Chereads / SUAMI PENGGANTI / Chapter 6 - PANTAI PARANG TRITIS

Chapter 6 - PANTAI PARANG TRITIS

Setelah perjalanan yang tidak terlalu jauh tapi jauh juga sih, kalau ngesot.

Akhirnya Rania bisa merasakan indahnya alam ciptaan sang maha kuasa, kedua matanya menatap langit biru dan lautan yang terbentang luas.

"Rafli, kenapa tidak bilang jika ingin mengajak aku ke pantai, jika bilang aku kan bisa bawa baju ganti," ujarnya.

"Kamu mau berenang? Jangan, ah nanti digigit hiu mau? Mending kita duduk santai menikmati gulungan ombak saja, dengarkan suaranya begitu merdu.

"Kurang seru lah, aku sudah lama tidak berenang ih, aku mau kesana ah, mau nyewa baju renang dan juga papan selancar."

"Rania, jangan!" pekik Rafli yang diabaikan wanita ayu itu.

Rafli terpaksa hanya mengamati Rania dari jauh, ia bukan tidak bisa berenang hanya malas saja bersentuhan dengan air laut yang rasanya asin seperti hidupnya, kalau ada kolam gula, atau kolam susu ia pilih renang disitu agar bisa berenang sambil minum air.

"Rania hati-hati!" pekik Rafli.

"Iya, tenang saja aku sudah ahli dalam bidang olahraga satu ini," jerit Rania dari kejauhan.

Rania dan Rafli memang suka renang bahkan pernah jadi juara atlet renang, keren kan? Berenang adalah olahraga sekaligus bisa jaga diri dikala banjir bandang menerpa.

Wanita cantik itu begitu sangat gembira bermain-main dengan ombak, seolah-olah semua kesedihannya sudah larut bersama ombak di pantai.

"Reyhan selamat tinggal, jika memang kamu bukan jodohku, aku sudah ikhlas!" pekik Rania melepaskan segala perasaannya, meskipun sekedar kata-kata, sedang hati masih terbelenggu dalam cintamu Reyhan.

Tiupan angin tiba-tiba sangat kencang menyapu wajah Rafli, ia yang bosan memandang Rania dari kejauhan ingin ikut renang, tapi ia malas ganti pakaian meskipun membawa baju ganti, ia hanya berjalan di bibir pantai mainan pasir dan ombak yang menyapu kakinya.

Saat memutar badan menabrak seseorang, "Maaf, saya tidak sengaja."

"Hai, Rafli kamu apa kabar?" tanya wanita yang ketabrak Rafli barusan, ia ternyata Kanaya, spontan membuat Rafli terkejut.

"Kanaya, kamu sudah tidak marah lagi denganku? Kabar aku baik-baik saja, kamu sendiri kabarnya bagaimana?" tanya Rafli.

"Kabar aku tidak terlalu baik, habis patah hati wkwk … lupakan tidak penting. Maaf ya, dulu aku menolak cintamu bahkan membencimu, sekarang kamu sudah banyak berubah ya, jadi tambah keren, dulu waktu masa SMA kamu bentuknya tidak seperti ini, pasti sekarang Rafli sudah punya pacar kan?" Kanaya mencoba introgasi Rafli agar ia tahu apakah di hati Rafli masih ada cinta untuknya.

"Aku tidak punya pacar kok, kamu dengan Revan kapan menikah?"

"Benar kamu gak punya pacar? Aku sama Revan mana mungkin nikah kita sudah putus, dia selingkuh," ujar Kanaya.

"Ya, benar aku tidak punya pacar tapi istri," kata Rafli tertawa kecil.

"Istri, yang benar kamu kalau ngomong? Kok, aku tidak diundang di acara pernikahan kamu, ternyata aku memang tak dianggap sahabat lagi, aku mengerti sebab dulu aku terlalu menyakiti hatimu, maafkan aku ya, Rafli atas kesalahan-kesalahanku di masa lalu."

"Tidak usah minta maaf, aku sudah memaafkan kamu sejak dulu, soal pernikahan terjadi terlalu mendadak, ada Rania di sini, itu dia, Rania!" Rafli teriak memanggil Rania yang asyik bermain selancar.

"Itu Rania, dia semakin jago main selancar ya, tapi aku ngeri melihatnya, mana ombaknya besar begitu. Aku tahu sih, Rania sama kamu suka renang dari dulu, Rania hati-hati!" pekik Kanaya meneriaki Rania yang dipanggil tidak dengar ia sibuk sendiri dengan air dan gulungan ombak yang besar bak menelan. dirinya itu.

