Ashraf menjadi gila karena tiba-tiba Zoya memutuskan untuk pergi ke Paris bersama dengan Rafael fotographer yang sedang naik daun karena bidikan kameranya yang cantik.
"Paman apakah kau tahu dimana istriku berada?" seru Ashraf pada Zaid yang masih berdiri di depan pintu apartemen miliknya lebih tepatnya apartemen Zoya karena wanita itulah yang lebih dulu tinggal di sini.
"Istrimu?" Zaid mengerutkan keningnya. "Setahuku kau baru saja menikah kemarin bukan? Lantas kenapa sekarang kau mencari dirinya kesini? Jika yang kau maksud adalah Zoya mantan istrimu maka aku akan mengatakannya padamu di mana dia?" seru Zaid yang juga ikut kesal dengan apa yang terjadi terhadap Zoya wanita yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.
"Tuan Ashraf asalkan kau tahu, Zoya adalah wanita tangguh yang saya kenal selama ini. Jadi apapun yang kau lakukan padanya saya yakin dia bisa bertahan sampai nanti. Dan saya yakin dia bisa lebih sukses dari Anda saat ini."
Mendengar hal itu tentu saja Ashraf kesal namun setengah hatinya dia senang karena faktanya Zoya tidak serta merta terpuruk oleh keadaan yang sangat menyakitkannya. Ashraf yakin Zoya bisa bertahan dan dia akan menjemputnya suatu saat nanti.
"Apakah kau tahu di mana dia akan menetap?" tanya Ashraf. Zaid hanya menggelengkan kepalanya singkat. "Dia hanya berpamitan padaku jika dia akan memulai karirnya sebagai model di Paris dan dia tidak mengatakan apapun lagi selain berpesan untuk tidak melupakan dirinya apapun yang terjadi." Zaid mengenang perpisahannya dengan Zoya kemarin malam.
"Baiklah terima kasih atas informasinya," ucap Ashraf segera berlalu meninggalkan Zaid yang masih saja tak percaya dengan apa yang baru saja didengar olehnya, seorang Ashraf yang sudah dikenal publik telah menikah dengan seorang bintang ternama justru mencari mantan istrinya yang tempo hari ditinggalkannya hanya demi sebuah karir popularitas yang tidak selamanya akan terus berada di atas.
Mungkin setidaknya dia pernah merasakan berada di atas sana, itulah yang sering disebut olehnya dulu sewaktu dia masih bersama dengan Zoya.
Dengan langkah gontai dia segera pergi dari apartemen yang selama ini dia datangi ketika bersama dengan Zoya. Sekarang tak ada lagi yang membuatnya bahagia karena Zoya kekasih hatinya telah pergi meninggalkannya karena keegoisannya sendiri.
"Faiz kita segera pulang saja, aku ingin bertemu dengan ibuku," seru Ashraf pada Faiz yang sedang mengemudikan mobilnya Faiz pun hanya mengangguk mengiyakan perkataan bosnya yang notabene adalah sahabatnya itu.
"Kau menyesal sekarang?" ucap Faiz tanpa menoleh ke arah Ashraf dia sendiri merasa kesal dengan sahabatnya namun apalah daya dia tak memiliki kuasa apapun terhadap dirinya. Walaupun harus memohon sekalipun sepertinya tak ada guna karena faktanya sekarang Zoya telah pergi meninggalkannya. Faiz pun merasa kehilangan sosok yang hangat dan humble tersebut. Bagaimana pun Zoya sosok pengganti ibunya yang telah pergi untuk selamanya.
Ashraf menghembuskan nafasnya setelah mobil yang ditumpanginya telah sampai di depan rumah Abraham ayahnya.
"Turunlah maafkan aku tidak bisa mengantarkan dirimu ke dalam karena aku ada urusan lain yang harus segera aku selesaikan, terlebih dahulu."
"Baiklah, terima kasih," seru Ashraf pada Faiz.
"Jika kau butuh sesuatu kau hubungi saja diriku, tapi jika aku sedikit slow aku mohon maaf karena memang hari ini aku sangat sibuk. Sampai jumpa."
Faiz segera meninggalkan sahabatnya itu di depan rumahnya pergi menemui seseorang yang entah kapan lagi dia akan bisa bertemu dengannya. Ya dia adalah Zoya, faiz akan menemui dirinya sebelum dia pergi ke Paris nantinya.
