Rafli bosan terus di rumah, ia pun melamar kerja di restoran Pak Hendra agar setiap hari bertemu dengan Rania tentunya.
Meskipun niat hati Rafli hanya iseng kerja saja, dirinya tidak mau sebetulnya bekerja di tempat kuliner, dia lebih suka jadi dosen dan penulis blog, kadang Rafli mempelajari cara-cara menulis novel agar bisa jadi novelis.
Namun kerja di rumah hanya di depan komputer terlihat menganggur meskipun berpenghasilan, tapi kata tetangga Rafli hanya menantu yang menumpang hidup di rumah mertuanya, padahal dirinya diberi hadiah mobil mahal pun menolak.
Rafli tidak peduli apa kata orang sebetulnya, hanya ia tidak tega jika Rania ikut dibully dengan dikatakan tidak becus mencari suami seorang pengangguran modal burung doang, astaghfirullah itu kasar sekali.
Kartika telinga Rania dan Rafli mendengar mulut para orang tidak berkelas mereka berdua hanya tersenyum saja.
"Rafli mereka berkata demikian jangan kamu ambil hati ya, coba dia cari informasi tentang kamu di google, hai google apa pekerjaan dari Muhammad Rafli dan berapa penghasilan pasti nongol," kata Rania tertawa kecil.
"Google memang hebat, tapi dulu kamu juga tidak tahu apa pekerjaanku kan?" tanya Rafli.
"Soalnya kamu seperti manusia nganggur, tidak pernah promosi karyamu di sosial media, lalu bagaimana aku bisa tahu?" tanya Rania.
"Tanya google aja dong, hehe …."
Rafli ini emang nyebelin, nikmat sekali duduk di taman dekat rumah menikmati semangkuk bakso, meskipun ada yang nyindir biarkan.
"Jadi orang kaya enak ya, Mbak Rania," tanya tukang bakso ke Rania.
"Enak kenapa? Perasaan biasa aja, hidup berkecukupan harta juga sama aja Bang, ada cobaannya dan mungkin lebih berat," ujar Rania sambil ngunyah bakso di sore hari.
"Iya pasti semua makhluk hidup punya ujian, tapikan tidak pernah kelaparan, kehausan, pengen apapun selalu ada, iya toh? Apalagi lagi Mas Rafli enak bisa numpang hidup sama Mbak Rania," ujarnya.
Abang tukang bakso tetangga Rania dan sudah jadi langganan sejak kecil, tapi dia berkata begitu membuat Rania marah.
"Maksudnya apa menghina suamiku numpang hidup?" tanya Rania.
"Bukan menghina Mbak Rania, tapi Mas Rafli beruntung punya istri dari anak orang kaya raya, begitu maksud saya," ujarnya menunduk.
"Rania, kita pulang saja, yuk! Aku sudah tidak nafsu makan," ujar Rafli meletakan uang Rp 100.000, 00 di atas gerobak.
"Kalau mau kamu begitu, ya sudah kita pulang. Terima kasih baksonya Bang, lain kali jaga lidah agar tidak menyakiti hati orang lain," pekik Rania yang juga meletakan uang Rp 50.000,00 di atas gerobak.
"Mbak Rania, Mas Rafli ini kebayakan?" pekiknya yang tidak dipedulikan oleh Rania.
"Ambil saja, anggap itu tips dari kami," kata Rafli dari kejauhan.
"Mereka baik baik, aku jadi merasa bersalah menyinggung hati Mbak Rania dan Mas Rafli." Ia pun menunduk lesu bukannya senang mendapatkan uang banyak lalu berkeliling lagi agar dagangannya habis terjual.
"Rafli, aku minta maaf ya?" kata Rania.
"Untuk apa? Aku tidak peduli kok, jika ada yang menilai aku negatif. Kamu benar kan sudah sehat? Semoga jalan-jalan sore ini bikin hati kamu senang," kata Rafli senyum.
"Kamu cari kerja di dunia nyata dong, jangan online biar keliatan kerja," gumam Rania memberikan saran ke Rafli.
"Harus gitu? Besok deh, aku cari pekerjaan meskipun paling enak kerja di rumah sambil ngemil minum teh pahit, nikmat sekali hidup rasanya." Rafli bicara demikian sambil senyum, padahal manusia di belahan bumi ini banyak yang satu profesi dengannya yaitu sebagai penulis online baik itu penulis blog, atau pun novelis yang akhir-akhir ini merambah luas di Indonesia.
"Harus dong, biar tetangga tidak bicara buruk lagi soal kamu, aku tidak suka jika sahabatku dihina orang lain." Rania berjalan pelan-pelan meskipun kakinya sudah membaik.
"Siap sahabatku, Rafli akan mendengarkan saran dari kamu. Lihat saja aku besok kerja, mencari sesuap nasi untuk istri tercinta."
Rania tertawa terbahak-bahak, ia mengejek Rafli dengan mengatakan, "Mencari sesuap nasi di tong sampah? Ya Allah kasihan banget istrinya, di mejicom kan banyak, ngapain nyari sesuap nasi?"
Rafli menarik telinga Rania, padahal perempuan ayu itu tahu, ungkapan itu hanya sebuah kiasan saja, tapi dirinya senang membuat Rafli jadi marah.
