"Apa aku sudah terlihat cantik, Noel?" tanya Alodie sembari memoleskan bedak pada wajahnya, mereka tengah diperjalanan, dan Alodie terus bertanya seperti itu pada saat setelah memoleskan bedak, lipstik, bahkan membenarkan eyeliner di matanya. Namun, Noel tak pernah lelah menjawab.
"Ya, Nona. Kau sudah sangat cantik," balas Noel.
Alodie tersenyum puas, ia memasukan alat-alat make-upnya ke dalam tas, kemudian kembali fokus pada jalanan yang tengah mereka lewati.
"Noel," panggil Alodie tiba-tiba kala Alodie mengingat sesuatu hal yang perlu Alodie pertanyakan.
Noel menoleh, kemudian kembali fokus ke arah jalanan, "Ya, Nona. Kau membutuhkan sesuatu?"
Mendengar itu, Alodie menggelengkan kepalanya, "Tidak - aku hanya ingin bertanya," balas Alodie.
Belum sempat Noel menjawab, Alodie sudah kembali berujar, "Menurutmu— dari mana Ferisha berada?" tanya Alodie.
Alodie menghembuskan nafasnya perlahan, "Maksudku - aku tidak memperdulikan marga, darimana pun dia berasal, tak masalah bagiku. Namun, bukankah Ferisha terlihat penuh tanda tanya? Ferisha banyak menyembunyikan sesuatu, bahkan–
"Nona, kita sudah sampai." tukas Noel seolah tidak ingin membahas hal itu dengan Alodie.
Seolah melupakan perbincangannya dengan Noel, Alodie menarik kedua sudut bibirnya ke atas, setelah itu segera turun dari dalam mobil tanpa menunggu Noel membukakan pintu untuknya.
Sepertinya Alodie sungguh tak sabar.
"Tunggulah di dalam, Noel." kata Alodie kala Noel hendak keluar dari dalam mobil, dan dengan terpaksa Noel kembali masuk ke dalam mobil.
Alodie sendiri mencoba untuk mengambil langkah, dirinya mencoba mencari keberadaan seorang pria dari banyaknya orang-orang yang berlalu lalang, di taman kota. Ya, tak heran jika Alodie merasa kesulitan dengan hal itu.
Menyadari jika Alodie akan sangat kesulitan menemukan pria itu, Noel tiba-tiba keluar dari dalam mobil, "Nona— sebenarnya dari mana kau mengenal pria itu? Kau tampak kesulitan mencarinya," kata Noel merasa khawatir dengan Alodie.
Tanpa menoleh, Alodie terus mengedarkan pandangannya, "Aku menemukan pria itu dari aplikasi dating, Noel. Berhenti berbicara dan masuklah!" kesalnya sembari meraih ponselnya kemudian mendial salah satu nomor yang tersedia di ponselnya.
"Ak–
"Hallo, shhhh…
"Shit!" umpat Alodie memutuskan sambungannya secara sepihak kala panggilan tersambung dan pada saat itu pula Alodie mendengar suara desahan.
Alodie berjalan memasuki kembali mobil, dengan raut wajah yang tertekuk sempurna.
"Ada apa, Nona?" tanya Noel mengalihkan arah pandangnya pada Alodie.
Alodie menghembuskan nafasnya kasar, "Kau tau, Noel! Pada saat aku menghubungi pria sialan itu, aku mendengar desahan seorang wanita. I'm so damn pissed off! Ayo, kita pergi ke resort saja. Ferisha dan Kak Gavin pasti menunggu."
***
Ferisha berdecak sebal kala dirinya mengingat, ponsel miliknya ada pada Gavin. Ya, Ferisha dan Gavin memang berada di resort berbeda, bersebelahan tentunya. Sebenarnya Gavin mengatakan jika mereka akan tertidur dalam satu kamar, namun Ferisha menolak keras membuat Gavin tak memberi respon apapun, entah apa rencana Gavin sebenarnya.
Ferisha ingin pergi menemui Gavin, tentu saja ponselnya sangat penting - Ferisha tak bisa mengabaikannya begitu saja. Sebelum Alodie kembali, Ferisha harus segera datang untuk mengambil ponselnya.
Ferisha keluar saat setelah membukakan pintu, seketika suasana tenang mengalir dalam tubuhnya, melihat suasana di luar resort, juga pemandangan yang masih terlihat asri, ah— sayangnya Ferisha tak mengeluarkan sepeserpun untuk diam di tempat ini, tentu saja Gavin sudah mengurusnya.
Dengan menghiraukan segala sesuatu yang menyangkut tentang pemikiran tenangnya, Ferisha berjalan dengan langkah cepat, Ferisha harus menyelesaikan ini dengan tuntas, atau jika tidak - Alodie akan datang dan memergokinya.
