"Fawwaz, kenakan baju ini di acara pertunangan kamu" ujar nyonya Raline seraya memperlihatkan pakaian yang telah ia pilih di mall tadi siang.
"Kenapa secepat ini, Ma?" tanya Fawwaz yang merasa kurang yakin dengan Alyce.
Melihat perlakuan serta etika yang Alyce tunjukkan tadi siang, membuat Fawwaz semakin tidak yakin akan rencana perjodohannya dengan gadis itu.
Tidak seharusnya orang yang berpendidikan tinggi seperti Alyce, malah merendahkan dan menghina Nurma, pikir Fawwaz.
Meskipun terkadang ia juga memarahi dan bersifat dingin pada Nurma, gadis yang masih ABG itu, namun, itu adalah hal yang lain.
Karena Fawwaz memarahi Nurma disebabkan keteledorannya dalam bekerja.
"Memangnya kenapa, Nak?" tanya nyonya Raline pada putra semata wayangnya itu.
"Saya belum terlalu mengenal dan mengetahui sifat serta kepribadiannya" jawab Fawwaz.
"Berjalannya waktu, kalian akan saling mengenal satu sama lain dan juga kalian akan saling mencintai" tutur ibundanya.
"Coba pakai jas, kemeja serta celana ini, Nak! pasti akan terlihat sangat tampan" puji nyonya Raline pada Fawwaz, anaknya.
Fawwas pun mengambil pakaian yang di beli ibundanya tadi siang.
Ia mencoba memakai pakaian berwarna hitam putih itu.
Tak lupa ia juga memadukan dengan sepatu berwarna hitam yang terlihat sangat mengkilap.
Setelah beberapa menit ia pergi untuk ganti baju di kamar mandi, ia pun keluar dengan pakaian yang tampak terlihat sangat cocok.
Wajahnya yang rupawan serta badannya yang tinggi dan indah, membuat para wanita tak bisa menolak pesona Fawwaz.
"Ma!" Fawwaz memanggil ibundanya serta memperlihatkan penampilannya.
"Nak! kamu terlihat tampan sekali" kata ibundanya.
Nyonya Raline pun memeluk Fawwaz dengan meneteskan air mata.
Ia tak menyangka, waktu begitu cepat berlalu.
Bayi mungil yang dahulu ia timang-timang, kini sudah tumbuh dewasa dan akan segera menikah.
Itu artinya ia akan meninggalkan ibundanya dan memulai hidup baru dengan istrinya.
"Jangan menangis!" ucap Fawwaz sambil menyeka air mata ibundanya itu.
"Waktu berjalan begitu cepat, kamu akan segera menikah dan memulai hidup baru dengan Alyce, itu artinya kamu akan meninggalkan Mama" ujar nyonya Raline.
"Tidak!, Fawwaz tetap anak Mama, anak laki-laki sampai kapanpun akan tetap menjadi milik ibunya" kata Fawwaz menenangkan ibundanya.
Mendengar ucapan Fawwaz, nyonya Raline pun tersenyum dan kembali memeluk anak semata wayangnya itu.
"Mama adalah cinta pertama untuk Fawwaz" katanya.
***
Besoknya.
Sore ini, akan diadakan pertemuan antara keluarga Tuan Hamdan dan keluarga Tuan Bosch.
Pertemuan kali ini, mereka akan membahas tentang pertunangan serta penentuan tanggal pernikahan untuk Fawwaz dan Alyce.
"Fawwaz, hari ini kamu istirahat saja di rumah, biar nanti sore saat bertemu Alyce, kamu terlihat segar dan bugar" ujar nyonya Raline.
"Saya mau pergi bertemu klien" ujar Fawwaz yang sudah tampak rapi dengan jas hitam lengkap dengan kemeja putih serta sepatu warna hitam yang terlihat mengkilap.
"Biarkan Baba kamu saja yang mengurus semuanya" kata nyonya Raline.
"Tidak bisa, Ma! Baba membutuhkan Fawwaz, ini proyek besar" jelas Fawwaz pada ibundanya.
Nyonya Raline tak bisa menolak keinginan putranya itu.
Sehingga beliau pun mengizinkan Fawwaz untuk pergi menemui klien.
" Biarkan kamu di antar mas Andi dan bawa beberapa bodyguard" ujar nyonya Raline yang terlihat sedikit khawatir.
"I can take care of my self, i don't need driver or bodyguard!" jawab Fawwaz. (Aku bisa jaga diriku sendiri, aku tidak butuh sopir atau pun bodyguard.
Entah mengapa, kali ini perasaan nyonya Raline terasa tidak enak.
Hati kecilnya mengkhawatirkan keadaan Fawwaz, sang putra tercinta.
Nyonya Raline terlihat gelisah dan tak tenang.
"Don't worry, i will back soon" kata Fawwaz sambil memeluk dan mengecup kening ibundanya.
(Jangan khawatir, aku akan pulang segera).
Fawwaz mencium tangan ibundanya kemudian pergi meninggalkan istana megahnya itu.