"Rafli, kamu panggil Rania, deh! Takutnya dia terlalu jauh main selancar, aku juga kangen sama dia juga mau minta maaf," kata Kanaya.

"Rania, kembali lah! Lihat siapa ini? Ada Kanaya!" pekik Rafli.

"Rania, aku kangen sama kamu," jerit Kanaya.

Rania yang tidak jelas mendengar menggunakan kedua matanya menatap dari jauh siapa sosok wanita uang yang sedang berdiri dengan Rafli, seperti tidak asing, tapi dia siapa? Rania berpikir sejenak lalu ia teringat Kanaya, saking girangnya ia akan ke tepian tapi ternyata kakinya kram, Rania tidak kuat menahan rasa sakit.

"Rania itu kenapa? Kita panggil dari tadi mengapa tidak beranjak dari sana, aku jadi cemas," ujar Kanaya bingung sendiri.

"Rania kemari lah!" Rafli menjerit memanggil Rania, tapi Rania tidak bisa menjawab panggilan Rafli ia sangat kesakitan dan terjatuh dari papan selancar, tubuhnya digulung oleh ombak yang besar, saat ini hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan Rania.

"Rania, bertahan lah aku pasti menolongku!" Rafli tanpa ragu menyelam ke pusaran ombak, ia mencari-cari Rania, karena dia perenang yang hebat dia percaya Rania juga mampu bermain di air.

"Rania kamu di mana?"

Rania hampir terjatuh di dasar laut, ia ingin pasrah dan menyerah dengan hidupnya, anggap saja memang sudah ajal, Rania menutup kedua matanya.

Namun siapa sangka tiba-tiba Rafli datang menarik tangan Rania, wanita itu membuka matanya tapi tubuhnya sudah sangat lemas, dadanya juga terasa sesak menahan napas sejak tadi, Rafli berhasil membawa tubuh Rania ke atas permukaan.

"Sadarlah Rania! Jangan buat aku kuatir." Rafli berusaha membuat Rania sadar tapi belum berhasil juga.

"Kamu punya minyak kayu putih tidak?"

"Iya, ada." Kanaya membuka tasnya mengambil minyak kayu putih dan memberikannya ke Rafli.

Rafli mengoleskan ke hidung Rania, tapi ia tetap belum sadar juga.

Kanaya menekan dada Rania beberapa kali, ia berharap bisa membangunkan Rania, tapi gagal.

"Napas buatan, Rafli cepat lakukan itu! Jika aku yang melakukan, tidak mau, kamu saja!" Kanaya nggak mau membuat napas buatan ke Rania bukan tidak ingin menyelamatkan nyawa Rania, tapi ia geli jika membayangkan bibir perempuan bersatu dengan bibir perempuan juga. Rafli mau tidak mau ia terpaksa membuat napas buatan untuk Rania.

Kanaya menutup matanya, ia tidak ingin melihat adegan tersebut.

Beberapa detik Rania terbatuk mengeluarkan air, ia pun menangis.

"Aku mau mati!"

"Kamu tidak akan mati, ada aku disini," ujar Rafli memeluk Rania.

"Kalian pacaran?" tanya Kanaya.

"Kami tidak pacaran!" Rania langsung mendorong tubuh Rafli jauh-jauh.

"Santai aja kali, jika kalian pacaran tidak masalah, Rania apa kabar? Aku senang bisa bertemu kamu lagi, aku mau minta maaf atas kesalahanku di masa lalu, kamu mau kan maafin aku?"

"Kanayaku kembali, aku rindu kamu." Rania langsung memeluk Kanaya.

"Jadi kamu maafin aku, kan?"

"Iya, pasti masa nggak, ayo kita makan siang bareng," ajak Rania.

"Ayo, tapi kamu mandi dulu kan?"

"Iya, masa nggak." Rania bergegas membersihkan diri, ia membawa peralatan mandi juga pakaian kering.

"Rafli kamu pacaran kan sama Rania?"

"Kalau pacaran memangnya kenapa Kanaya? Aku sama Rania tidak pacaran kok, tapi menikah," ujar Rafli dengan tenang.

"Apa kamu bilang, menikah? Serius, sumpah ini kabar yang sangat mengejutkan, pantas saja kamu mau memberikan napas buatan ke Rania, kalau begitu selamat ya, Rafli semoga langgeng sampai kakek nenek, dan jadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah, aamiin."

"Aamiin, makasih ucapan dan doanya."