Chereads / Ketika malam pertama tak berdarah / Chapter 2 - TAWARAN KERJA SAMA

Chapter 2 - TAWARAN KERJA SAMA

"Aku yakin, sebagai sahabat Vella kau sudah pasti tau tentang apa yang selama ini dia alami." Deon mulai bersuara. "Aku tidak bisa membiarkan Vella terus merasa tertekan," jelas Deon yang kini terlihat mengepalkan tangannya menahan emosi kala mengingat berbagai informasi yang ia dengar tentang perlakuan Bara terhadap Vella selama ini. Mengancam, berbuat tidak senonoh, dan berbagai tindakan yang tak mengenakkan lainnya sehingga membuat gadis itu terpaksa mengikuti setiap kemauan Bara.

"Apalagi saat aku tau bagaimana perlakuan Bara selama ini kepada Vella," lanjut Deon, kemudian pria itu terdiam dan menggertakkan giginya.

"Ka-- kau tau semuanya?" Liana membulatkan mata.

"Ya, dan aku berharap bisa tau lebih cepat dari ini." Deon menatap tajam ke arah Liana. Jujur saja, sebenarnya akhir-akhir ini Deon sudah mencoba untuk berdamai dengan keadaan dan mulai berusaha merelakan Vella.

Melihat gadis itu yang tampak bahagia saat berada di samping Bara dan kebersamaan mereka yang selalu Deon temui, membuat Deon yakin jika mungkin Vella memang bukan takdirnya.

Juga ketika mengingat betapa gigih Vella yang selama ini berulang kali meminta untuk mengakhiri hubungan mereka, hal itu semakin menguatkan pikiran Deon jika memang selama ini Vella tidak pernah mencintainya, dan dia tidak ingin menahan kebahagiaan Vella hanya karena keegoisan rasa cintanya terhadap gadis itu.

Namun, setelah mengetahui semua kabar yang sebenarnya terjadi di antara gadis itu dan Bara, membuat Deon kembali pada niat awalnya, merebut Vella dan menjadikan gadis itu sebagai miliknya lagi.

"Apakah yang memberi tau hal ini kepadamu adalah, Rafael?" tanya Liana dengan begitu hati-hati. Sementara Deon masih terdiam. Sebenarnya bukan hanya anak buahnya yang menceritakan semua fakta itu kepada dirinya, namun sahabat Vella yang lain juga pernah mengungkapkan apa yang terjadi kepada gadis itu, sebelum ucapan Rafael --sang kaki tangan Deon, pada akhirnya turut menambah beban pikiran pria itu.

"Tidak peduli informasi itu dari siapa, yang jelas saat ini aku butuh kerja sama denganmu," tukas Deon pada akhirnya.

Liana kembali menaikkan sebelah alisnya. Sepertinya benar apa yang ia duga, Deon pasti mengetahui semua itu dari Rafael. 'Ck! Pria itu benar-benar ....' Liana berdecak sebal.

Memang ketika Vella menceritakan semua yang terjadi tentang dirinya dan Bara, ternyata tanpa mereka sadari, Rafael juga sedang berada tidak jauh dari sana. Hal itu mereka ketahui saat salah satu dari mereka mengedarkan pandangan dan tidak sengaja mendapati Rafael tengah berdiri di belakang bangku panjang yang mereka duduki.

Awalnya baik Liana, Vella dan teman-temannya yang lain mengira Rafael tidak akan mungkin mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Tetapi, ternyata Rafael bukan hanya mendengar, pria itu bahkan membocorkan semua yang ia ketahui kepada ketuanya. Deon Branandjaya.

Liana menghela napas panjang, entah dirinya harus merasa sebal atau senang mengetahui akhirnya ada orang lain yang mengerti penderitaan dan berbagai tekanan yang sahabatnya lalui selama bersama dengan Bara.

Di sisi lain, Deon yang melihat Liana sedari tadi hanya terdiam dan justru malah terlihat seperti tengah melamun itu hanya bisa mendengkus seraya memutar bola matanya, kesal. Pasalnya, di pagi hari yang cerah ini dia sengaja menghabiskan waktu dan uang untuk menemui dan mentraktir wanita itu dengan tujuan ingin meminta bantuan kepadanya. Bukan malah untuk melihatnya datang dan hanya melamun!

Meskipun dengan mentraktir Liana tidak akan membuat Deon seketika jatuh dan bangkrut, tetapi tetap saja pria bernetra cokelat itu merasa begitu geram. 'Membuang waktu saja!' umpat Deon dalam hati.

Namun, belum sempat Deon menyadarkan Liana dari lamunannya, beberapa pelayan sudah berjalan mendekati meja mereka dan menata beberapa makanan serta minuman ke atas meja, kegiatan yang sontak menyadarkan Liana dari lamunannya.

