Mulut Gia sudah menggedor-gedor ingin mencuatkan pertanyaan mengenai kenapa Zan berulang kali membuntuti mobilnya, mumpung saat ini dia berdua saja dengan Zan.
"Zan … aku pengin tanya ke kamu …." Gia menatap mata Zan saat lelaki itu mengarahkan tubuhnya menghadap ke dia dalam posisi duduk.
"Ya, Gi? Tanya aja apa yang pengin kamu tau." Zan menanggapi dengan sikap intens, mata terarah lurus ke wajah Gia dengan satu lengan menekuk menopang kepalanya di sandaran.
Ditatap sedemikian rupa oleh sahabat masa sekolahnya, Gia cukup merasa aneh juga. Zan belum pernah bersikap begini serius padanya ketika dia hendak mengatakan sesuatu.
"Um, Zan … apa kamu setuju kalo nanti abis anak ini lahir … kita cerai saja?" Ternyata ini yang ditanyakan oleh Gia. Yah, pertanyaan ini juga menempati urutan atas dari daftar yang ada di kepala Gia untuk dibicarakan dengan Zan.
"Enggak!" Jawaban tegas dari suara yakin Zan cukup mengagetkan Gia. Pemuda ini menolak?
"Lah? Kok enggak, Zan?"