Chereads / Gandeng Mayit / Chapter 28 - Curhatan Toni 3

Chapter 28 - Curhatan Toni 3

Nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Kuntilanak benar-benar jahil kepada Surya dan teman-temannya. Dia menggunakan kakinya untuk menjagal teman Surya hingga membuatnya tersungkur di atas tanah. 

Toni berdiri dari kejauhan sambil menutup mulutnya. Kedua matanya melotot menyaksikan kejadian buruk di depannya. Dia takut jika Surya akan marah kepadanya. Namun, dia juga masih bersyukur karena jaraknya dengan kejadian tersebut cukup jauh, sehingga bisa meminimalisir rasa curiga Surya terhadap dirinya.

Bukan hanya manusia saja yang memiliki perasaan dan rasa kemanusiaan, begitupun seorang hantu. Toni tidak tega melihat kondisi teman Surya dengan wajah berlumuran darah dan tanah karena teman Surya jatuh dalam posisi tengkurap. Darah dari mulutnya menutupi bibirnya. Toni sangat yakin bahwa teman Surya bibirnya pecah ataupun giginya ada yang patah maupun goyang.

Kematian Toni memang berlumuran darah akibat peluru yang menembus tubuhnya, tapi dia tidak sanggup jika harus melihat darah mengucur dari tubuh manusia. Melihat darah mengingatkan darah kematiannya. Dia masih ingat betul bahwa dulu dirinya kehilangan banyak darah akibat terlambat mendapatkan pertolongan yang pada akhirnya jiwa dan raganya tidak bisa menyatu kembali. Toni hanya bisa melihat tubuhnya terkapar lemah dengan tangisan keluarga.

Mengingat hal itu cukup membuat kepala Toni agak pusing. Dia mengacak rambutnya frustasi lalu dilanjut dengan meraup wajahnya dengan tangan kosongnya. Dia menatap ke langit biru. Ada sedikit rasa menyesal bertemu dengan Kuntilanak, meskipun dia bisa mendengarkan keluh kesahnya selama menjadi hantu. 

"Kalau seperti ini caranya, maka aku akan dibenci oleh Surya. Aku nggak mau kesepian lagi," Gumam Toni. Dia mondar-mandir untuk mencari jalan keluar, tapi kali ini dia memang sengaja menggunakan kekuatannya untuk menghilangkan diri agar tidak bisa dilihat oleh Surya, meskipun dia anak indigo. Cara itulah untuk menghindari tuduhan Surya, dia yakin bahwa Surya akan melihat Kuntilanak, sehingga semua jawabannya sudah sangat jelas.

Pada saat itu juga Toni berusaha untuk tenang dan memutuskan untuk menjadi pengamat kejadian di depannya. Dia bersandar di rumah Kuntilanak, yaitu di pohon besar. Jadi, kekuatan yang digunakan oleh Toni pada saat ini bukan hanya untuk mengelabui manusia saja, melainkan hantu pun juga sama. Kini dia semakin merasa yakin dengan menggunakan kekuatannya tersebut, sehingga Kuntilanak tidak bisa melihat dirinya.

Toni tersenyum getir ketika melihat Kuntilanak yang sedang celingukan seperti orang hilang. Dari gerak-geriknya saja dapat dilihat sangat jelas. Sedikitpun tidak ada niat dalam diri Toni untuk muncul di hadapan Kuntilanak. Hal itu juga menjadi salah satu alasan agar Kuntilanak kapok dengan kejahilannya. Sebab, Surya bisa membalas perbuatan Kuntilanak sesuka hatinya. 

"Sindi, kamu nggak apa-apa?" Tanya Budi.

"Sakit, hiks," jawab Sindi sambil menangis.

"Aduh, kenapa jadi seperti ini?!" Pekik Asep terkejut melihat wajah Sindi berlumuran darah.

"Bawa ke rumahnya langsung saja!" Suruh Surya. 

Mereka semua panik, beberapa dari mereka ada yang mengantarkan Sindi ke rumah. Namun, Surya malah diam sambil mengamati daerah sekitarnya. Dia melihat ada sosok perempuan berpakaian warna putih, dia adalah Kuntilanak. Di saat itu juga, Toni langsung memperlihatkan dirinya dengan berposisi seperti orang tidur, sehingga Surya akan mengira bahwa Toni sedang tidur. Tujuannya adalah untuk mencari aman.

"Oh ternyata kuntilanak ini yang membuat Sindi jatuh, awas saja kamu setan kurang ajar!" Ketus Surya sambil mengepalkan kedua tangannya.

