"TIDAK BISA!" Suara lantang itu terdengar dari ambang pintu. Naira dan Ibunya menoleh dengan mata terbelalak. Kaget.
Laki-laki berjas biru tua dengan kemeja putih, berdasi warna senada dengan jasnya itu masuk ke rumah dengan wajah yang sangat marah. "Ayah tidak setuju dengan rencanamu itu, Naira!" Laki-laki itu pun terduduk di hadapan Naira, tatapannya tajam. Terlihat dari ekspresi wajahnya yang begitu marah dengan rencana putrinya itu. Naira tertunduk, tak berani menatap ayahnya.
Naira gadis yang penurut, tidak pernah sekalipun menentang ucapan Ayah dan Ibunya itu. "Apapun yang terjadi, Ayah minta kamu jangan bercerai!"
Kepala Naira langsung mendongak, memandang nanar kearah ayahnya. "M-maksud Ayah, aku harus tetap bertahan walau aku terus menerus tersiksa seperti ini? Apa aku harus berdiam diri ketika Mas Yogi selingkuh di hadapanku?"
"Pokoknya Ayah tidak mau tau, kamu harus pertahankan pernikahan itu!" sahut laki-laki yang masih terlihat gagah walau usianya memasuki usia kepala lima.
"Tidak bisa Ayah, aku tidak peduli Ayah setuju atau tidak dengan rencanaku ini, aku akan tetap ingin berpisah dengan laki-laki itu?" sergah Naira menentang kemauan ayahnya kali ini. Ia tidak ingin menuruti untuk urusan satu ini. Ia sangat capek bila terus- menerus merasakan sakit hati dan menuruti apa yang ayahnya mau. "Ini hidup aku, dan aku berhak menentukan seperti apa jalan hidupku ini, Ayah!"
"Apapun alasan kamu, Ayah tetap tidak setuju! Kamu tahu apa yang akan terjadi dengan usaha Ayah bila kamu bercerai?" cegah ayahnya. "Beliau akan menarik semua investasi di perusahaan Ayah, belum lagi bank akan menagih hutang-hutang perusahaan Ayah dan kita akan jatuh miskin, Naira!!"
"J-jadi ... Ayah menjodohkan aku hanya karena keegoisan diri Ayah sendiri?"
"Ya! Kamu dan Ibu juga sudah merasakan apa yang sudah Ayah bangun selama ini! Jadi, jangan pernah berniat untuk bercerai kalau kamu tidak mau Ayah tagih biaya hidup kamu selama ini dan juga biaya sekolah kamu!" kata ayahnya beranjak bangun. "Atau Ayah akan membuang kamu selamanya. Ingat itu baik-baik, Naira!"
"A-apa?" Naira tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"AYAH!!" Wanita yang sedari tadi terdiam kini bereaksi. Ia bangun dari duduknya. "Apa maksud Ayah berkata seperti itu pada Naira? Dia butuh perlindungan, butuh ketenangan dari seorang laki-laki yang membuatnya merasa nyaman, bukan laki-laki yang terus menerus hanya bisa menyiksa batin dan fisiknya!"
"Ayah ... tetap pada pendirian Ayah!"
"Apa? Kenapa Ayah seegois ini pada anak kita? Naira itu darah daging kita, ia diselingkuhi berkali-kali dan terus dihina juga dipukul, apa Ayah tega dengan anak kita sendiri?" sergah ibunya Naira. Ia tetap mempertahankan untuk membela anak semata wayangnya itu.
"Baik, kalau itu mau kalian. Tapi apakah kalian bisa mengganti uang investasi Tuan Rudy sebanyak delapan miliar?" ujar Laki-laki itu. Ia tampak tidak peduli apa yang sudah di katakan istri dan anaknya tentang Yogi. Naira dan ibunya terdiam sejenak.
"A-apa Ayah sudah gila?"
"Ini keputusan Ayah, bila kalian tidak suka. Kalian bisa tinggalkan rumah ini!" Laki-laki itu meninggalkan Naira dan istrinya di ruang tamu. Masuk kamar dan menutup pintu sangat keras.
Degh!
Jantung Naira tidak sanggup mendengar kalimat terakhir ayahnya. Ia sangat tidak menduga ayahnya sendiri akan berkata seperti itu.
Wanita itu sangat marah dan kesal. Ucapan suaminya sudah sangat keterlaluan terhadap anaknya sendiri.
"Ayah benar-benar keterlaluan!" pekik wanita itu geram. Namun ia tidak bisa berbuat banyak untuk menentang kemauan suaminya itu.
