Ferisha mengusap air matanya kasar, duduk di tepi ranjang, tentu saja Ferisha sudah memakai pakaian lengkap, dirinya sungguh merasa dilecehkan kala Gavin menelanjanginya, lalu bermain-main dengan tubuhnya. Ferisha menyadari setiap perlakuan Gavin padanya adalah salah, setelah Gavin bermain-main dengan Ferisha di atas tempat tidur, Gavin pergi untuk menuntaskan diri di dalam kamar mandi yang masih ada di dalam kamar Ferisha, tak habis pikir dengan apa yang Gavin lakukan.
Gavin memang tidak memperk*sanya, namun Gavin melecehkannya, Ferisha tetap tak mengerti dengan bagaimana Gavin berpikir.
Untuk sesaat, Ferisha membiarkan dirinya tenang terlebih dahulu, menghapus air matanya setelah itu bersikap seolah biasa saja, dirinya tidak boleh terlihat lemah dihadapan Gavin, Gavin pasti mengejeknya karena beberapa saat lalu Ferisha tampak menikmati, dan sekarang Ferisha menangis, jelas itu tidak benar.
"Aku akan menginap disini," kata Gavin tiba-tiba saja keluar dari dalam kamar mandi dengan hanya memakai boxer dan tubuh bagian atasnya yang dibiarkan telanjang.
Ferisha bangkit dari duduknya, ia menatap Gavin dengan tatapan tak percaya, "Apa maksudmu? Jika kau ingin tidur disini, setidaknya biarkan aku tidur ditempat la--
"Aku ingin tidur dengan mu," tukas Gavin membuat Ferisha melongo tak percaya.
Ferisha menggelengkan kepalanya pelan, "Kau gila! Apa maksudmu, apa kau tak merasa bersalah padaku dengan--
"Kau menikmatinya, baby." Lagi dan lagi Gavin menukas ujaran Ferisha, namun kali ini Gavin tampak berjalan dengan langkah pelan, mendekat ke arah Ferisha, membuat Ferisha menelan ludahnya susah payah, seolah tak dapat berkata-kata.
"A-- apa yang kau lakukan?" tanya Ferisha gugup, bahkan Ferisha kini sudah terduduk di atas tempat tidur, ulah Gavin yang terus mendekatkan diri, rasanya sangat menyebalkan - Ferisha ingin lari.
"Baby," kata Gavin dengan suara beratnya, tampak bersimpuh dihadapan Ferisha yang tengah terduduk di atas tempat tidur, tangan besar Gavin meraih tangan Ferisha ke dalam genggamannya, kemudian menatap Ferisha dengan tatapan yang begitu dalam, Ferisha terpaku dengan tatapan tajam itu.
"Jika kau tidak mengizinkan ku tidur bersama mu disini," sambung Gavin dengan senyum sinis diwajahnya, namun setelah itu Gavin kembali merubah raut wajahnya menjadi begitu datar, "Aku bisa melakukan hal lebih padamu, dan membuat mu menyesalinya. Kau tak ingin bukan kita bercinta tanpa seizin mu?" tanya Gavin dengan penekanan disetiap katanya.
Ferisha bungkam, hanya untuk menjawab apa yang Gavin katakan saja rasanya sulit, alhasil Ferisha menggelengkan kepalanya pelan, masih dengan memasang raut wajah penuh ketakutan, aura Gavin jelas tak main-main.
Cup
"Jangan membantah, hm?" kata Gavin saat setelah mengecup punggung tangan Ferisha lembut.
Jika boleh, Ferisha ingin melarikan diri sekarang juga, namun - tentu saja hal itu mustahil, Ferisha tau jika hal itu tak mungkin terjadi, apalagi melihat Gavin yang kini mulai membopong tubuhnya dan membaringkannya di atas tempat tidur, Ferisha sungguh tak bisa memberontak, padahal sedari awal Feriska sudah mencoba untuk memantapkan diri, untuk menolak apapun yang akan Gavin lakukan.
Bodoh sekali bukan?
Tak sampai disitu, Gavin bahkan naik ke atas tempat tidur, lantas ikut membaringkan diri disamping Ferisha, menarik Ferisha ke dalam dekapannya setelah itu menutupi tubuh mereka menggunakan selimut.
"Diamlah, baby. Nikmati saja, jangan bodohi dirimu dengan terus menghindar dariku," kata Gavin dengan suara rendahnya, namun tetap penuh penekanan.