"Selamat menikmati ...." ucap para pelayan sebelum akhirnya pamit pergi seraya membungkukkan badan mereka.

"Terima kasih," sahut Liana sembari melayangkan senyum.

Sementara Deon hanya terdiam dan kembali memasang wajah datarnya setelah tadi sempat sedikit menunjukkan rasa muak dan emosi karena tingkah Liana. "Jadi bagaimana?" tanya Deon setelah mendapati kesadaran Liana kembali.

Liana yang tengah bersiap memasukkan makanan ke dalam mulutnya pun sontak menahan gerak sendoknya dan kembali meletakkan pisau dalam genggamannya ke atas piring. 'Bagaimana?' Liana sedikit mengeryit, lalu gadis itu berusaha mengingat sampai mana topik pembicaraan mereka tadi.

'Kerja sama! Ya, terakhir Deon membahas tentang ingin mengajaknya bekerja sama. Tetapi ... kerja sama tentang hal apa?' Liana menggerakkan bola matanya perlahan, seperti tengah keras berpikir.

"Kerja sama?" tanya gadis itu lalu memasukkan irisan daging tenderloin steak yang sudah sempat dia iris tadi ke dalam mulutnya.

"Hm ...." Deon mengangguk singkat membuat Liana sejenak memejamkan mata sembari menarik napas dalam, memanjangkan sabar.

"Maksudnya, kerja sama apa?" jelas Liana terkait pertanyaan yang tadi sempat dia lontarkan.

"Aku ingin membuat Vella dan Bara saling menjauh," tutur Deon langsung kepada poin intinya.

Liana kembali mengernyit seraya sedikit memelankan kunyahannya. "Kau ingin Vella kembali lagi kepadamu?" gadis itu berusaha menebak. Meskipun sebenarnya itu bukanlah hal yang mengejutkan lagi untuknya.

"Ya," jawab Deon dengan begitu mantap.

Liana semakin memicingkan matanya. "Lalu, apa maksudnya dengan kerja sama?" gadis itu kembali bertanya terkait rencana yang ada di dalam kepala pria di depannya.

"Aku tahu jika kau menyukai Bara." tutur Deon menatap lekat ke arah Liana, menyelidik setiap ekspresi wajah gadis itu kala dirinya mengungkapkan sebuah hal lain yang ia ketahui.

"Aku tidak menyukainya!" sanggah Liana dengan begitu cepat. Namun percuma, bahkan dari gerak-gerik dan sikapnya yang seolah mendadak begitu tidak nyaman sangat jelas di mata Deon membuat pria itu semakin yakin dengan dugaannya.

"Aku ingin mengajakmu bekerja sama, kita lakukan beberapa misi yang bisa membuatmu dekat dengan Bara, namun di sisi lain juga bisa semakin menjauhkan pria itu dari hidup Vella." tanpa mendengarkan sanggahan Liana, Deon kembali menerangkan tentang tujuannya.

"Menguntungkan, bukan?" imbuh pria itu sembari menyematkan sedikit senyum di wajahnya seolah menjamin bahwa penawarannya kali ini benar-benar akan sangat menguntungkan bagi Liana.

"Aku tidak bisa," tolak Liana setelah gadis itu berpikir cukup lama.

"Kenapa?" Deon menaikkan kedua alisnya, seolah meminta alasan lebih kepada gadis di depannya itu.

Liana memutar kedua bola matanya mendengar pertanyaan Deon yang menurutnya sangat tidak bermutu. "Apa kau sudah gila? Mana mungkin aku mengkhianati sahabatku sendiri!" gertak gadis itu menunjukkan amarahnya.

Mendengar penuturan Liana, sejenak Deon meletakkan pisau dan garpu yang sempat dia genggam ke atas piringnya, lalu pria itu menyandarkan diri serta melipat kedua tangannya di depan dada.

Deon menatap lekat ke arah gadis di depannya tersebut. Lalu, sesaat kemudian senyum kecil menghiasi wajahnya. Senyum yang justru terkesan begitu meremehkan.

"Terserah saja, pilihan ada di tanganmu," ujar Deon dengan suara yang terdengar begitu santai.

"Tetapi perlu kau tau, bahwa aku tidak akan pernah memberi penawaran kedua untukmu, karena aku sendiri harus bergerak cepat." Deon kembali menegakkan bahu, lalu meraih gelas minuman di depannya.

"Sebenarnya, jika memang kau tidak menginginkan kesepakatan ini pun, tidak masalah bagiku. Karena masih ada beberapa wanita lain yang pasti akan dengan senang hati menyetujuinya, terutama jika aku memberikan bayaran yang setimpal untuk mereka," imbuh Deon, kemudian pria itu menyesap kopinya, memberi Liana sedikit waktu.