Beberapa hari kemudian..
Stella kembali menjalankan aktivitas pada umumnya, seperti di akhir pekan seperti ini. Dia pergi ke tempat ramai untuk membebaskan seluruh rasa ketidakberdayaan, karena sudah tidak punya orang yang bisa dipercaya lagi.
Memang benar, yang kita butuhkan dalam hidup ini hanya seorang teman, suasana yang nyaman dan juga waktu yang bermanfaat. Walaupun Stella sudah dikhianati oleh orang yang paling dia percaya, tapi dia mencoba untuk tetap tegar, dia mencoba untuk tetap bertahan di tengah derasnya konflik saat ini.
Dia berpikir bahwa, jika badai yang besar saja mampu dilewati, kenapa gerimis kecil membuatnya takut? Stella mau tetap bertahan hidup, walaupun sebenarnya Bella sudah benar-benar menyakiti hati Stella yang paling dalam. Wanita itu merobek kepercayaan diri Stella.
"Stella, jadi bagaimana pekerjaanmu setelah mendapatkan semuanya kembali? Apakah masih terasa nyaman?" Jenny bertanya sambil memberikan air mineral pada temannya tersebut. Hari ini juga Stella memang sedang bertemu dengan salah satu teman manusia, untuk membebaskan otaknya yang sudah terbebani oleh banyaknya tugas dari Xavier.
"Lumayan nyaman, semuanya terkendali dengan baik untuk saat ini!" Stella berkata dengan antusias, makanan di piring mereka saja sudah hampir habis.
"Oh ya? Wah! Kau hebat sekali, aku memang tidak perlu meragukan dirimu!" Jenny tertawa senang, sesekali pandangan mata wanita itu melirik ke arah Gabriel yang sangat hangat pada semua orang.
Gabriel adalah salah satu koki masak yang sangat hebat, mereka memang sering ikut kelas memasak untuk menenangkan pikiran.
"Itu lelaki yang kau bilang tampan?" Tiba-tiba saja Stella bertanya, karena selama ini jenny memang selalu membicarakan tentang lelaki bernama Gabriel. Walaupun sebenarnya Stella dan Jenny jarang sekali bertemu, tapi intensitas pertemanan mereka cukup erat. Stella memang diam-diam berteman dengan manusia tanpa sepengetahuan siapapun. Kenapa? Karena terkadang dia rindu menjadi manusia pada umumnya.
"Iya, tampan bukan? Dia juga sangat baik, kau harus tahu bahwa jarang ada lelaki tampan yang baik pada semua orang." Ucap Jenny.
"Kau menyukainya?" Tanya Stella lagi
"Aku hanya suka karena dia membawa dampak positif padaku, senyumnya saja sudah membuatku lebih bersemangat. Tapi untuk perasaan lebih jauh, sepertinya aku tidak bisa. Karena sepertinya lelaki seperti dia tidak mungkin dicapai oleh orang-orang seperti kita. Dia terlalu tampan, kaya, baik, hebat, dan semua kesempurnaan ada di dirinya. Lalu kita? Ahhh.. kau tahu sendiri bagaimana kita selama ini susah sekali mendapatkan kekasih. Karena apa? Karena kita memang sulit untuk jatuh cinta!" Jenny berkata dengan jujur, Stella yang mendengar itu langsung terdiam.
"Jika dia berkata menyukai dirimu, apakah kau akan percaya?" Stella bertanya lagi, jenny yang mendengar hal tersebut langsung tertawa.
"Kau konyol, tidak mungkin! Kau pikir kenapa lelaki seperti dia akan berkata suka pada kita? Paling hanya menginginkan tubuh kita saja! Kau tahu bahwa lelaki sehat seperti Gabriel pasti butuh sex hebat setiap malam, bahkan mungkin dia suka berganti-ganti wanita. Kita tidak pernah tahu apa yang lelaki lakukan di belakang kita, jadi jangan pernah percaya pada lelaki yang berkata suka! Apalagi cinta! Kau akan sakit hati pada akhirnya. Bukankah kau yang sering mengatakan hal seperti itu padaku, Stella?" Jenny menyelesaikan makanannya, sedangkan Stella masih menyuap makanan terakhir.
