Nina mendorong keras pria durjana mengarah ke tembok, membuat serpihan-serpihan sebagian kayu menancap kepunggungnya. Merasa punggungnya sakit, Pria itu memiting kepala Nina dengan lengannya mengakibatkan wanita itu sesak. Tidak berhenti hanya memiting, Pria itu membawanya ke depan pintu ruang bawah tanah, dan kemudian menendang Nina sampai jatuh kedasar.
Pria itu sedikit merintih kesakitan dibagian tubuhnya, serpihan kayu masih menancap dalam menembus daging, dia mengoyangkan bahu ke depan supaya mudah mencabut serpihan itu. Nina ternyata masih hidup, napasnya terengah-engah dan batuk kasar. Pria durjana yang meilihat keadaan wanita itu langsung menerjangnya dari atas ke bawah dengan sangat keras. Terjangan begitu keras membuat Nina tidak sadarkan diri.
Garis senyum terukir pada wajah pria itu. Dia tertawa sambil melihat kondisi mengenaskannya Nina. Melihat kondisi Nina yang sudah terdiam, pria itu melanjutkan aksinya kembali, dia memperkosanya. Nina sudah tidak bisa bersuara ketika aksi pemerkosaan kedua itu, butuhnya sudah penuh luka memar dan selangkangannya berdarah.
Selang beberapa waktu usai melakukan tindak kejahatannya, pelaku hendak keluar rumah. Sebelum pergi, dia sudah menutup tubuh Nina dengan kain bungkus berwarna merah yang ditemukannya dekat pintu ruang bawah tanah. Menidurkan tubuh Nina dibagian terdalam ruangan itu, dia menaruhnya di dalam tungku perapian.
Usai membereskan pekerjaan kotornya dia menaiki tangga menuju lantai atas, tetapi tidak bisa dilalui karena sudah rusak. Dia mengambil bilah besi berkarat itu untuk dijadikan pijakan, kaki kiri memulai menempel pada besi, dilanjut tangan kiri memegangnya, panjatan pertama tidak berhasil, beli itu patah ditengah yang mengakibatkan luka robek dibagian perutnya. Pria itu merintih kesakitan, bagian dalam perut sedikit terlihat menonjol keluar. Kemuadian dia mencoba menanjat perlahan, berhasil ditengah tanjakan tangannya merayap tertancap paku sampai menembus keluar. Urat tangan menempel di tubuh paku.
Dia akhirnya berhasil naik. Dan, mengucap syukur atas keberhasilannya. Gaya berjalannya sedikit pincang karena goresan besi dan sambil memegangi perutnya—menuju pintu keluar. Darah masih mengucur disetiap langkahnya. Tubuhnya sudah tidak berdaya untuk menopang kondisi badan. Luka yang dia dapati sangat terasa sakit, dia merintih kesakitan. Tangan berlumuran darah mencoba memegang gagang pintu, namun tidak bisa terbuka, bahkan kunci yang dia tancapkan telah hilang dari lobangnya.
Wajah pucat berpadu dengan rasa cemas. Dia kebingungan, takut tidak bisa keluar dan takut apabila rekan tim mengetahui kejahatannya. Akhirnya dia memutuskan segera mencari keberadaan kunci itu. Di seluruh lantai satu bekas aksinya tadi juga tidak menemukannya. Dia turun kembali ke ruang bawah tanah mencarinya di sekitar tubuh Nina juga tidak ada.
Pikirannya mulai kusut semua emosi menumpuk berebut tempat dikepalanya. Pria itu tidak ingin tertangkap, tidak ingin masuk penjara, dia harus keluar dari rumah itu sebelum semuanya ketahuan. Setelah terdiam beberapa menit karena keletihan karena darah masih tetap mengucur, dia memilih untuk mulai berjalan menaiki tangga menuju lantai dua.
Jalannya perlahan sehingga hanya menimbulkan sedikit decit pada anak tangga menuju lantai dua. Dia melihat didepannya terdapat lorong panjang. Lorong satu arah. Dia mulai menyisiri tempat itu dan berhenti didepan pintu kamar besar bercorak kuno. Pintu itu sangat berat dibuka. Dia memerlukan tenaga ekstra untuk membukanya. Setelah mengerahkan seluruh tenaganya pintu baru bisa terbuka, lekaslah dia masuk ke kamar.
Keadaan dalam kamar gelap, hanya sinar bulan membantu penglihatannya. Tidak ada apapun di di sana, hanya kunci rumah tergeletak di depan lemari. Lemari berukuran dua kali besar dari tubuhnya. Lemari yang berlobang seperti terkena hantaman pukulan. Dan, poster-poster tidak jelas lagi penampakannya. Dia terdiam sebentar untuk mengamati sekitar, pikirannya memaksa untuk segera masuk lebih dalam untuk segera mengambil kunci, sehingga membuatnya tidak menyadari kejangalan kenapa kunci rumah bisa di lantai dua dan di dalam kamar ini.
Terlanjur sudah memasuki kamar dan menemukan barangnya, dia segera mengambil kunci beringas, tubuhnya sampai tengkurap jatuh saking senangnya, namun bebarengan tangannya dihentikan oleh sosok hitam besar yang tepat berdiri di depan lemari. Makhluk itu bertubuh besar tinggi, seluruh tubuhnya diselimuti warna hitam, antara itu warna bulu atau jubahnya, matanya melotot merah besar tanpa kepala. Tangannya sangat panjang disertai jari kuku tajam yang mencengkram.