Kembali ke Ashraf yang langsung bertemu dengan Salmah sedang duduk di kursi rodanya melihat acara televisi. "Ummi, kenapa sendirian di mana yang lainnya?" seru Ashraf menghampiri Salmah dan menekuk lututnya di depan kursi roda Salmah.
"Ummi lagi memikirkan nasib mantan istrimu Zoya, aku tahu bagaimana hatinya sekarang. Bukan hanya luka yang dirasakan olehnya namun juga trauma kau tahu," seru Salmah tatapannya kosong hatinya hancur karena anaknya ternyata tidak jauh berbeda dari ayahnya Abraham. Dia yang selalu saja berselingkuh di belakangnya namun Salmah berpura-pura untuk menutup kedua matanya karena tak ingin anak-anaknya tahu bagaimana bejatnya kelakuan bapaknya itu.
"Maafkan aku Ummi, karena nyatanya aku tidak dapat mempertahankan dirinya. Dia juga sudah pergi meninggalkan kota ini pergi ke Paris mengejar mimpinya."
Ashraf memegang kedua tangan Salmah, dia merasa begitu bersalah karena telah menelantarkan wanita yang dia cintai selama ini mungkin benar pepatah sesal datang ketika orang yang kita cintai telah pergi berlaku untuknya.
Ashraf kehilangan semuanya meskipun dia memiliki kekayaan dan juga popularitas namun hatinya merasa hampa itulah yang sedang dia rasakan saat ini. Apakah ada pintu maaf untuknya dari Zoya sementara saat ini saja dia lebih memilih untuk menjalani kehidupannya menjauh darinya. Apakah waktu akan mengijinkannya bersatu kembali bersama dengan wanita ini?
"Sekali lagi Ashraf minta maaf pada Ummi, aku pun menyesal telah melakukan semua ini padanya aku pikir dia akan mau bersabar bertahan denganku sebentar lagi tapi nyatanya dia justru pergi menikmati kesedihannya sendiri," ujar Ashraf menangis karena memang sudah tidak tahan lagi dengan keadaan ini.
Andai waktu bisa diulang kembali mungkin Ashraf tak mau melakukan kesalahan dan bahkan lebih baik dia kehilangan popularitasnya daripada harus kehilangan orang yang dia sayangi.
"Apa kalian sudah selesai, jika sudah segera persiapkan dirimu untuk pergi honey moon Papa sudah menyiapkan dua tiket pesawat pergi ke New York."
Ashraf dan Salmah saling pandang mendengar penuturan Abraham yang terdengar mendadak di pendengaran mereka berdua.
Berbanding terbalik dengan Ashraf, Zoya justru sedang persiapan untuk perjalanannya menuju ke Paris.
Ting tong
Ting tong
"Siapa?" seru Rafael menatap pada Zoya yang hanya mengedikkan bahunya. "Biar aku yang buka," ujar Zoya segera menuju pintu utama.
Ceklek.
"Assalamu'alaikum," sapa Faiz dengan senyuman manisnya menggoda Zoya. "Astaga maafkan aku Faiz aku benar-benar lupa jika ada janji denganmu dan juga aku terlalu asyik dengan barang-barang yang akan ku bawa ke Paris. Masuklah!" seru Zoya. "Aku buatkan minum dulu," lanjutnya. Zoya langsung ke dapur membuatkan minum untuk Faiz.
"Siapa yang datang?" suara Rafael menginterupsi masuk ke dapur. "Oh, itu dia Faiz asistennya Ashraf, aku sengaja mengundangnya ke sini karena aku akan berpamitan dengannya," seru Zoya sedangkan Rafael yang mendengarnya hanya memainkan alisnya naik turun. "Tidak buruk!" ujar Rafael. "Maksudnya?" giliran Zoya yang bingung dengan tanggapan yang dilontarkan oleh Rafael. "Ya setidaknya kau mengucapkan selamat tinggal pada mereka yang sudah menyakiti hatimu," seru Rafael. "Tidak, dia tidak masuk dalam kategori tersebut, justru selama ini dialah yang membantuku tiap kali ada masalah dengan mantan suamiku," sela Zoya.
"Semoga saja dia tak memiliki maksud lain terhadap dirimu Zoya, apapun itu kau harus pandai dalam memilih dan memilah jangan sampai kau salah langkah."
Zoya terdiam mencerna perkataan Rafael sahabatnya itu.