Didepan api unggun, pasukan dikumpulkan. "Pertama-tama saya ingin mengatakan selamat bergabung kembali kepada Yasir, sekaligus saya meminta maaf yang sebesar-besarnya." Sang panglima mempersilahkan Yasir untuk maju kedepan. "Saya telah melakukan kesalahan besar. Seharusnya saya mempercayaimu pada saat itu." Yasir merasa tidak enak dan segera berkata, "Tidak apa-apa. Alhamdulillah saya baik-baik saja. Semua orang pasti pernah melakukan salah, termasuk saya. Sebagai panglima perang, anda sudah sangat bijak dimata saya. Saya yang seharusnya berterimakasih pada anda karena saya diterima kembali ke dalam pasukan." Yasir meletakkan telapak tangannya didada tanda hormat. Mereka berdua sama-sama tersenyum kemudian sang panglima mempersilahkan Yasir untuk kembali kedalam barisan.
"Baiklah, kita mulai pembahasan strategi untuk besok."
Beberapa jam telah berlalu dan malam berganti pagi. Tepat pukul enam, matahari baru saja menampakkan sinarnya dan terlihat tanda-tanda bencana untuk pasukan musuh. Mata mereka semua tak berkedip menyaksikan apa yang ada didepan. Nafas tertahan sejenak.
Sesuai perintah panglima perang semalam, semua prajurit diwajibkan mengganti baju baru dan membuang semua baju yang ada bekas darahnya. Itu bertujuan untuk mengelabui musuh. "Ada pasukan tambahan", ucap para musuh. Mereka mengira bahwa khalifah mengirim pasukan tambahan untuk membantu para mujahiddin. Tetapi nyatanya tidak. Itu hanyalah strategi panglima perang. Terlebih lagi, posisi pasukan diubah semuanya. Yang bagian belakang dipindah kedepan. Yang bagian depan dipindah ke belakang. Yang kiri dipindah ke bagian kanan. Jadi wajah-wajah itu terlihat baru dimata musuh.
Semalaman ditengah gerimis, para muslimin tidak ada yang tidur. Mereka berusaha mengelabuhi pengawas di sebrang sana dengan cara terus-menerus mengubur korban perang yang mati shahid. Sedangkan sisanya menjalankan strategi baru, yaitu mereka menggali lubang-lubang untuk menjebak pasukan musuh. Setelah puluhan lubang digali, beberapa pasukan memasukinya dan menunggu. Satu lubang diisi dengan satu prajurit. Kemudian yang diatas menyembunyikan lubang itu dengan dedaunan dan pasir. Gerimis yang lembut menbuat pengawas menjadi mengantuk dan menjatuhkan senjatanya yang berada di pangkuannya sebanyak delapan kali.
Paginya, pasukan bertemu dan perang sudah dimulai. Dan benar, strategi itu berjalan mulus. Beberapa pasukan musuh hilang secara misterius. Mereka ditarik kedalam lubang ketika mereka menginjak dedaunan kering itu dan pasukan muslim yang ada didalam segera menikamnya. Sedangkan keadaan diatas sana, para muslimin berusaha menjatuhkan bendera musuh dan menyerang ke bagian inti pasukan. Medi dan Midan menyerang lebih jauh. Target mereka berdua adalah sang panglima perang.
Semakin jauh, pasukan musuh semakin kuat dan tak terkalahkan. Sang panglima dikelilingi oleh prajurit terkuat. Medi dan Midan yang bertubuh kecil itu melompat ke pundak musuh dan menebas sana-sini. Mereka berdua terus menyerang kedepan bagaikan anak panah hingga sampai ke panglima perang. Medi dan Midan bersamaan mengangkat pedangnya dan menebaskannya. Sang panglima bisa menangkis serangan Midan, tetapi tidak dengan Medi. Perisainya terjatuh dan pedang Medi mengenai bahunya. Setelahnya, serangan Midan menyusul. Sang panglima terjatuh dengan luka yang menganga. Darah segar mengucur deras. Sedetik kemudian, Medi mendapat serangan dari arah belakang. Mereka mengerumuninya dan terdapat puluhan luka tebasan ditubuh Medi hingga akhirnya ia jatuh pingsan.
