Liana kembali berpikir keras. Rasa pedih itu masih bersemayam di dalam dadanya namun bagaimana pun juga dia tak ingin menyerah. Juga sebisa mungkin tak ingin lagi merepotkan orang lain.
Bulir bening perlahan menetes di pipi gadis itu. Sungguh dia begitu frustasi sekarang, seolah kembali memikirkan pilihannya ini sudah benar atau tidak. Seandainya saja dia tetap memilih untuk tinggal bersama dengan Delia pasti sang mama akan mengusahakan kemauannya ini secepatnya. Benar, di dunia ini memang tak ada yang benar-benar mencintai dan menyayangi dirinya sebesar kasih sayang dan cinta dari sang mama, wanita yang sejak dulu selalu berjuang sendirian untuk menghidupinya namun nyatanya Delia tak pernah gagal.