Chereads / When I Fall in Love / Chapter 17 - 17. Penasaran

Chapter 17 - 17. Penasaran

Setelah membeli tiket dan masuk kesalah satu pintu teater bioskop, film pun mulai diputar. Siapa saja pasti langsung berkonsentrasi menatap layar saat film sudah diputar seperti ini.

Ana pun demikian, kedua netranya fokus terarah pada layar. Tapi hanya selama lima menit. Setelah menyadari orang yang duduk di sampingnya justru sibuk memperhatikan, konsentrasi Ana buyar.

Ana menengok ke kiri, tatapan Ilham memang sedang mengarah padanya, walau sudah tertangkap basah sedang memperhatikan, cowok ini tidak menghentikan aksinya, "Kenapa?"

"Gue penasaran."

"Penasaran?"

Ilham mengangguk, "Ana dekat dengan Arka kan?"

Kok tiba-tiba membahas Arka? Lagian semua orang di sekolah juga tahu kedekatan macam apa yang terjadi di antara Ana dan Arka, "Iya, emang kenapa?"

"Gimana pendapat lo tentang dia?"

"Gimana?" Ana berpikir sejenak untuk mengingat kesan pertamanya setelah mengenal Arka, "ngeselin. Sikap egoisnya yang seolah ingin jadi satu-satunya cowok yang paling disukai di sekolah bikin jengkel. Tapi karena udah berteman selama satu tahun, lama-lama gue kebal sama sifatnya."

"Arka kan dianggap sebagai siswa paling ganteng di sekolah, lo nggak ngerasa tertarik?"

Ana akui wajah Arka pantas mendapat pujian tampan dan cocok dikatakan sebagai pacar idaman, tapi sebelum kenal dan setelah sangat mengenalnya, Ana sama sekali tidak merasakan apa-apa, "Gue nggak pernah merasa tertarik sedikit pun sama dia."

Ilham mengangguk mengerti kemudian berpaling untuk menatap layar bioskop, terlihat sudah puas dengan jawaban yang diterimanya.

Karena mendadak membicarakan orang lain, Ana ikut penasaran juga, "Ilham sendiri gimana? Ada perempuan yang dekat dengan lo sampai bisa menyebabkan salah paham kayak gue dan Arka?"

Ilham kembali menatap Ana, "Gue?"

"Iya, selain gue dan Rahma," jawab Ana yang sengaja mengecualikan ruang lingkup sekolah, dia ingin tahu bagaimana keseharian Ilham saat tidak berada di sekolah.

"Empat tahun yang lalu ada. Bahkan jika dipikirkan lagi, apa yang dulu pernah gue lakukan seolah mengatakan secara nggak langsung kalau gue suka sama dia."

Ana terbengong, sulit membayangkan apa yang dijelaskan oleh Ilham, "Empat tahun yang lalu kan saat masih SD ya?"

Ilham mengangguk, ada sedikit ekspresi sedih yang tergambar di wajahnya, "Dia dulu sering diledek dan dikerjain anak lain, gue selalu tolongin dia."

Ternyata sejak awal cowok ini sudah memiliki sifat baik pada perempuan ya? Ana menunduk, ada rasa menyesal telah bertanya.

"Tapi meski mendadak dia hadir lagi di kehidupan gue, perasaan gue nggak pernah berubah sedikit pun. Gue nggak akan jatuh cinta sama dia."

Ana kembali menatap Ilham dengan bingung. Seharusnya terbalik kan? Mestinya Ilham suka pada perempuan yang sedang dibicarakannya ini, "Kenapa sangat yakin?"

Ilham tersenyum sampai kedua matanya ikut terpejam, "Karena gue sedang suka sama orang lain."

Dengan cepat Ana berpaling menatap arah lain, kenapa tiba-tiba pembicaraan mereka jadi seperti ini? Tapi karena sudah terlanjur, lebih baik Ana sekalian saja memperjelas keadaan, "Jika Ilham lagi suka seseorang, kenapa kalian nggak pacaran?"

"Inginnya sih begitu, tapi karena masalah yang terjadi pada Abang gue, pacaran seolah jadi hal tabu buat gue. Ingin taaruf sekalipun justru malah memperburuk keadaan."

Jawaban macam apa itu? Dengan tidak terima Ana menatap wajah Ilham yang kurang terlihat jelas karena keadaan sedang gelap, "Gimana bisa jadi memperburuk keadaan? Yang dilakukan kan pacaran sesuai ajaran agama."