Tok!
Tok!
Ferisha mengetuk pintu, tak perlu menunggu lama hingga pintu terbuka, menampilkan Gavin dengan kemeja tanpa jasnya.
"Aku ingin mengambil ponselku," kata Ferisha tanpa banyak berbasa-basi.
Gavin yang mendengar itu pun membalikkan tubuhnya, berjalan meninggalkan Ferisha di ambang pintu, "Ambillah jika bisa, baby." kata Gavin.
Apa katanya? Ferisha menggeram kesal, dirinya melangkah masuk ke dalam kamar Gavin, tak lupa menutup pintunya kembali, berharap Alodie tidak datang secara tiba-tiba dan terjadi kesalahpahaman diantara mereka.
Ah, tidak - Ferisha tidak ingin membiarkan itu terjadi.
"Ayolah! Aku tak memiliki masalah dengan mu!" kesal Ferisha pada Gavin yang tampak santai, menundukan dirinya di sofa dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Tatapan tajam itu mengamati Ferisha yang berdiri tepat di hadapannya.
"Ingin ponselmu kembali, hm?" tanya Gavin, cukup tenang - namun terkesan penuh penekanan.
Belum sempat Ferisha menjawab, Gavin sudah lebih dulu buka suara, "Kiss me." sambungnya.
Ah, shit!
Ferisha diam tanpa mengatakan sepatah katapun, menatap Gavin dengan tatapan tak percaya, "Mengapa kau terus mengganggu–
"Jika kau tak ingin aku mengganggumu, serahkan keperawananmu, baby. Bercintalah dengan ku," tukas Gavin.
Dengan menghembuskan nafasnya perlahan, Ferisha mendudukan diri di samping Gavin, tubuhnya menyamping - agar mampu terfokus pada Gavin sepenuhnya, "Dengarkan aku, aku tak memiliki permasalahan apapun dengan mu, aku tak tertarik pada mu, jadi tolong - berhenti menggangguku," kata Ferisha dengan nada sepelan mungkin, berusaha membuat Gavin mengerti.
Gavin menaikan sebelah alisnya, tersenyum miring ke arah Ferisha, "Cium aku untuk ponsel mu, dan bercinta dengan ku untuk lepas dari ku," kata Gavin.
Tangan kekar Gavin tiba-tiba terulur, menyelipkan anak rambut Ferisha, "Seberapa sulit kau melakukan itu, hm?" tanya Gavin dengan nada rendahnya.
Ferisha sungguh terpesona dengan perlakukan Gavin padanya, Gavin sukses membuatnya merasa jatuh sejauh-jauhnya, namun—
Dengan cepat Ferisha mencoba menepis kasar perasaan itu, Ferisha harus segera menyelesaikan ini semua, dan Ferisha harus segera mendapatkan ponselnya.
"Baiklah, i will kiss you." kata Ferisha saat setelah memantapkan diri.
Ferisha bangkit dari duduknya, ia membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan Gavin yang masih terduduk di sofa, ia semakin mendekat ke arah Gavin, namun belum sempat Ferisha menyatukan bibir mereka, Gavin sudah lebih dulu menarik pinggang Ferisha, hingga wanita itu terjatuh di pangkuan Gavin, "I will kiss you, baby." gumamnya setelah itu menyatukan bibir keduanya.
Gavin memejamkan matanya, menikmati bibir ranum Ferisha yang selalu menjadi mimpi baginya. Bahkan, Ferisha ikut memejamkan matanya, merasakan sesuatu hal yang begitu menyenangkan - kali pertama Ferisha merasakan sesuatu hal yang menurutnya begitu istimewa.
Ferisha terbuai oleh ciuman panas mereka, bahkan kedua tangannya sudah melingkar di leher Gavin, sedangkan tangan Gavin sudah mulai bergerak kesana-kemari, membuat Ferisha menggeram tertahan di sela ciuman mereka.
"Ahhh… hentikan…" kata Ferisha mulai mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya, mereka saling memandang satu sama lain, seolah ada niat lain dalam diri mereka.
Ferisha mencoba untuk tetap sadar, tangannya bergerak, menyentuh dada bidang Gavin, membuat Gavin kembali memejamkan matanya, menikmati jari-jari lentik Ferisha yang menari kesana kemari, turun ke perut sixpacknya, setelah itu…
"I got it!" kata Ferisha meraih ponsel miliknya di dalam saku celana Gavin.
Gavin yang melihat itu terkekeh dibuatnya, "Good girl."
Ah, shit! Ferisha sudah seperti jalang disini.