Chereads / DON'T GO, DON'T BACK / Chapter 5 - Sahabat dan Keluarga

Chapter 5 - Sahabat dan Keluarga

Mitha memasuki rumah sakit. Ia ingin bertemu Wisnu dan Mia. Dirinya cukup bersalah, karena tak menyapa mereka kemarin.

"Mitha?!" teriak seorang perempuan paruh baya dengan snelli yang melekat di tubuhnya.

"Halo, Dok! Gimana kabar anda?"

"Baik, sangat baik. Kamu sendiri gimana?"

"Baik."

"Kemana aja selama ini?"

Mitha menggaruk tepi wajahnya, "mengunjungi beberapa negara."

"Bagus! Memang harus begitu! Untuk apa kamu sedih berlarut dengan laki-laki seperti Andika!"

Mitha terkekeh, "iya, Dok. Makasih, Dok. Apa Mai dan Wisnu ada?"

"Ada. Mereka di kantin kayaknya." Dokter itu melihat jam di tangannya.

"Makasih, Dok. Aku pergi dulu."

Mitha segera pergi dari sana. Dulu dia sering kemari merawat mamanya yang koma. Orang tuanya mengalami kecelakaan, tak lama setelah menikah. Sayangnya dua bulan setelah itu, mamanya meninggal, tanpa sempat sadar.

"Nggak baik bermesraan di depan umum," ucapnya saat melihat sepasang kekasih yang saling menyuap. "Kasihan para jomblo."

Mitha duduk di depan mereka. Mia menatap datar. Wisnu hanya tersenyum tipis.

"Siapa ya?" tanya Mia.

Mitha tersenyum. Ia tau sahabat nya itu sedang mode merajuk.

"Gusmitha. Mitha."

"Oh!" Mia bersidekap dan menatap Mitha.

Mitha membuka scarf yang melilit lehernya. Mia terkejut. Sedangkan Wisnu biasa saja.

"Sudah kuduga. Mana scarf yang mau kamu kembalikan?"

"Di ruangan gua," jawab Mia. "Lu harus cerita semuanya!"

Mitha mengangguk dan kembali menutupi lehernya dengan scarf. "Aku kangen kalian." Perempuan itu tersenyum sambil meraih gelas Mia dan hendak meminumnya.

"Jangan! Bekas Wisnu itu!" teriak Mia.

Mitha tersenyum dan mengangguk. "Kalau gitu, gua pesen dulu."

"Em! Gua traktir!" ucap Mia.

Mitha segera pergi dan memesan. Tak lama ia kembali dengan sebotol minuman. Ia meneguk sedikit air di dalamnya. Lalu, menaruhnya di atas meja.

"Bagaimana kalian bisa menikah?" tanya Mitha dengan entengnya.

"Ceritanya panjang, kita makan aja dulu." Wisnu menjawab dengan senyum mengembang.

"Waw! Aku tak sabar mendengarnya." Mitha melihat ke arah petugas yang mengantar makanan untuknya, "makasih."

Mereka bertiga makan dengan tenang. Dan perkumpulan tiga legenda di rumah sakit itu menjadi sorotan banyak orang. Siapa yang tak tau kisah cinta mereka. Mitha yang mencintai suaminya. Wisnu yang mencintai Mitha sejak kecil. Lalu, Mia yang mencintai Wisnu sejak kelas 2 SMA. Semuanya tau cerita itu.

Selesai makan, Mia segera mengeluarkan dompetnya.

"Anak lu mana?" tanya Mia.

"Sama Daddy-nya," jawab Mitha.

"Lu lumayan cepat move on ya."

Mitha tertawa hambar. Mia langsung melihat ke arah sahabatnya. Begitu pula Wisnu. Mereka tau arti tawa itu.

"Habis ini kita nggak ada tugas lagi. Mau ngobrol di mana?" tanya Wisnu.

"Terserah," jawab Mitha.

"Apartemen kami aja!" usul Mia sambil melihat ke arah Wisnu.

"Boleh."

"Cih! Pamer kemesraan lagi."

Wisnu dan Mia tertawa mendengarnya. Tak lama, tawa mereka menular pada Mitha.

"Ya udah! Gua bayar dulu," ujar Mia. Perempuan itu langsung pergi ke kasir.

