Di kamar Rania masih terpuruk meratapi nasibnya yang batal nikah untuk selamanya. Hati dan hidupnya sudah hancur berkeping-keping tidak ada lagi yang tersisa.
"Rania kita kuliah, yuk!" ajak Lifia yang kini mulai berubah menjadi lebih baik dan perhatian pada Rania.
"Kak, kenapa Rania tidak mati saja ikut ayah dan ibu, juga menyusul Reyhan," gumamnya.
"Rania kamu ini ngomong apa sih?" Lifia memeluk Rania.
"Rania masa jadi janda sebelum menikah Kak, apa aku tidak pantas bahagia?" tanyanya dalam pelukan Lifia.
"Rania kamu harus tegar dan ikhlas, ya."
"Ngomong itu gampang, tapi susah untuk menjalankan, apa itu benarkan?" Rania meratapi nasib entah sampai kapan?
Hatinya bukan tercipta dari besi dan bajai hingga tak sekuat itu menerima cobaan berat yang bertubi-tubi.
"Kamu jangan sedih, sekarang aku janji akan selalu menjaga kamu seperti adikku sendiri, percaya kan sama aku?" tanya Lifia menatap dalam bola mata Rania.