Sontak pria itu terkejut mencoba berlari seedan-edannya kelur ruangan. Larinya berantakan menabrak beberapa barang di koridor atas yang sengaja ditata supaya ketika orang berlari akan menabraknya. Semua dia tabrak begitu saja dan mengores setiap tubuhnya. Mengucurkan lebih banyak darah dari sebelumnya. Sesampai di tangga, ternyata tertahan tidak bisa bergerak, kakinya telah tertancap paku menembus mengeluarkan otot dan daging kakinya.
Sosok hitam itu mendekat perlahan sambil menjulurkan tangan panjangnya. Mata merah berputar-putar berterbangan ke sepenjuru koridor. Setiap menatap matanya, tubuh pria menjadi kaku membatu membuat kakinya tidak bisa digerakkan.
Dia memaksa mencabut kaki dengan kasar, paku terlepas, namun gerakan itu membuat tangga ke enam amblas, membuat kakinya mengantung. Dia berteriak sangat kencang kesakitan, kakinya telah robek sampai dalam celananya. Sehingga bagian daging sedikit keluar muncrat keluar karena luka robek itu.
Anggota tim mendengar teriakannya. Teriakan itu sangat keras disertai rintihan kesakitan. Suaranya berasal dari rumah kosong kata salah satu anggota. Mereka berunding untuk memeriksanya dan mendapati dua orang telah hilang yaitu Nina dan pria itu. Tanpa pikir panjang takut anggotanya terlibat masalah mereka bergegas memeriksa kedalam.
Suara rintihan itu langsung hilang ketika mereka baru masuk rumah. Seluruh ruangan terasa sunyi. Tidak ada tanda keberadaan manusia disana. Bahkan anggota mereka yang hilang. Karena masih penasaran semua orang masuk. Dan, anggota paling belakang tidak sengaja menutup pintu. Hal itu kembali membuat pintu terkunci. Semua orang berteriak ketakukan karena tidak bisa membukanya dari dalam. Bahkan teriakan mereka tidak sampai terdengar ke warga desa karena jarak yang lumayan jauh.
Sekian beberapa kali mencoba membuka seperti mendobrak dan memukul gagang pintu, tetap tidak membuatnya terbuka. Usaha itu malah membuat mereka kelelahan. Mereka memutuskan untuk berhenti sejenak mengistirahatkan tubuh dengan duduk di dapur, yang hanya diterangi lampu senter. Tidak ada satu menit kejangalan mulai terjadi.
Suara teriakan merintih terdengar kembali. Beberapa saat kemudia terdapat suara orang berjalan seperti menyeret sesuatu di lantai atas. Bulu kudu mereka mulai berdiri. Suhu ruangan tiba-tiba menjadi dingin dan lembab sehingga memicu batuk kecil.
Salah satu anggota mencoba menyorot tangga yang tepat disebelahnya tetapi tidak ada apapun. Suara itu tiba-bita muncul tiba-tiba menghilang, begitu seterusnya. Kepanikan mulai kembali tampak disetiap orang. Mereka memutuskan untuk saling berpegangan membuat rantai manusia di meja makan itu. Mereka mencoba berpikir tenang dan mulai berdoa.
Di tengah khusyuknya doa, tetesan darah mengucur deras dari lantai atas, melewati sela lantai kayu barret sampai mengalir kebawah menuruni tangga. Anggota paling muda sudah tergulai lemas menyaksikan kejadian itu. Dan, ketua tim memberanikan diri menaiki tangga untuk memeriksa. Dia berjalan perlahan sedikit menimbulkan bunyi derit kayu tangga.
Teman dibelakang menyoroti dari belakang yang hanya mencahayai setengah tangga. Sesampainya di atas, ketua tim berteriak histeris, dia berterika kesakitan, berterian untuk meningalkan rumah segera, dan dilanjut suara benturan benda juga terdengar jelas. Benda itu jatuh menuruni tangga. Setelah disenter ternyata kepala manusia.
Semua orang semakin panik sekonyong-konyongnya tidak terkontrol. Mereka berlarian tak tahu harus kemana di dalam rumah. Dari luar rumah hanya tampak sorot lampu senter yang terus berkedip. Kaca jendela terlihat seperti cipratan darah dengan bayangan orang tercabik, tertusuk seperti tontonan layar tancap. Suara mereka terus menggema sepanjang malam.
Berikutnya pintu sudah terbuka dengan sendirinya.
"Sependek itu gambaran yang diperlihatkan kepada saya. Saya sendiri tidak tahan melihat kekejian di rumah itu, dan tidak tahu apa yang menyerang mereka. Perkiraan saya itu hewan buas, tetapi setelah mengecek lokasi di pagi harinya kami tidak menemukan apa pun petunjuk. Tidak ada bekas-bekas keberadaan mereka di dalam rumah. Bahkan tubuh Nina juga tidak ada." Ucap sesepuh. Tangannya tampak bergetar ketika ingin kembali menyalakan cerutunya. Raut wajah berganti pucat. Aku juga tidak tahu, pastinya Mr. Ben mengetahuinya dan akan segera kuintrogasi dia.