Perkataan jenny membuat otak kecilnya terusik, dia hanya bisa menghela nafas dan meminum air mineral sebanyak-banyaknya.
"Aku ada acara lain, kalau begitu kita berpisah disini. Sering-sering hubungi aku jika kau bosan oke? Minggu depan jika ada kelas memasak lagi apakah kau mau ikut kembali?" Tanya Jenny penuh harap.
"Aku rasa tidak ada salahnya, aku akan menghubungi dirimu sebelum akhir pekan. Terima kasih." Kata Stella.
"Ya.. oke, pergilah membeli kebutuhanmu." Jenny tersenyum senang, Stella ikut tersenyum dan melangkah pergi. Dia tidak lupa dengan keranjang dorong untuk menampung belanjaan nanti.
Dia kembali berjalan ke arah daging-daging segar, memilih beberapa macam daging dan membelinya. Stella juga membeli aneka seafood, walaupun dia tidak tahu mau dimasak apa. Tapi sepertinya saat sedang tidak dalam mood yang baik ini dia butuh banyak makan. Stella memang senang sekali berbelanja kebutuhan dapur setiap akhir pekan, dia memang selalu bersikap layaknya manusia biasa. Makan makanan manusia dengan nyaman.
Tangannya terhenti ketika mau mengambil beberapa udang segar, aroma harum memasuki Indra penciumannya. Stella menengok sebentar dan dia melihat Gabriel yang sedang sibuk memilih seafood.
"Hai.." Gabriel menengok juga dan langsung menyapa.
"Hai.." kata Stella berusaha sopan, dia melanjutkan mengambil udang dan menimbangnya di tempat yang disediakan.
"Kau suka udang?" Tanya lelaki itu.
"Aku suka semua makanan, kurasa." Stella berkata sambil tertawa.
"Waw, pemakan segala. Aku juga suka." Kata Gabriel.
"Udang?" Tanya Stella.
"Ahh.. iya, itu maksudku."
Stella kembali tertawa dan mengangguk paham. "kau sering ikut kelas memasak?" Stella membuka pembicaraan lagi, walaupun sebenarnya dia sudah tahu siapa Gabriel, tapi tak ada salahnya berbasa-basi untuk memulai percakapan panjang kan?
"Ya, aku memang menghabiskan setiap akhir pekan untuk memasak. Rasanya menyenangkan, kau baru melihatnya ya? Aku rasa kau kenal baik dengan Jenny." Ujarnya
"Kau ingat Jenny? Aku kira kau lupa siapa teman memasak di dekatmu." Stella sedikit bergurau.
"Aku dapat mengingat banyak nama dan orang-orang yang memang ada didekatku." Kata Gabriel.
"Oh begitu.." Stella memilih berpura-pura melihat beberapa kerang laut yang segar.
"Ngomong-ngomong, siapa namamu? Agar aku bisa mengingatnya." Pertanyaan dari lelaki itu membuat stella menengok lagi, dia tersenyum lalu mengulurkan tangannya.
"Namaku Auristella." Ujarnya
"Aku Gabriel, senang berkenalan dengan dirimu." Kata lelaki itu yang sudah menjabat tangan Stella juga.
Mereka akhirnya melanjutkan kesibukan masing-masing, hingga saat membayar belanjaan di kasir mereka berdua masih saling melirik dan tersenyum. Bingung ini berkata apa, Stella hanya bisa bersikap biasa saja.
"Stella, kau ada acara lain? Aku ingin minum kopi di seberang jalan sana, jika kau tidak keberatan apakah kau menemaniku?" Tanya lelaki itu dengan sangat sopan.
"Oh.. itu, tentu! Aku sebenarnya tidak punya banyak acara akhir pekan ini. Ayo kita minum kopi." Stella berkata seperti itu sambil mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya.
