"Mami! Ayo bangun!" teriak Eryl sambing mengguncang tubuh Mitha. "Mami!"
Mitha membuka matanya. Ia melihat Eryl yang sudah kembali ceria. Gadis itu tampak penuh semangat.
"Mami masih ngantuk, Eryl!" rengek Mitha sambil pura-pura memejamkan mata.
"Mami! Ayo mami! Kata mami Minnie, kita harus olahraga pagi biar sehat! Ayo mami!"
"Euh! Eryl aja deh! Mami lemes!"
"Mami!" Eryl berusaha menarik Mitha sekuat tenaga. Akhirnya ia menyerah dan duduk di sisi kasur yang kosong. Diciumnya seluruh wajah mamanya. "Eryl sayang mami. Eryl mau kita hidup sehat. Biar panjang umur dan bahagia selalu!"
"Tapi mami ngantuk!"
"Ayo, Mi! Eryl janji deh, selesai olahraga nanti. Eryl yang akan buatin sereal untuk mami."
"Beneran?!" tanya Mitha.
Eryl mengangguk. "Ayo kita olahraga dulu, Mam!"
Mitha segera bangkit. Ia cuci muka dan berganti pakaian. Lalu menghampiri Eryl yang duduk di depan pintu menunggunya. Gadis kecil itu sudah siap dengan sepasang sepatu olahraga di kaki.
Mitha bergegas mendekat. Segera memakai sepatu dan pergi bersama Eryl. Mereka berdua tampak senang. Seolah lupa dengan apa yang terjadi.
Eryl beberapa kali menunjuk orang berlalu lalang selama mengitari gedung yang luas. Ia menunjuk bajai yang tengah lewat. Lalu, anak-anak yang mulai menjajakan jualannya di atas kardus yang dikalungkan di leher mereka.
"Mami!" teriak Eryl sambil menunjuk pedangang kecil itu.
"Dek sini dek!" Mitha memanggil yang terdekat. "Jual apa aja?" tanyanya ketika pedagang asongan itu sudah mendekat.
Pedagang cilik itu mulai menjelaskan banyak barang. Mitha agak miris melihatnya. Ia jadi teringat mendiang temannya saat melihat bocah itu.
"Kamu mau apa, Sayang?" tanya Mitha.
"Aku mau minum, Mi. Sama wafer coklat aja, Mi."
Mitha segera mengambil makanan dan sebotol air mineral. Lalu, "ambil aja kembaliannya."
"Makasih, Bu!" jawab bocah itu dengan penuh semangat. Lalu ia pergi dan kembali menawarkan barang dagangannya.
"Kasihan mereka ya, Mi?"
"Iya. Kasihan mereka." Mitha mengusap kepala Eryl.
"Eryl jadi bersyukur dengan hidup Eryl sekarang. Eryl punya mami yang hebat. Itu aja sudah cukup buat Eryl." Gadis itu mendongak dan melihat maminya.
Mitha berjongkok dan memeluk putrinya, "terimakasih sudah hadir di hidup mami, Sayang."
"Terimakasih sudah menjadi mami Eryl yang terbaik di dunia! Eryl sayang, Mami!"
"Me too."
#------#
Di ruang tamu penthouse. Mitha sibuk menonton tv. Sedangkan Eryl menyuap sereal ke mulutnya dan sang mami.
Beberapa menit yang lalu. Setelah selesai berolahraga dan membersihkan diri. Eryl langsung membuatkan sereal untuk Mitha dengan susu cair yang langsung di siram ke atas sereal yang sudah ditaruh di mangkuk. Setelah itu, membawanya ke ruang tamu.
"Mami capek!" rengek Mitha sambil menyandarkan kepalanya ke bahu kecil putrinya. "Semalam mami kurang tidur, karena ngejar deadline."
Eryl menghela napas. Ia segera menyuapkan semangkuk sereal ke mulut mami dan dirinya hingga habis. Setelah itu, mengambil semangkuk lagi yang tergeletak di meja untuk dihabiskan.
Sesekali Mitha mencuri pandang pada putrinya yang terkadang bersikap lebih dewasa darinya. Eryl sangat telaten melayani tingkah manja sang mami.
"Mami ngantuk."
"Eh?! Tapi kan mami baru habis makan! Jangan tidur!" omel Eryl.
Mitha tersenyum. Kalau gadis itu tak bersuara, ia mungkin lupa dengan umur Eryl yang masih 6 tahun.
"Tapi, mami ngantuk."
"Mami! Jangan tidur dulu! Tunggu sepuluh menit!"
"Nggak mau. Mami ngantuk."
"Lima menit! Please!" mohon Eryl.
Mitha menghela napas kasar. Ia kembali duduk. "Mami bosan."
Eryl segera duduk menyamping menghadap sang mami, "Eryl ceritakan tentang putri salju versi Daddy gimana?" tanyanya dengan penuh semangat.