Disamping sisi, Midan sempat lolos dari puluhan serangan itu. Ia menghindar dan keluar dari kerumunan. Namun tak disangka-sangka, salah satu prajurit mengenainya dan memutuskan lengan kanan Midan. Ia berbalik menyerang menggunakan tangan kirinya dan terus berusaha keluar dari pasukan musuh. Setelah keluar, ia tidak melihat Medi disekitarnya. Ia terus mengamati dan menunggu sosok Medi namun ia tak kunjung terlihat ditengah pasukan. Perasaannya menjadi tidak karuan dan hal-hal negatif menghinggapi pikirannya. Mungkin saja Medi tidak berhasil keluar dan terbunuh.
Itu membuat batinnya bergejolak. Dengan sigap ia segera membalut lengan kanannya yang putus itu lalu ia masuk lagi menembus pasukan musuh. Ia ingin menyusul saudaranya untuk mati shahid. Ia terus menyerang dan menebaskan pedangnya kesana dan kesini. Ia meluapkan amarahnya dan menyerang secara membabi buta. Akhirnya pasukan musuh yang lain mengerumuninya lagi dan mengeroyokinya. Midan mendapatkan belasan luka tebasan namun ia sama sekali tidak mundur. Ia terus menyerang maju.
Beberapa menit kemudian terdengar suara sirine dari arah pasukan musuh menandakan bahwa panglima perang mereka telah tewas dan pasukan ditarik mundur. Peperangan berhenti dan Midan jatuh berlutut lalu berbaring, menatap birunya langit yang cerah. Wajahnya penuh darah. Terlihat senyuman dibibirnya. Pasukan muslimin telah mendapat kemenangan. Panglima perang telah tewas.
Beberapa menit kemudian, tiga orang prajurit muslim menghampirinya dan segera menggotongnya masuk ke tenda untuk diobati. Dengan terbata-bata ia menanyakan dimana keberadaan Medi, saudaranya. Ia bertanya jika ada yang melihatnya. Belum sempat lawan bicaranya menjawab, beberapa orang masuk tergesa-gesa sambil menggotong Medi. Tim medis segera menghampirinya yang dalam keadaan kritis. Mereka membaringkannya disebelah Midan, didekat pintu masuk. Tim medis dengan sigap mencoba menolongnya. Mereka melakukan tugasnya dan berusaha membalut semua luka-lukanya. Tubuhnya dilumuri oleh merahnya darah.
Medi perlahan menolehkan kepalanya kearah kanan ketika menyadari keberadaan saudaranya. Tak sepatah katapun keluar dari bibir mereka berdua. Mereka seolah-oleh berkomunikasi melalui mata. Beberapa detik kemudian, mereka tersenyum bersamaan. Sebuah senyuman bahagia. Midan mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Medi. Mereka berdua akhirnya berhasil bergandengan tangan lalu beberapa detik kemudian Medi menutup kedua matanya untuk selamanya. Senyuman itu masih terlihat diwajahnya hingga detik terakhir. Midan menyadari saudaranya telah tiada. Saudaranya sudah meraih pahala mati shahid. Ia kemudian memandang atap tenda lalu dirasakannya sesuatu yang menjalar dari ujung kakinya kearah atas. Seperti ada sesuatu yang akan keluar. Saat itu juga Midan menyusul Medi menemui tuhan mereka.
Jasad mereka berdua dikuburkan bersamaan dengan korban lainnya. Yasir berada dibarisan paling depan. Ia membantu menggali tanah untuk membuat lubang. Seusai pemakaman, orang-orang kembali ke tenda masing-masing. Namun Yasir tetap berada disana. Ia duduk berjongkok diantara makam Medi dan Midan. Ia menyentuh makam keduanya lalu tersenyum. "Apakah kalian sudah bertemu Rasul? Seseorang yang sangat kalian cintai. Bisakah kalian menyampaikan salamku pada beliau? Katakan bahwa aku juga sangat merindukannya dan sangat ingin bertemu dengannya."
Ia berhenti sejenak lalu berkata lagi, "Aku sangat bangga pada kalian berdua. Kalian adalah orang-orang terpilih. Terimakasih atas perjuanganmu bersama kami."
Menyadari bahwa prajurit muslim mendapatkan 'tambahan' personil, terlebih lagi panglima perang telah terbunuh, itu membuat nyali musuh semakin ciut. Pemimpin mereka telah terbunuh. Alhasil sebagai keputusan akhir, mereka menyatakan menyerah dan membayar upeti. Perang dinyatakan usai dan surga masih meleset bagi Yasir. Dia selamat dan masih hidup.