Ilham melendotkan punggungnya di sandaran kursi, fokus matanya kali ini tertuju pada layar bioskop, "Gimana ya? Ternyata menahan diri saat bersama orang yang disuka sangat sulit dilakukan. Bawaannya pengen berbuat jahil dan isengin dia. Mustahil dengan keinginan seperti itu gue justru milih taaruf."

Apa kata Ilham tadi? Ingin menjahili dan berbuat iseng? Selama ini Ana tidak banyak mendapat dua sifat itu, kok mendadak ragu ya jika orang yang disukai Ilham memang dirinya?

Bingung bagaimana menanggapi ucapan Ilham, Ana membiarkan pembicaraan mereka terhenti begitu saja. Lebih baik menikmati menonton film yang sempat terabaikan karena Ilham juga tidak bicara apapun lagi.

"..An? Ana?"

"Eh, iya, kenapa?" Ana yang tadi sempat melamun menatap Ilham yang berada di sampingnya.

Ilham mengernyit bingung, "Kok sejak ke luar bioskop bengong terus sih? Kenapa? Nggak suka filmnya?"

Ana menggeleng. Dia tidak konsentrasi bukan karena film yang sudah ditontonnya, melainkan karena obrolan yang sempat mereka lakukan saat sedang menonton film.

Ilham yang mengatakan sendiri jika ingin berbuat jahil dan usil pada orang yang disukai, tapi Ana selama ini justru lebih banyak mendapat sikap perhatian dari cowok ini. Dia lagi-lagi kepedean ya? Ugh... sungguh memalukan.

"Jika bukan karena film, lalu kenapa dari tadi diam aja?"

"Ah, gue lagi mikirin PKL. Mulai Senin besok kita udah mulai PKL kan?" tidak ingin terus larut dalam perasaannya, Ana mencoba mencari topik pembicaraan mengenai sekolah.

Senin besok, anak-anak SMK kelas 11 mulai melakukan PKL (Praktik Kerja Lapangan). Di kelas Ana, PKL dilakukan secara berkelompok dengan beranggotakan lima orang. Lalu pelaksaan PKL dilakukan selama dua bulan penuh.

Ana dan Ilham tidak berada di kelompok PKL yang sama. Bisa dipastikan ini merupakan momen terakhir mereka sebelum berpisah selama dua bulan ke depan.

Dapat dibayangkan dengan mudah, setelah masa PKL nanti pasti ada jarak lagi di antara Ana dan Ilham. Untuk dekat sampai seperti ini saja baru bisa dilakukan setelah lebih dari satu tahun sejak saling mengenal. Jika mendadak berpisah selama dua bulan, kemungkinan besar kedekatan yang sudah dibangun akan berakhir.

"Iya juga ya, rasanya gugup saat tahu mau mulai coba kerja begini."

Meski risau dengan hubungannya dengan Ilham, Ana lebih kepikiran tentang kegiatan PKL yang sebentar lagi dilakukan, "Walau sedikit gugup, gue tetap nggak sabar nunggu hari Senin."

"Gue juga nggak sabar, pasti seru bisa coba pengalaman baru."

Ana melirik Ilham yang sedang tersenyum, "Berarti ini pertemuan terakhir kita ya?"

Ilham yang semula sedang menatap ke arah depan langsung berpaling menatap Ana, "Kenapa harus jadi pertemuan terakhir? Kita kan masih bisa bertemu di luar sekolah seperti ini."

Jika melakukan janjian seperti tadi, memang mereka mudah untuk saling bertemu. Tapi jika terus-terusan bertemu dengan melakukan jalan bareng lagi, rasa suka Ana pada Ilham bisa semakin bertambah besar.

Mereka seharusnya tetap berteman begini, Ana tidak mau merepotkan Ilham jika masih terus menyukainya, "Kita kan nggak tahu bakal sesibuk apa saat PKL nanti, nggak salah dong mengatakan ini merupakan pertemuan terakhir?"

"Benar juga sih. Kalau begitu jangan merindukanku ya selama dua bulan ke depan!" ujar Ilham sambil mengusap-usap kepala Ana dengan senyum jahil yang terlukis di wajahnya.

Ana terpukau. Dia pasti sangat merindukan cowok ini. Dia akan merindukan semua sifat baiknya.

Apa setelah dua bulan berlalu, Ilham masih sebaik ini padanya? Meski tidak sebagai pacar, Ana ingin terus bersama dengan Ilham seperti sekarang ini.