"Aku tadi kasih Hany cookies dengan rasa kesukaannya."
Dahi Ana mengernyit, bingung. Kemarin dia memang mengatakan bisa cemburu pada Hany, tapi kenapa Ilham justru mengatakan hal ini sambil tersenyum senang? Cowok yang sudah menjadi pacarnya ini sengaja ingin membuatnya cemburu? "Aku tahu."
"Ana nggak cemburu?"
Sama sekali tidak. Ilham kan tidak hanya memberikan cookies pada Hany saja. Ana juga mendapatkan brownies, bahkan Ilham juga membuatkan kue bolu untuk anak-anak sekelas sebagai bentuk pajak jadian, "Apa aku harus cemburu?"
"Kalau yang ini apa bisa membuatmu cemburu?" tanya Ilham sambil menunjukkan layar ponselnya.
'Ilham, ini Hany.....❤😉'
Ana mengambil alih ponsel Ilham untuk membalas chat WhatApp dari nomor yang belum di save itu.
'Kalau ada masalah, lo bisa chat gw kok'.
Ilham menautkan alisnya dengan heran setelah Ana mengembalikan ponsel ke tangannya, "Kok malah dibalas kayak gini?"
"Arka sedang mendekati Hany kan? Kalau terjadi sesuatu pada Hany, Ilham wajib menolongnya. Dia kan temanmu."
Dengan pasrah Ilham menghela napas, sepertinya telah gagal usaha yang sebisa mungkin dibuatnya untuk membuat Ana merasa cemburu, "Emang Ana nggak penasaran mengenai hubunganku dengan Hany?"
"Teman sejak kecil kan?"
"Kami berteman secara backstreet."
Ekspresi wajah Ana seketika berganti menjadi kebingungan, "Bukannya hubungan pacaran yang biasanya backstreet ya?"
Ilham menopang dagunya sambil menatap Ana yang duduk di sampingnya dengan serius, "Karena masalah Bang Yudha, orang tua Hany nggak suka aku berteman dengan Hany. Jika dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui orang tua, namanya backstreet kan?"
Iya sih, tapi masa berteman saja sampai dilarang sih? Bagi Ana ini adalah sesuatu yang terlalu disikapi dengan sangat berlebihan.
"Untuk berteman aja kami punya rintangan yang rumit, mustahil bangat kami terlibat hubungan percintaan."
"Ilham sangat menyayangi Hany ya?"
Ilham menunjukkan senyum jahilnya, "Oh, akhirnya Ana cemburu pada Hany."
Bukan cemburu, Ana hanya sedikit merasa iri melihat Ilham begitu memikirkan Hany. Tunggu, ini sama saja dengan cemburu kan? Karena ini merupakan pengalaman pacaran pertamanya, Ana sulit membedakan rasa iri dan cemburu.
"Aku emang senang Ana bisa cemburu begini, tapi percayalah, hubunganku dan Hany sampai kapan pun mentok di status teman atau sahabat, nggak mungkin kami melewati batasan itu," ucap Ilham sambil mengelus-elus kepala Ana dengan lembut.
Ana memalingkan wajahnya ke arah lain, dia belum terbiasa mendapat perlakuan seperti ini, "Kita ada di dalam kelas tahu, jangan buat mereka meledek kita deh."
Ilham kembali menjauhkan tangannya dari kepala Ana, "Ngomong-ngomong, apa Ana suka dengan brownies dariku?"
Kedua netra Ana memandang brownies yang ada di atas meja. Kacang almond yang menghias bagian atas brownies sungguh tidak kira-kira, tapi karena ada banyak makanya Ana tak dapat menahan diri untuk mengambil salah satu potongan yang berukuran paling kecil, "Enak."
"Aku sengaja memperbanyak kacang almondnya loh!"
Tanpa diberi tahu, sudah terlihat jelas Ilham membuat ini memang khusus untuk Ana, "Kenapa Ilham tahu aku suka rasa kacang?"
"Karena cukup sering memberikan berbagai macam jenis kue selama satu tahun lebih, aku tahu apa yang disukai oleh teman-teman sekelas."
Ana mengangguk mengerti, pantas saja walau mereka dulu tidak begitu dekat, Ilham bisa sampai mengetahui rasa yang disukainya, "Ilham sangat perhatian ya?"
Ilham menggeleng, menolak pujian yang diberikan, "Nggak, bukan perhatian. Jika memakan sesuatu yang disuka pasti mau memakannya lagi kan? Dan jika nggak suka pasti lebih pilih nggak mencobanya sama sekali. Aku cukup sering melihat dua reaksi itu selama ini. Jadi kue bolu rasa coklat merupakan pilihan tepat untuk membuat mereka puas."
