Chereads / Menikahi Barista Ganteng / Chapter 8 - 8. Kunjungan Sang Ayah

Chapter 8 - 8. Kunjungan Sang Ayah

Tidak biasanya hari itu ayahnya Cielo datang berkunjung ke kantornya di Poseidon. Kebetulan sekali, Cielo baru saja bertemu dengan partner bisnisnya di luar kantor.

Sore harinya, ia kembali lagi ke Poseidon untuk menemui ayahnya. Setiap kali berbicara dengan ayahnya, pastilah ada sesuatu hal yang penting untuk ayahnya sampaikan padanya.

Cielo merasa segan pada ayahnya yang berkharisma dan memiliki aura yang kuat. Ayahnya memperlakukan Cielo seperti seorang anak laki-laki. Padahal putra ayahnya satu-satunya yang laki-laki hanyalah Cedric.

Namun, Cedric tidak disuruh untuk memegang satu cabang perusahaan. Cedric malah bebas untuk menjadi seorang arsitek. Adiknya itu yang mendesain hotel-hotel milik ayahnya dan melakukan beberapa perubahan di Hotel Golden Ring hingga memiliki tampilan yang baru.

Cynthia, adiknya yang paling kecil menjadi seorang pianis dan tinggal di Austria. Ayahnya sama sekali tidak pernah menekan adik-adiknya untuk mengurus perusahaan.

Jadi, begitu Cielo diangkat menjadi direktur di Hotel Poseidon, ayahnya bersikap sangat keras dan tegas padanya. Semua itu karena Cielo adalah anak pertama.

Cielo berjalan menuju ke ruangannya dan di sanalah ayahnya sedang duduk di kursinya sambil menatap layar laptop. Jika seseorang yang baru pertama kali bertemu dengan ayahnya dan tidak mengenalnya, pasti mereka mengira jika ayahnya baru berusia awal empat puluh tahun.

Ayahnya begitu awet muda dan tatapan matanya masih tajam. Fotonya saat pernikahannya dengan ibunya dulu, tidak jauh berbeda dengan yang sekarang. Cielo menaruh foto pernikahan orang tuanya di meja kerjanya.

Di foto itu ada dirinya yang masih berusia satu tahun, mengenakan gaun yang tampak kebesaran di badannya yang mungil. Menurut ibunya, orang tuanya menikah setelah melalui banyak permasalahan dalam hidup mereka.

Cielo sudah mendengar kisah ibu dan ayahnya berpuluh-puluh kali hingga ia bosan dan tidak ingin mendengarnya lagi.

"Halo, Pap," sapa Cielo. "Ada apa Papih datang ke sini?"

Ayahnya mendongak dan kemudian tersenyum pada Cielo. "Kemarilah, Cielo. Papih ingin berbicara sesuatu denganmu."

Cielo pun menarik kursi dan duduk di sebelah ayahnya. "Kenapa, Pap?"

"Kemarin ini Papih sudah bertemu dengan orang tuanya Justin. Kebetulan sekali, kami pun melakukan kerja sama bisnis. Papih ingin supaya kamu mengundang Justin untuk makan bersama di rumah."

"Oh, begitu ya. Aku pikir ada apa, Pap. Kan Papih bisa mengatakannya saat di rumah."

"Ya, sulit sekali untuk bertemu denganmu karena kamu sibuk terus seharian. Jadi, Papih sengaja datang ke kantormu supaya kita bisa bicara lebih enak," ucap ayahnya sambil tersenyum hingga lesung pipinya terlihat dalam. Sama seperti Cielo yang memiliki lesung pipi meski tidak sedalam lesung pipi ayahnya.

"Baiklah. Papih mau acara makan malamnya kapan dan di mana? Biar aku jadwalkan pertemuannya dengan Justin."

Ayahnya terkekeh. "Kamu itu mau bertemu dengan pacarmu saja sampai harus membuat jadwal."

Cielo memutar bola matanya. "Tentu saja, Pap. Dia juga orang sibuk, tidak hanya kita saja yang sibuk."

"Ya sudah kalau begitu. Biar kamu saja yang atur, kira-kira dia bisanya kapan."

Cielo mengangguk sambil tersenyum. "Kenapa Papih tiba-tiba ingin mengajak Justin untuk makan malam?"