"Bu ... sudah Bu!" ujar Naira menghentikan ibunya. Wanita berambut panjang di kuncir itu duduk dengan hati dongkol.
"Tapi Naira, bagaimana dengan nasib kamu itu, sayang?"
"Tidak apa-apa Bu, Naira akan coba bertahan!" ucapnya pasrah. Uang delapan miliar sangat banyak, tidak akan mungkin ia dan ibunya bisa mencari uang itu dalam waktu dekat. Yang bisa ia lakukan adalah terus menjalankan pernikahan itu walau terasa sangat menyakitkan.
Naira menunduk, lalu mengelus-elus perutnya. "Kamu yang kuat yang sayang, kita pasti bisa melewati ini semua dan bertahan hidup bersama Ayah yang tidak pernah menyayangi kita!" ucap Naira pelan. Terus mengelus-elus perutnya sambil memberi wewejangan pada calon bayinya agar tetap kuat.
Ibunya mendelik melihat gelagat Naira itu. "N-Naira, apa kamu hamil?" selidik ibunya penasaran.
Naira mendongak, lalu mengangguk. "Aku tidak tau apa bisa merawatnya sampai ia lahir, Bu, sedangkan Mas Yogi tidak menginginkan anak ini!"
"APA? Bagaimana bisa dia tidak menginginkan anak itu?"
Naira menggeleng.
"Benar-benar kurang ajar, laki-laki itu!" Gerutunya sangat kesal. Lalu ia melihat putrinya itu, ia sangat terpukul ketika putrinya harus merasakan kesakitan tiap hari sendirian di rumah itu bersama Yogi.
****
Naira mengingat semua itu, ia melanjutkan pernikahan itu karena keterpaksaan. Setiap hari, Yogi kian bertambah kasar. Ia tidak segan-segan menyakitinya hanya karena Naira ingin mempertahankan kandungannya. Yogi melakukan itu juga agar janin itu mati di dalam perut Naira dan tidak pernah lahir ke dunia.
Naira mencoba bertahan, namun semua seakan sia-sia. Saat ia membutuhkan uang untuk menghidupi anaknya, Naira mencoba bekerja walau Yogi tidak mengijinkan.
Bagaimana bisa ia berdiam diri di rumah bersama anaknya yang masih bayi harus melihat Yogi sedang bemesraan dengan wanita lain di kamar? Bagaimana ia sanggup melihat Yogi bercumbu dengan gerakan-gerakan juga bahasa tubuh yang membuat ia merasa mual. Naira tidak sanggup untuk itu, di samping itu juga, Yogi tidak mau ikut campur untuk urusan anaknya. Dari susu, popok semua kebutuhan anak yang di beri nama Sabina Tiara Luna itu.
Naira mulai bangkit demi Sabina, putrinya ia titipkan pada ibunya walau ayahnya tak pernah suka dengan suara bayi yang menangis. Ia berusaha melupakan kegiatan suaminya di rumah yang menguras pikirannya. Naira bekerja tanpa bantuan ayahnya, ia mencari dan terus mencari hingga akhirnya Tuhan merasa iba padanya dan memberikan sebuah cahaya.
Naira diterima di sebuah perusahaan elit dengan gaji yang cukup lumayan. Naira bekerja dengan giat, tak peduli lelah yang terus menggelayut di tubuh. Tak peduli Yogi yang bercanda mesra di kamar. Naira ingin anaknya hidup dengan layak, ia berusaha menutup telinga saat Yogi sengaja mengeluarkan suara desahan saat bersama selingkuhannya.
Ya, Naira ingat itu semua. Ingat apa yang di lakukan laki-laki yang sekarang sedang menahan langkahnya untuk keluar dari ruangan itu. Rasanya, ia ingin segera pergi agar tidak ada lagi ingatan yang menyakitkan dan membuat dirinya tersiksa, dia ingin melupakan semua itu.
"N-Naira, kamu datang menjengukku?" ucap Yogi. "A-apakah kamu masih dendam padaku, Naira?" tanya Yogi sekali lagi. Naira tetap tidak menjawab. Ia berusaha bersikap tenang, namun jantungnya selalu berdebar. Bukan debaran rasa suka yang dulu pernah ada, tetapi rasa trauma saat ia melihat mata laki-laki yang terus menerus menyiksanya dulu.
"Apa-apaan kalian ini?" Suara wanita dengan lantang terdengar dari ujung ruangan. Ia terlihat sangat marah saat matanya melihat suaminya memegang tangan wanita lain.
Naira terkejut, kemudian ia melepaskan secara paksa tangan Yogi yang masih menggenggamnya.
Sebenarnya, siapa wanita itu?
****
Bersambung.