Jika bukan perhatian, artinya Ilham tipe yang pengertian ya? Untuk memberi pajak jadian saja sampai memastikan agar semua orang di kelas dapat memakannya, "Il, apa aku benar-benar boleh jadi pacarmu?"
"Kok masih menanyakannya?"
Karena Ilham terlalu baik untuk Ana, dia merasa tak pantas menjadi pacar cowok ini, "Habis kita terlalu berlawanan. Ilham alim bangat, sedangkan aku tomboy."
Ilham merengut, "Aku nggak merasa alim. Buktinya aku ngajak pacaran bukan malah ngajak taaruf kan?"
Memang ada benarnya, tapi siapa pun pasti setuju mengatakan Ilham alim walau mengetahui mereka menjalin status berpacaran, bukannya taaruf, "Kenapa nggak diajak taaruf?"
"Aku mau menjalani masa pacaran seperti remaja pada umumnya," jawab Ilham sambil menyentuh surai hitam Ana.
"Cie yang lagi romantis-romantisnya, berasa dunia milik berdua ya?"
Bola mata Ilham melirik orang yang sedang menggodanya sekilas sebelum kembali memusatkan perhatian pada rambut Ana lagi, "Nggak usah ngeledek deh, Rib. Gue nggak mau kasih lo kue lagi jika terus gangguin kita."
Arib yang awalnya sedang menunjukkan senyum meledek langsung terlihat kecewa, "Ancamannya serem bangat. Padahal baru gue yang godain loh, belum Arka."
"Gue bisa bayangin gimana menyebalkannya diledek sama Arka," gumam Ana dengan nada malas.
Arib tertawa renyah, "Yang sabar ya! Dan jangan diam-diam bermesraan walau dapat tempat duduk di pojok gini loh."
Merasa tersindir, Ilhan berhenti memandangi Ana, "Nggak bakal, memalukan tahu kalau sampai ditegur guru."
"Berarti kalau nggak ada guru bakal mesra-mesraan gitu?" tanya Arib sambil melebarkan senyumnya sampai menjadi sebuah seringai.
Astagfirullah, kenapa Ilham mendapat tuduhan yang membuatnya ingin sekali mendorong kursi yang Arib duduki memakai kakinya? Atau lebih baik Ilham benar-benar melakukan saja ya mumpung Arib saat ini duduk tepat di depannya?
"Gue bakal nyuruh Arka tambahin porsi latihan kalau lo nggak hadap depan sekarang juga."
Tanpa mengatakan apa-apa, Arib langsung menghadap papan tulis, takut mendengar ancaman Ana yang berpotensi membuatnya capek berlebihan.
Ilham menahan tawanya. Ana memang jago dalam urusan mengancam orang lain ya? Meski pakai membawa-bawa nama orang lain dulu sih baru dapat membuat Arib terdiam.
Dan karena nama Arka disebut, mendadak Ilham ingat sesuatu yang tadi terjadi padanya, "Honey."
"Hm? Kenapa dengan Hany?" tanya Ana bingung mendengar gumaman Ilham.
"Nggak, bukan. Tadi aku sengaja dibuat panggil namanya berkali-kali, seneng bangat kayaknya punya nama yang merupakan nama panggilan sayang ke pacar. Dan mendadak aku ingin tes panggil honey ke Ana."
Mendengar penjelasan Ilham membuat Ana terdiam sebentar. Jadi yang Ilham ucapkan barusan adalah bahasa Inggris yang memiliki arti madu dan juga sayang? "Jujur, aku geli pakai panggilan sayang kayak gitu."
Dibanding panggilan sayang, Ilham juga lebih merasa seperti sedang memanggil nama Hany, "Kalau Ilham pakai gaya bicara kayak gini ke Ana gimana?"
"Kita bakal diledekin kalau didengar anak-anak lain."
"Saat lagi berduaan berarti boleh?" tawar Ilham yang ingin menyamankan dirinya sendiri dengan memakai gaya bicara yang dipakainya di rumah.
Ana melirik ke sisi yang berlawanan dari Ilham berada, "Jika Ilham mau, ak-.. Ana akan membiasakan diri."
Imut bangat sih pacarnya ini! Boleh tidak sih Ilham mencubit pipi Ana? Ilham menautkan kedua telapak tangannya di atas meja untuk menolak keinginannya sendiri. Jauh lebih baik jangan dilakukan daripada keinginan lain muncul atas dasar rasa tidak puas dengan mencubit pipi saja.
Saat sedang jatuh cinta, godaan setan terasa menyenangkan untuk dilakukan ya?