Surya segera melangkah kaki menuju ke Kuntilanak, dia pura-pura tidak melihat Kuntilanak agar kehadirannya tidak dicurigai. Tepat pada saat sampai di depan Kuntilanak, Surya sengaja menginjak kaki Kuntilanak agar dia merasakan sakit seperti apa yang dirasakan Sindi, meskipun itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang Sindi rasakan. Hal itu cukup membuat Kuntilanak kesakitan.

"Aduh!" Pekik Kuntilanak lalu memegang kakinya. Ada salah satu kuku di jari kakinya yang mengelupas. Hal itu dikarenakan akibat tubuhnya sudah agak membusuk akibat kematiannya yang sudah cukup lama.

Sementara Toni malah tetap jalan tanpa memperdulikan Kuntilanak yang sedang kesakitan. Dia tetap bersikap seakan dirinya baik-baik saja tanpa ada masalah. Tujuannya agar Kuntilanak tidak mengetahui bahwa Surya adalah anak indigo. 

Surya berlari mendekati Toni memberikan kode untuk mengikuti dirinya. Cara yang Surya lakukan yaitu dengan menendang kaki Toni sambil berlari mengejar teman-temannya. Untung saja arahnya tepat, sehingga dramanya tidak diketahui oleh Kuntilanak. Beda dengan Toni yang memang sudah tahu akal-akalan Surya.

"Dasar manusia tidak punya adab, jatuh ke sungai baru tahu rasa!" Umpat Kuntilanak menatap Toni tajam.

"Rasain tuh! Makan tuh ramai! Makanya jadi hantu nggak usah sok jahil sama manusia," ejek Toni lalu meninggalkan Kuntilanak yang sedang kesakitan.

"Awas saja kalau ketemu lagi!" Teriak Kuntilanak tidak terima ketika diejek oleh Surya.

"Bodoamat!" Sahut Toni tak kalah serunya.

Kini Toni berjalan sejajar dengan Surya. Mereka berdua menuju ke arah rumah Sindi untuk memastikan kondisinya. Surya membawa sandal jepit yang dikenakan Sindi tadi. Khawatir kondisi Sindi hingga melupakan barang-barang Sindi. Toni memegang tas Sindi. Hal itu cukup membuat Surya mendelik.

Surya merebut tas yang dibawa Toni. "Kamu hantu nggak usah bawa barang-barang milik manusia. Nanti kalau dilihat orang lain akan terkesan ngambang. Jadi, nggak usah bikin orang lain paniklah!"

"Ya kan aku cuma mau bantu, masa iya nggak boleh bantuin kamu bawa barang. Mau bantu salah, diam saja juga salah. Memang ya hantu itu serba salah. Bahkan nggak salah ataupun nggak tahu apa-apa pun juga diikut-ikutkan. Bawa-bawa nama setan jika berbuat kesalahan. Coba deh sekali-kali hantu itu disamakan yang baik-baik!" Protes Toni. 

Selama ini, Toni agak muak dengan perilaku manusia yang tidak memiliki adab. Dia tidak ingin berteman dengan orang yang modelnya seperti itu. Sebab, sebagai hantu pun juga harus bisa jaga nama agar tidak bersikap semena-mena. 

"Hantu memang salah, lagian kamu ini mau bikin aku malu lagi? Asal kamu tahu ya, aku cuma berani ngomong sama kamu di tempat yang terbuka ini dengan cara harus melihat situasi dan kondisi dulu. Kamu pikir itu mudah? Nggak samasekali!"

"Ya maaf, aku kan nggak tahu itu kalau akan terjadi sama kamu."

"Makanya ini tak kasih tahu biar kamu tahu dan mikir sebelum bertindak. Heran deh sama jalan pikiran kamu, huft!" Surya menghela napas sambil mengelus dada agar bisa bersabar menghadapi hantu yang tidak mau mengalah.

"Seperti itu ya?" 

"Iyalah, mau gimana kalau itu memang kenyataannya kan?" 

"Sudahlah jangan marah-marah, nanti cepat tua loh," ujar Toni masih saja terlihat tenang, meskipun Surya sangat kesal.

"Kalau tua kenapa? Semua orang juga pasti akan tua!"

"Hehehehe, kalau sudah tua, maka akan cepat mati."

"Kata siapa? Buktinya kamu yang masih kecil saja mati duluan daripada kedua orang tua kamu kan?" Tanya Surya