"Sudah sore, kita pulang, yuk! Nanti Ibu Maya marah anak perempuannya dibawa kemana belum pulang-pulang."
"Ibuku, jika anaknya pergi sama suami dia tenang pikirannya."
"Aku suami asyik diakui sebagai suami," kata Rafli menggoda Rania.
***
Sesuai janji Rafli ke Rania benar dia sudah mempersiapkan segalanya, berdandan rapi sekali, terlihat gagah dan menawan.
"Menantu Ibu, keren mau pergi kemana pagi-pagi begini?" Ibu Maya terheran-heran melihat penampilan Rafli memakai kemeja putih lengan pendek, dipadu celana hitam bahan, tidak lupa ia memakai sabuk pengaman, eh memangnya mau kemana pakai sabuk pengaman? Maksudnya ikat pinggang.
"Rafli mau cari sesuap nasi katanya," sahut Rania yang muncul dari dalam sumur, tapi bohong masa percaya? Yang betul dia itu keluar dari kamar sudah siap-siap tempur dengan piring di restoran.
"Anak Ibu juga sudah siap kerja, kamu sudah sembuhkan? Harusnya kamu jangan kerja di restoran hanya ingin dekat dengan sahabat kamu, aneh kamu Rania." Ibu Maya saja heran dengan keputusan Rania, ditambah Rafli ikut-ikutan padahal mereka hidup terjamin tidak kekurangan uang, tapi masih mau kerja keras, disisi lain merasa bangga juga.
"Tapi Ibu, bangga sama kalian berdua. Semangat kerja Rania dan Rafli kalian generasi muda yang hebat. Keep spirit!"
Ibu Maya mendukung Rania dan Rafli walaupun itu tidak diperlukan sama sekali.
Setelah sarapan dan berpamitan mereka berdua berangkat bersama.
"Kamu mau melamar kerja di mana?"
"Di tempat kamu?"
Rania mendelik artinya ia tidak suka.
"Jangan! Buat deketin Kanaya, dia baru jadian sama Mas Arsha jangan jadi pengganggu di antara mereka berdua," pekik Rania.
"Aku kerja di tempat kamu, biar bareng sama kamu Rania, biar bisa mantau dari Reyhan juga," katanya dengan jujur.
Rania jadi merasa grogi dengan kata-kata Rafli barusan.
Ia berpikir bisa balikan dengan Reyhan jika itu mungkin, kalau tidak pun maka harus ikhlas.
"Aku sama Reyhan hubungan sudah putus, jika tali putus disambung maka tidak sama lagi, jika semakin kuat ikatannya itu bagus, kalau rapuh tentu percuma." Rania memutar musik sedih di mobil, seperti hatinya yang terluka tergores janji manis Reyhan.
"Kamu hidup tiada tanpa galau, walaupun sehari saja, semangat dong, rabbit!"
"Dih, manggil aku kelinci mentang-mentang gigiku mirip rabbit, dasar semut!"
"Kok, semut?" tanya Rafli yang merasa ganteng ketika sendirian.
"Soalnya kamu imut-imut kayak semut," kata Rania tersenyum menggoda.
"Dasar rabbit!" pekik Rafli.
Sampai tujuan Rafli langsung menyerahkan surat lamarannya ke pihak personalia, tidak butuh waktu lama dirinya sudah diterima kerja sebagai kasir, kebetulan salah satu petugas sedang cuti melahirkan.
"Selamat kerja Rafli, semoga kita bisa kerjasama dengan baik jika anda bisa menunjukan potensial kerja yang bagus, maka ada kemungkinan kami akan memakai jasa anda lebih lama, untuk sementara training tiga bulan." Setelah bapak berkumis menjelaskan Rafli pun sudah berada di posisi tempat kerjanya di bagian depan menerima uang pembayaran para pelanggan yang budiman, jika tidak budiman, Tugiman juga boleh beli, bercanda, jangan dianggap serius.
"Rafli kok, bisa ada di sini?" tanya Kanaya tanya ke Rania.
"Rafli kerja lah, masa ngemis." Rania sibuk membereskan piring-piring yang menumpuk.
"Iya, tahu kerja tapi kenapa harus di sini bersama kita?" Kanaya masih salah tingkah.
"Kamu sudah ada Mas Arsha kan? Terus kenapa kalau ada Rafli?" Rania menyelidiki.
"Aku masih kikuk aja, belum terbiasa pacaran sama Mas Arsha, terlebih Rafli pernah menolakku, rasanya sakit."
"Kamu juga pernah menolak cinta Rafli, jadi santai saja kenapa Kanaya?" gumam Rania memberikan pengertian.
Iya, juga sih masa harus malu jika bertemu Rafli, kan skor sama. Rafli pernah ditolak oleh Kanaya sebaliknya Kanaya pun pernah ditolak oleh Rafli, kenapa harus malu? Cinta bukan permainan yang bisa diatur harus kepada siapa hati kita akan berlabuh? Semua bisa ada kemungkinan yang bahkan di luar prediksi.
Takdir Tuhan selalu indah serta tersusun rapi tidak satu manusia pun yang akan tahu meskipun mereka sudah banyak berdoa dan berusaha untuk mendapatkan pasangan yang terbaik dalam hidupnya.