"Ya, kalian kan sudah lama berpacaran, tapi tidak pernah sekalipun juga kita makan malam bersama. Aku ingin melihat seserius apa Justin berpacaran denganmu. Kalau memang kalian cocok dan serius, kalian bisa langsung saja bertunangan, lalu menikah. Untuk apa berpacaran lama-lama? Papih tidak ingin putri kesayangan Papih menyesal karena menunda-nunda pernikahan."

"Aku tidak terburu-buru kok, Pap. Santai saja," ucap Cielo berbohong. Padahal dalam hatinya, ia ingin sekali segera menikah dengan Justin.

"Serius kamu? Jadi, kamu tidak mau segera menikah dengan Justin?"

Cielo cekikikan sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. "Itu sih terserah Papih saja. Aku akan menuruti keinginan Papih."

Ayahnya pun tersenyum lebar. "Ya sudah. Pokoknya, kamu ajak dia ke rumah supaya kita bisa makan malam bersama ya."

Cielo mengangguk. "Ya, Pih."

***

Sementara itu, Justin sedang sibuk berpesta dengan wanita-wanita cantik dan seksi. Ia berkaraoke sambil minum-minum. Beberapa temannya ikut berpesta dengannya karena mereka tahu Justin akan membayari mereka semua.

Justin masuk ke dalam sebuah kamar di hotel sambil menarik seorang wanita yang paling cantik dan bertubuh tinggi. Justin mengusap-usap paha wanita itu dengan penuh gairah dan kemudian menarik gaun mininya itu ke atas hingga wanita itu tinggal mengenakan G-String berwarna merah muda.

Tidak perlu waktu lama, wanita itu pun segera berbaring di ranjang sambil membuka kakinya lebar-lebar. Justin yang badannya panas dan berkeringat, segera melucuti seluruh pakaiannya dan menyambut wanita itu dengan senang hati.

Nikmat rasanya bercinta dengan wanita yang profesional. Mereka memiliki daya jepit yang luar biasa. Justin selalu mengenakan pengaman saat bercinta supaya aman.

Usai bercinta, Justin pun mengusir wanita itu pergi setelah membayarnya dengan seamplop uang yang tebal. Wanita itu senang dan segera pergi tanpa ada perlawanan.

Ini adalah hari terakhirnya berada di Jakarta. Justin harus memuaskan dirinya sepuas mungkin. Ia telah mengabaikan telepon masuk dari Cielo. Kepalanya pening dan ia sudah tak sanggup lagi untuk bangun.

Justin merebahkan tubuhnya dan tertidur pulas sampai besok siang.

Ia sarapan di hotel kesiangan dan kemudian supirnya telah menjemputnya dan mengantarnya pulang ke Bandung.

Justin sudah minum kopi supaya pikirannya lebih segar. Lalu ia menelepon Cielo.

"Hai, Sayang. Maaf ya semalam aku ketiduran."

"Hai, Justin. Aku pikir kamu sudah melupakanku."

"Tentu tidak dong, Sayang. Bagaimana bisa aku melupakanmu? Kamu kan kesayanganku. Oh ya, kamu ada di mana?"

"Aku sedang di kantor. Kamu sudah sampai mana?"

"Aku masih di dalam tol. Mungkin aku akan tiba di Bandung sekitar satu jam lagi kalau tidak ada macet," kata Justin.

"Baiklah. Hati-hati di jalan ya."

"Iya, Sayang. Aku akan langsung menjemputmu dan kita bisa makan malam bersama, oke?"

"Oke, Justin. Sampai bertemu."

Setibanya di Bandung, mobil Justin langsung menuju ke kantor Cielo. Sang satpam sudah hafal dengan mobil Justin. Lalu ia segera naik lift menuju ke kantor Cielo.

Septiani, sekretaris Cielo menyambutnya dengan hangat dan mengantarkan Justin ke ruangan Cielo. Begitu masuk ruangan, Cielo langsung menghampirinya dan memeluknya dengan erat.

"Ah, Justin. Kamu membuatku terkejut. Aku pikir, kamu hanya akan meneleponku dan menyuruhku untuk turun. Ternyata kamu menghampiriku ke sini."

Justin terkekeh. "Tentu saja. Aku yang akan menghampirimu ke sini karena aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk bertemu denganmu. Aku sangat merindukanmu, Sayang."

"Aku juga sangat merindukanmu …."

Justin memiringkan kepalanya sambil menarik dagu Cielo. Lalu ia pun mencium Cielo dalam-dalam. Wanita itu seperti yang kehabisan napas. Justin semakin sengaja menciumnya lebih dalam lagi supaya Cielo luluh.