"Kenapa kamu ingin menangis? Toh, yang menjalani adalah aku," tukas Liana, menatap aneh ke arah Mila.
"Tetapi kan ... ah, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi, Li. Maafkan aku karena menjadi sahabat yang tak berguna untukmu," ujar Mila dengan wajah begitu sedih. Jangankan membantu. Memberi semangat Liana pun dia merasa tak mampu karena mendadak bodoh dalam hal berbicara.
"Kamu sudah sangat membantuku, Mil. Terima kasih sudah menemaniku seharian ini." Liana menepuk pundak Mila pelan seraya mengembangkan senyuman. Hal yang sama sekali tak dapat Mila duga. Hatinya kian teriris melihat betapa tegar temannya itu.
"Jangan berkata seperti itu, Li. Rasanya ... kamu seperti ingin meninggalkanku lama. Kamu tidak akan mengakhiri hidupmu, kan?" Mila memberanikan diri untuk kembali membahas hal itu karena memang sebenarnya itulah yang paling dia takuti.