Baru saja Gia merasa tenang karena Zan sudah berhasil ditangani dengan semestinya, dia mendapatkan panggilan dari Nad.
"Ya, Nad?"
"Sudah hebat kamu sekarang, hah?" Suara Nad terdengar sinis. "Sudah jadi nyonya gede kamu, hah? Ampe kirim anak buah dibanding datang sendiri!"
Gia terpana di tempatnya, mulut menganga dengan alis terangkat tinggi ketika mendengar sindiran tajam dari sahabatnya. Namun, dia tak mau berlama-lama beku dan berkata, "N-Nad … kok gitu?"
"Aku yang harusnya tanya ke kamu, kok kamu gitu ke sohib kamu sendiri? Ohh, salah! Harusnya pertanyaanku … kok kamu tega ama suami kamu sendiri? Ini suami sah kamu, loh!" Kalimat sindirian Nad semakin tajam menghujam telinga Gia.
"Nad, aku—"
"Gak usah banyak alasan, Gi! Iya, aku tau kamu udah hepi, udah dimanja di sana, udah dapet segalanya dari laki-laki entah siapa itu, tapi tetap aja yang tertulis di akta nikah kamu itu namanya Zan ama kamu! Bukan nama kamu ama si siapa entah hanya kau dan Tuhan yang tau!"