Ferisha lagi-lagi pasrah pada keadaan, dirinya bahkan dapat menyentuh tubuh atletis Gavin yang tampak tidak terbalut apapun.
Cukup lama mereka diam dalam keheningan, toh Carissa pun tak tau harus apa dan bagaimana, dirinya tak bisa memberontak, jujur saja - rasanya nyaman sekali ada di samping Gavin seperti ini.
"Baby, jangan memikirkan apapun yang bahkan tidak perlu kau pikirkan," kata Gavin tiba-tiba setelah cukup lama diam dalam keheningan.
Ferisha mengernyitkan dahinya bingung, merasa tak mengerti dengan apa yang Gavin tanyakan, lantas Ferisha mendongakan kepalanya, tidak mengatakan sepatah katapun, karena memang tak ada yang bisa Ferisha lontarkan disini.
"Apa jika aku tidak tidur dengan mu kau akan menangis, hm? Memikirkan permasalahan yang tak kunjung selesai?" Gavin kembali bertanya, Ferisha berpikir - apa Gavin mengatakan hal ini karena saat itu Gavin menemukan Ferisha tengah menangis seorang diri di taman? Ah, sangat memalukan.
Tiba-tiba saja tangan Gavin terangkat, mengusap rahang tak seberapa Ferisha, kemudian bergerak mengusap bibirnya, hingga Gavin tiba-tiba mendekatkan diri setelah itu mengecup bibir Ferisha sedikit lebih lama.
"Aku benci melihat mu menangis," kata Gavin.
Ferisha mencekal tangan Gavin, menghentikan gerakan di pipinya, "Kau mengatakan itu, tapi kau membuat ku menangis!!" kesal Ferisha melepaskan tangan Gavin dengan kasar, kemudian bangkit dari tidurnya namun Gavin kembali menarik tangan Ferisha hingga kembali berbaring di samping Gavin, tak sampai disitu - Gavin memeluk Ferisha lebih erat lagi.
"Kau menangis, tapi awalnya kau menikmati," kata Gavin terkekeh sembari meletakan dagunya di atas kepala Ferisha, semakin menekan Ferisha agar menenggelamkan wajahnya di dada bidang Gavin.
"Diamlah, jangan memberontak atau aku akan mengulanginya lagi," kata Gavin membuat Ferisha sontak terdiam, Ferisha seolah mengerti dengan apa yang Gavin katakan, memang pada kenyataannya sulit bagi Ferisha membuat Gavin memahami keinginannya saat ini.
"Apa kau tak berpikir?" tanya Ferisha tiba-tiba, Gavin masih diam membuat Ferisha kembali buka suara, "Kita ini hanya pria dan wanita yang tidak mengenal satu sama lain, kau maupun aku adalah orang asing, apa tak canggung bagimu memeluk ku se–
"Kau bukan orang asing, Ferisha! Diamlah, kau tak tau apapun," tukas Gavin tak suka, pelukannya semakin erat membuat Ferisha dibuat bungkam.
Jujur saja, Ferisha dapat merasakan aura mencekam yang keluar dalam diri Gavin.
***
Tok! Tok! Tok!
Ferisha membuka matanya, dirinya tampak terpaku pada saat pandangannya tertuju pada wajah Gavin yang ada di hadapannya saat ini, Gavin begitu tampan, dalam segi apapun.
Jangan gila!
Ferisha menggelengkan kepalanya kuat, dirinya tak boleh tenggelam dalam pikiran bodohnya itu.
Pukul empat pagi, Ferisha bangkit dari tidurnya, siapa yang datang dipagi buta seperti ini? Mungkin saja Alodie, namun Ferisha yakin Alodie tidak akan datang sepagi ini, Ferisha pikir itu pelayan.
Dengan gerakan pelan, Ferisha menuruni tempat tidur, dirinya berdecak sebal kala kancing pakaiannya tampak terbuka, menampilkan pa*udaranya yang bahkan sudah keluar dari dalam bra, melirik Gavin dengan tatapan penuh permusuhan, kemudian menghembuskan nafasnya kasar.
Ferisha bodoh karena tidak menyadari itu pada saat dirinya tertidur, seharusnya Ferisha tak bertemu dengan pria mesum seperti Gavin.
Setelah memastikan pakaiannya kembali rapi, Ferisha kembali berjalan, terlebih lagi suara ketukan pintu itu kembali membuat Ferisha jengah.
Tok! Tok!
"Ya, tunggulah!" kata Ferisha bersiap membukakan pintu dan kedua mata Ferisha membulat sempurna.