"Padahal rumah sakit ini besar. Kenapa nggak pakai kupon atau mesin otomatis gitu. Jadi kuponnya dipotong langsung di gaji."

"Tanya sama kepala rumah sakitnya aja!" ucap Wisnu.

"Kakek? Kakek apa kabar?"

"Baik. Tapi mungkin karena sudah tua. Kesehatannya sudah mulai menurun." Mitha mengangguk mengerti.

"Sudah," ucap Mia yang sudah berada di dekat mereka.

"Ya udah yuk!"

"Gua bawa mobil," ucap Mitha.

"Eh? Ya udah, lu ikuti kami dari belakang aja nanti." Wisnu segera menggenggam tangan Mia. Mereka berjalan mendahului Mitha.

"Dasar!" ucap Mitha sambil tersenyum.

#--------#

Di ruang tamu apartemen Wisnu dan Mia. Mereka berdua mendengarkan cerita Mitha ditemani teh hangat dan kue kering.

"Luka ini saat aku denger mereka bertunangan, setelah dua bulan kepergianku. Dan setelah, tiga hari kami resmi bercerai." Mitha mengusap lehernya yang ada bekas luka. "Waktu itu tiba-tiba Eryl menendang. Saat itu, aku sadar. Tubuhku ini, juga menampung nyawanya. Entah ada kekuatan dari mana, aku melangkah keluar sambil berusaha menghentikan darah yang mengalir. Untung saja Minnie yang khawatir pulang ke rumah. Setelah itu aku nggak ingat hingga tiga hari. Aku baru sadar. Minnie bilang untung pisaunya meleset. Kalau tidak, mungkin aku nggak akan bisa bertemu kalian lagi. Tapi nggak cukup sampai di situ. Meski kami berdua selamat, depresiku lumayan parah. Tubuhku harus diikat dan diawasi dua puluh empat jam. Meski aku berusaha menjaga diri demi Eryl. But ... i can't. Saat pikiran itu menyerang. Aku nggak bisa mengendalikan tubuhku untuk menyakiti diri sendiri. Karena itu, aku nggak bisa menghubungi siapapun. Butuh dua tahun aku baru bisa pulih. Selama itu, aku bergantung dengan Minnie dan Jenni, mendiang istri Jimmy."

"Jadi itulah kamu kenal Jimmy?" tanya Mia.

Mitha langsung menatap tajam dan melemparkan bantal sofa, "harusnya kamu tu nanya gimana aku sesudah itu!"

"Nggak tertarik. Gua dah lihat lu sehat gini."

"Ck!" Mitha berdecak kesal.

"Ngomong-ngomong apa yang terjadi dengan istri Jimmy?"

"Dia dan putrinya Nandin meninggal dalam kecelakaan. Remnya diputus oleh orang yang dibutakan cinta."

"Maksud lu cinta sepihak dengan Jimmy? Waw! Kayak lu sama Andika dong!"

"Beda. Jimmy benar-benar mencintai Jennie."

Mia dan Wisnu saling bertatapan. Mereka seolah berbagi pikiran yang sama.

"Lu sendiri? Apa lu mencintai Jimmy?"

"Aku nggak tau," jawab Mitha. "Yang jelas, hati dan pikiranku sudah penuh dengan Eryl. Cuma Eryl yang menjadi sumber kekuatan dan kebahagiaan ku sekarang. Terus, gimana cerita kalian?"

"Yang jelas selama lu pergi dan gua menggila. Mia selalu ada. Bahkan gua dan Andika sempat berkelahi. Dia bener-bener gila, tiga hari setelah perceraian kalian. Bisa-bisanya dia tunangan dengan Rachel. Terus, setelah semua agak tenang. Dia bilang dia mencintai gua dan pergi begitu saja. Hati gua kosong dan kehilangan hadirnya."

"Jangan bilang lu kejar dia dan lu bilang cinta?"

"Iya."

"Wah!! Drama! Benar-benar drama."

"Tapi, yang lu perlu tau. Apa yang dia lakukan itu adalah eksperimen. Dia penasaran, apa yang dikatakan oleh novel sialan itu benar atau tidak!" Wisnu kesal dengan mata membara, lalu merunduk dengan lemas.

