Di kuburan yang sunyi, ibu dan putra itu berdiri bersama secara berhadapan, dan angin sepoi-sepoi bertiup, mengiringi bunyi tangisan Nyonya Wijaya yang terlihat mengharukan.
Di kuburan yang kosong, suara tangisan itu serasa diperkuat berkali-kali, dan bisa terdengar dengan jelas bahkan di tempat parkir di kejauhan, tempat Alia sedang menunggu Handoko.
Alia melihat dengan rasa ingin tahu ke arah sumber suara, dan melihat Handoko menatap Nyonya Wijaya yang sedang menangis dengan dingin, seolah-olah sedang menghadapi orang asing dan bukan ibunya sendiri.
Apa yang terjadi pada mereka?
Mengapa Nyonya Wijaya menangis tersedu-sedu?
Setelah sekian lama, Nyonya Wijaya sepertinya sudah lelah meneteskan air matanya, dan tangisannya sedikit mereda, Handoko perlahan berkata, "Jika Ibu mau menyerahkan diri, mungkin aku akan bersedia memaafkan Ibu."