"Boleh."
Eryl mulai bercerita. Mitha sibuk memandang ekspresi putrinya sambil tertawa sesekali. Anaknya itu sungguh menggemaskan di tambah cerita aneh dari Jimmy.
Jika bukan karena Eryl. Mungkin sekarang dia sudah memilih untuk mengakhiri hidup. Putrinya adalah penguat untuknya. Setelah ditinggal orang tua untuk selamanya. Mitha juga kehilangan suami yang lebih memilih cinta pertama pria itu.
Eryl melihat ke arah jam dinding, "sudah 10 menit. Mami boleh tidur di kamar."
Mitha mengangguk. Dipeluknya Eryl, "makasih sayang! Mami tidur dulu."
Mitha pun pergi meninggalkan Eryl sendiri. Gadis itu segera membawa nampan berisi dua gelas dan dua mangkuk kosong. Ia membawanya ke sink dan mencuci piring dengan bantuan kursi. Karena tingginya yang tak memadai.
"Habis ini, Eryl mau ke mana ya?" gumamnya sambil mencuci piring. "Hah! Eryl telpon Daddy aja!"
Eryl mempercepat gerakan tangannya. Lalu bergegas ke kamar untuk menghubungi sang Daddy.
"Mau ke mana?" tanya Mitha yang melihat Eryl mengambil ponselnya.
"Eryl mau jalan sama Daddy. Boleh kan, Mi?"
"Boleh. Cuma hari ini Daddy kerja deh!"
"Yah!" Eryl menunduk lesu. Ia menaruh ponsel Mitha ke atas nakas. Tiba-tiba, handphone itu berbunyi. Nama Jimmy tertulis di sana. Gadis kecil yang sudah hapal dengan bentuk huruf nama Jimmy langsung mengangkatnya.
"Halo, Daddy?!"
"...."
"Mau!"
"...."
"Oke! Eryl siap-siap dulu! Bye Om!"
"...."
Eryl menaruh ponsel yang panggilannya sudah mati itu ke atas nakas. Gadis itu langsung bersiap-siap.
"Memang mau ke mana?"
"Ke kantor Daddy. Katanya tante Alice mau ngajarin Eryl main piano."
"Eh? Emang di sana ada piano?"
"Ada! Di tempat pelatihan artis yang bakal jadi penyanyi."
Mitha mengangguk paham. Ia baru ingat kalau dalam satu gedung kantor tempat Jimmy. Ada banyak perusahaan lain. Yang masih anak dari perusahaannya. Salah satunya adalah perusahaan agensi model dan aktris.
"Ya udah, hati-hati perginya ya? Mami mau bobo cantik dulu!" Mitha segera memejamkan mata dan langsung terbuai ke alam mimpi.
Eryl geleng-geleng kepala melihat maminya itu. "Kayak anak-anak aja mami nih!" gemesnya.
Tak lama terdengar bel pintu ditekan. Eryl segera pergi dan melihat intercom. Jimmy sudah berdiri di depan pintu.
Eryl menarik kursi kokoh yang sengaja ada untuknya membuka pintu. Gadis itu segera turun dan menggeser kursinya, begitu pintu terbuka sedikit. Membiarkan Jimmy membuka lebar pintu itu.
"Mami kamu mana?" tanya Jimmy.
"Mami bobok."
Jimmy duduk berjongkok, "sudah pamit?"
"Sudah, Daddy."
"Ya udah yuk!" Jimmy pun berdiri dan menjulurkan tangannya.
Eryl mengangguk. Ia segera menggenggam jari telunjuk Jimmy. Gadis itu sangat senang.
"Eryl!"
"Eh?"
"Menurut Eryl, Daddy gimana?"
"Eh?! Daddy ... handsome ... cool ... baik!"
"Benarkah?"
"Tunggu! Kalau dari yang Eryl baca dan tonton di Internet. Daddy cinta sama mami. Iya kan?"
"Eh?!"
"Eryl juga baca novel tulisan mami. Seorang pria yang suka sama perempuan itu ... kayak Daddy."
"Kamu juga baca novel mami juga?!"
Eryl langsung menutup mulutnya. Maminya sudah melarang membaca dan menonton di Internet. Serta, membaca novel maminya. Tapi dia bosan. Mainan yang dibelikan Jimmy dan Mitha tak seru jika dimainkan sendiri.
"Maaf ... Eryl bosan main sendiri di rumah. Daddy ... maafin Eryl. Eryl janji nggak akan ulangi lagi, tapi ...."
"Tapi?"
"Daddy ajak Eryl main. Ya?"
"Em. Daddy janji, tapi jangan diulang kembali! Ingat itu!"
Eryl mengangguk dan tersenyum ceria. Mereka pergi menuju basemen dengan penuh semangat.