***
"Ajeng! Sini, deh!. panggil Nurma pada Ajeng.
Ajeng yang sedang berberes pun tidak menggubris panggilan dari Nurma.
"Eh, Ajeng, sini dulu! Aku mau cerita. ucap Nurma sambil menarik tangan Ajeng agar mau mendengarkan ceritanya.
"Ajeng!." panggil Nurma berulang kali.
"Apa sih, Nur!."sahut Ajeng sembari merapikan kamar Tuan Fawwaz.
"Aku mau cerita." kata Nurma.
"Tapi aku lagi kerja, kamu kan juga harus beresin kamar ini bersamaku."ucap Ajeng.
"Sebentar,saja!." pinta Nurma.
Ajeng menyanggupi keinginan temannya itu.
Akhirnya ia berhenti sebentar dan mendengarkan cerita dari Nurma.
"Ya sudah, iya." jawab Nurma.
Nurma pun memulai menceritakan kejadian kemarin siang saat diajak nyonya Raline pergi ke mall bersama Fawwaz.
"Kamu tau gak?." kata Nurma memulai ceritanya.
"Ya, nggaklah! Kan kamu belum cerita." ucap Ajeng kesal.
"Dengar dulu, aku belum selesai." kata Nurma.
Nurma pun melanjutkan ceritanya.
Ia bercerita pada Ajeng jika kemarin siang nyonya Raline menyukainya dan ingin menjadikannya menjadi menantunya, yang artinya akan di nikahkan dengan pujaan hatinya, yaitu Fawwaz.
"Hah? yang bener kamu? jangan mimpi deh, sadar Nur! Lagian Tuan Fawwaz kan akan bertunangan dengan wanita pilihan orangtuanya sore ini." ucap Ajeng.
"Ya, masalahnya di situ, Nyonya Raline bertemu dengan Nona Alyce sebelum bertemu denganku, jadi, ya Tuan Fawwaz tak jadi di jodohkan denganku." kata Nurma dengan wajah sedih.
Ajeng hanya menggelengkan kepala, meskipun Ajeng juga mengagumi Tuan Fawwaz, tapi dirinya tak seperti Nurma yang sampai bermimpi bersanding dengan CEO muda itu.
Perbedaan di antara mereka sangatlah jauh.
Laksana bumi yang merindukan langit, jauh dan sangat sulit untuk bersatu atau bahkan sangat mustahil.
Seperti kata pepatah punuk merindukan bulan.
"Sudahlah, Nur! mari kita selesaikan pekerjaan kita dan lupakan mimpimu untuk menjadi istri Tuan Fawwaz, kita di sini hanya pembantu yang tak selevel dengan mereka." kata Ajeng yang sedih melihat Nurma yang selalu memikirkan Fawwaz.
Dengan wajah sedih dan kecewa, Nurma hanya diam.
"Kita harus realistis, Nur!." tambah Ajeng.
"Tapi aku tidak ingin menjadi orang yang realistis! aku ingin selalu bermimpi dan bermimpi, aku yakin suatu saat aku akan hidup bahagia bersama pangeran pujaan hatiku." kata Nurma.
"Menjadi orang yang realistis terlalu menyakitkan bagiku, di dunia nyata aku hanyalah seorang pembantu, tetapi, ketika bermimpi aku bisa menjadi siapapun, dan itu cukup membuatku bahagia dan semangat untuk menjalani hari-hariku." jelas Nurma.
"Apapun yang membuatmu bahagia, senyaman kamu saja." kata Ajeng.
Mereka pun akhirnya berpelukan satu sama lain.
***
Kantor.
Tuan Hamdan yang sudah dahulu sampai di kantor terlihat sedang menunggu Fawwaz.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, tetapi Fawwaz belum juga sampai di kantor.
Padahal meeting dengan klien akan segera di laksanakan setengah jam lagi.
Sudah beberapa kali ia menghubungi Fawwaz untuk menanyakan keberadaannya.
Namun, beliau tak berhasil untuk menghubungi anak semata wayangnya itu.
Telepon selulernya tidak aktif.
Tiba-tiba terdengar suara panggilan telepon dari ponselnya.
Tertulis sebuah nomor yang tidak ia simpan dalam kontaknya.
Nomor tak di kenal, namun, beliau tetap mengangkatnya.
"Halo, selamat pagi! Dengan Tuan Hamdan Abbasy?." suara seorang laki laki dalam telepon itu.
"Ya, benar saya sendiri, ini siapa, ya?". tanya Tuan Hamdan balik.
"Kami dari kantor kepolisian ingin menginformasikan bahwa putra bapak yang bernama Tuan Fawwaz Hamdan Abbasy mengalami kecelakaan di jalan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat dan sekarang sedang di bawa ke Rumah Sakit." kata polisi tersebut.
Duaarrr..
Hati Tuan Hamdan menjadi gelisah, "Lalu, bagaimana keadaan anak saya, Pak?." tanya Tuan Hamdan yang sedang cemas serta gelisah.