"Dia melakukan sesuatu yang menghancurkan harga dirinya," tambah Mia sambil menahan tawa.

"Aku tau. Aku sudah denger ceritanya saat bertanya di meja resepsionis. Beberapa perawat menggosipi kalian. Tapi menurut gua. Lu keren, Wisnu! Jadi jangan sesali itu."

"Nyesel? Jadi lu nyesel?" tanya Mia dengan pipi menggembung.

"Nggak, Sayang! Siapa yang menyesal?"

"Hoek! Gua pamit dulu kalau gitu."

"Serius?! Gua anter ke depan!" usir Wisnu dengan mata berbinar dan Mia yang menatap malu-malu.

"Iiih!" Mitha bergidik geli. Ia langsung berlari keluar dan menutup pintu.

"Soal Andika gimana? Cerita nggak?" tanya Mia.

"Aku nggak tau."

"Tunggu! Saat hamil Eryl dia mau bunuh diri, karena mendengar pertunangan itu?"

Wisnu langsung menatap Mia. "Eryl anak Andika?!"

#---------#

Di dalam mobil di basemen gedung apartemen. Mitha duduk termenung. Tadi di meja resepsionis. Beberapa perawat menceritakan kondisi Andika. Pria itu juga mengalami gangguan mental.

"Kenapa aku harus mikirin dia." Mitha segera pergi dari sana. "Habis ini gua harus bicara pada Wisnu. Perawat di meja resepsionis harus diberi peringatan. Bagaimana seorang perawat membeberkan kondisi pasien dengan mudahnya."

Mitha mengendarai mobil hingga ke basemen gedung kantor Jimmy. Ia tak sengaja bertemu Andika, Rachel dan Andrew di sana.

"Mitha!" panggil Rachel, ketika Mitha melewatinya begitu saja. "Gua minta maaf. Nggak seharusnya gua begitu ke Eryl."

Mitha tak peduli. Ia terus berjalan.

"Mitha!" Andika mencekal lengannya, "kami benar-benar minta maaf."

Mitha terdiam. Kata-kata kami berhasil membuat hatinya terusik.

"Tolong maafin Rachel."

Mitha menghempaskan tangan Andika, "seharusnya kalian minta maaf sama Eryl."

Mitha segera pergi dari sana. Ia benar-benar kesal. Tiba-tiba dirinya teringat, kalau perawat itu mendukung pasangan Andika Mitha. Mungkin, perawat itu hanya mengucapkan omong kosong. Agar mereka bisa bersatu kembali.

"Ck! Menyebalkan!" ucapnya ketika mereka harus dalam lift yang sama.

"Apa hubunganmu dengan Jimmy baik?" tanya Andika.

Mitha tak sengaja melihat poster kerja sama perusahaan Andika dan Jimmy. Dan dia tau yang siapa yang menjadi pihak yang diutamakan.

"Kalau kamu ingin memintaku menjadi perantara, karena masalah Eryl. Jimmy bukan orang yang seperti itu! DADDY ERYL, bukan orang yang tidak profesional."

Mitha langsung keluar begitu pintu lift terbuka. Ketiga orang itu mengikuti dari belakang.

"Mami!" Eryl ternyata menunggu dan langsung menyambut Mitha.

"Anak mami! Sudah makan?"

"Sudah," jawab Jimmy.

"Hi, Kak!" sapa Alice. Ia langsung memeluk Mitha. "I miss you, Sis!"

"Me too." Mitha membalas pelukan itu. "Jadi, di mana kita akan makan malam ini?"

"Tanya pada kak Jimmy. Jarang-jarang kita bisa makan bareng."

"Emang siapa yang mau ngajak elu makan?" tanya Jimmy. "Kami hanya akan bertiga. Gimana Eryl?"

"Em! Aunty jelek tinggalkan saja!"

"Bukankah tak baik membiarkan seorang anak menghina orang yang lebih tua?" tanya Rachel.

"Rachel!" Andika menyuruh perempuan itu untuk diam.

"Apa kamu tak tau apa artinya bercanda Mrs Rachel?" tanya Alice sarkas. "Sepertinya anda benar-benar tak ingin bekerja di sini lagi?"