar hal itu tentu saja dia terkekeh. "Kemarilah," ucap Rafael meminta Zoya untuk duduk di sampingnya. "Kau tahu, kau sangat cantik Zoya terlalu sayang jika harus bersanding dengan dia yang bisanya hanya menyakiti wanita," ucap Rafael.
"Terima kasih Rafael atas pujian yang kau berikan. Demi Tuhan apapun dia tetaplah dia suamiku maka tak sepantasnya aku membalasnya." Rafael menautkan kedua alisnya. "Meskipun dia telah melukaimu, mengkhianati cintamu itu? Kau terlalu naif Zoya, ayolah buka matamu dan lihatlah dunia betapa semua terasa sangat disayangkan jika kau lewati begitu saja," seru Rafael. Zoya menggeleng pelan. "Jangan kau bawa dunia Rafael karena kau takkan bisa menyamai kebesarannya."
"Oke jika bukan itu lantas apa kata yang tepat untuk menjabarkannya Zoya? Aku sudah berkeliling dunia kau tahu itu, dan aku sudah banyak menemukan tempat indah di berbagai penjuru dunia namun satu yang belum aku temukan...cinta sejati, itu belum aku temui di dunia ini Zoya," ucap Rafael tatapannya tertuju pada Zoya yang juga menatapnya.
Zoya melepaskan genggaman tangannya pada Rafael dan bergegas bangkit dari duduknya dia tak ingin berada dalam situasi yang membuatnya semakin buruk nantinya. "Kau mau kemana Zoya?" tanya Rafael menatap tajam pada Zoya membuatnya bergidik ngeri melihat tatapan tersebut mengingatkannya pada Ashraf suaminya, "Ah, kenapa aku jadi memikirkannya padahal sudah jelas mereka pasti sedang bergulung selimut bersama dalam satu ranjang," gumam Zoya meringis mengingat nasibnya sendiri seorang istri yang tak diakui oleh mertuanya. Lebih tepatnya jika Ashraf merasa belum siap, apakah itu semua hanya alasannya saja agar terbebas dari rasa bersalahnya terhadapku, Zoya mulai memikirkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya karena dia sendiri pun tak ingin semakin terluka karenanya.
"Apa yang kau pikirkan Zoya, apakah kau sedang memikirkan masa depanmu?" tanya Rafael membuat Zoya terkejut karena dia sedang memikirkan Rafael yang terlihat lebih tampan dari biasanya dan juga kenapa dia justru memikirkan dirinya, apakah sakit hati yang ditinggalkan oleh Ashraf terlalu mendalam sehingga dia benar-benar ingin melupakan sosok yang telah membuatnya. merasakan sakit berkali-kali lipat sakitnya, padahal selama ini dia tak pernah berbuat curang kepada siapapun namun dengan mudahnya Ashraf menyakiti hatinya membuat luka hatinya bertambah besar.
"Lupakan Rafael aku hanya sedang kepikiran dirinya yang selalu saja membuatku tertekan dan sekarang aku sudah bebas darinya."
"Oh iya soal rencana yang kau tawarkan padaku, itu hanya bercanda kan?" tanya Zoya membuat Rafael berfikir sejenak. "Tawaran?" ucap Rafael. "Ya tawaran untuk mengikuti fashion week di Paris?"
"Itu pasti Zoya aku akan menjadikan dirimu bintang apakah kau setuju dengan usulan dariku?" ujar Rafael. "Kita pergi pekan depan dan mari wujudkan mimpimu di sana," lanjutnya.
Satu hal yang membuat Zoya senang bersahabat dengan Rafael adalah ini, dia selalu memberikan kejutan yang membuatnya senang. "Jika kau ingin membalas sesuatu pada seseorang, balas dengan cara yang cantik, aku tidak mengajarimu untuk berbuat jahat namun memberikan balasan pada orang yang melukai kita juga perlu, kau bisa memulainya dan aku akan membantumu."
Zoya merasa mendapatkan angin segar mendengar perkataan Rafael padanya. "Yakin kau akan membantu diriku?" tanya Zoya memastikannya dia tak ingin membalas apa yang Ashraf lakukan terhadap dirinya kemarin.
****
Kiraz pergi ke kamar hotelnya malam ini adalah malam pertama untuknya tapi kenapa Ashraf justru pergi meninggalkannya sendiri bersama dengan para tamu yang masih ada di ballroom hotel tersebut. Kiraz kesal kenapa Ashraf tega meninggalkannya sementara masih banyak tamu yang datang dan mencari keberadaan dirinya di sana.
"Kenapa kau di sini bukankah pestanya belum usai, apakah kau sengaja menghindarinya dan sekarang untuk apa kau minum-minum seperti itu seperti orang yang sedang patah hati saja," seru Kiraz dan Ashraf segera menghampiri Kiraz dan mencengkram dagunya. "Kau pikir saja sendiri. Aku sudah memiliki istri dan kau justru membuatku berpisah dengannya apakah kau bukan manusia hah? Aku masih sangat mencintainya kau tahu dan sekarang aku melihatnya datang ke pesta ini dengan laki-laki lain apakah itu hal baik? Tidak, aku yakin dia sakit sesakit hatiku karena telah meninggalkannya hanya demi kamu wanita tak tahu malu yang gila ketenaran dan harta, apa kau pikir aku suka denganmu? kau harus ingat jika ini hanyalah settingan belaka tanpa adanya cinta," ucap Ashraf penuh penekanan di akhir kalimat membuat Kiraz kesal karena selama ini pula pengorbanannya sia-sia belaka.
Kiraz mendekati Ashraf yang setengah mabuk dan dengan cepat menampar pipi kiri Ashraf.
Plak!
"Puas kau mengatakan diriku seperti itu, apa bedanya kau denganku. Aku tak peduli kau telah memiliki istri atau pun tidak bagiku semua sama aku sama-sama gila kekuasaan seperti dirimu Ashraf."
"Siapa wanita itu katakan padaku aku akan menghabisi nyawanya," ucap Kiraz marah dengan apa yang dilakukan Ashraf padanya. "Kau tidak perlu berbuat senekad itu Kiraz kau tahu sebaiknya kau membuktikan pada dunia jika memang kau lebih baik darinya, wanita berkelas tidak akan melakukan kekerasan kau ingat itu." Mendengar perkataan Ashraf, Kiraz mengepalkan kedua tangannya karena kesal tiada terkira kenapa dia begitu bodoh tanpa berpikir terlebih dahulu mengenai masa lalu seorang Ashraf dan mau dengan mudah menerimanya sebagai seorang suami tanpa memikirkan semuanya.
Siapa yang harus dia salahkan?