"Nona, ini sudah dibayar olehnya." Ucapan wanita yang menjadi kasir itu membuat stella langsung menengok terkejut.
"Dibayar?" Stella juga menengok pada Gabriel yang sudah tersenyum manis.
"Bayaran untuk pertemanan kita, ayo jalan. Jangan dipikirkan." Gabriel sudah membantu wanita itu membawa barang belanjaannya, Stella yang bingung hanya mengikuti saja. Hingga mereka berdiri di depan mobil mewah, Gabriel membuka pintu mobil dan memasukan semua barang belanjaannya.
"Masukan saja, jangan sungkan." Kata Gabriel sekali lagi.
"Gabriel, ini terlalu berlebihan. Kita baru kenal." Kata Stella memberitahu.
"Hei, aku kenal Jenny. Dia temanku, dan kau teman Jenny. Jadi kita berdua juga teman, tak masalah.. ayo, masuklah. Kita akan pergi ke kedai kopi itu." Gabriel menunjuk kedai kopi di seberang jalan.
"Naik mobil?" Tanya Stella dengan nada bingung.
"Iya, kita bisa memutar jalan lebih dulu untuk sampai di seberang sana." Gabriel tersenyum manis, dia membantu stella masuk ke dalam. Akhirnya wanita itu hanya pasrah saja, duduk dengan nyaman di mobil mahal tersebut.
"Kau siap?" Gabriel sudah memasang sabuk pengaman untuk Stella, aroma tubuhnya yang harum dan nafasnya yang hangat membuat wanita itu hampir kehilangan kesadaran.
[Sialan! Aku bisa gila!] Kata Stella pada dirinya sendiri. Padahal dirinya tak mudah menyukai aroma lelaki.
"Oke.." Gabriel memasang sabuk pengaman untuknya sendiri dan mulai menjalankan mobilnya itu.
"Gabriel, terima kasih, sebenarnya kau tidak perlu melakukan ini." Kata Stella.
"Jangan khawatir, aku suka berteman dengan siapapun. Apalagi kau sepertinya wanita baik, kita bisa ngobrol banyak hal. Kebetulan aku jarang punya teman ngobrol, semua orang sibuk dengan urusan mereka masing-masing." Ucapan Gabriel membuat Stella menengok ke arahnya.
"Orang tuamu? Saudaramu?" Tanya Stella dengan bingung. "Ahh.. maaf, aku lancang." Kata Stella lagi.
"Tidak masalah, aku tidak punya orangtua. Saudaraku? Mereka ada di belahan dunia lain dan sibuk dengan kehidupan mereka sendiri, kami bertemu jika ada acara penting saja. Aku disini mengurus bisnis dan kepentingan keluarga. Tidak terlalu menyenangkan sebenarnya, tapi aku selalu menjalani demi hidup ini. Itu kenapa setiap akhir pekan aku selalu pergi ke kelas memasak, disana aku bisa menemukan banyak orang yang bisa diajak ngobrol, kehangatan yang mereka berikan dari senyum dan candaan membuatku jadi bisa bertahan hidup." Stella yang mendengar hal itu tentu saja paham bahwa itu adalah perkataan jujur.
"Kita punya kesamaan Gabriel, sama-sama kesepian di dunia yang ramai ini." Ujar Stella tanpa sadar.
"Oh ya?"
"Ya.. ngomong-ngomong? Bukankah tadi kau datang naik bus? Kenapa sekarang membawa mobil?" Stella baru ingat kejadian sebelumnya.
"Kau tahu darimana?"
"Tadi aku sempat melihatmu naik Bus dari taman kota ke supermarket."
"Oh itu, kebetulan aku berolahraga lebih dulu. Meninggalkan mobil di supermarket sejak pagi, Ya.. begitulah, kadang aku suka bingung mau melakukan apa untuk menghabiskan waktu. Jadi aku melakukan hal tak penting." Gabriel tertawa mengetahui bahwa dia cukup konyol, Stella yang mendengar itu juga ikut tertawa.