Chereads / Ketika malam pertama tak berdarah / Chapter 19 - KEJUJURAN YOLANDA

Chapter 19 - KEJUJURAN YOLANDA

Bara kembali menengok ke arah cafe itu. Yolanda dan pria yang tadi bersamanya memilih tempat duduk dekat dengan jendela. Sebuah kebetulan lagi karena dengan begitu Bara dapat dengan leluasa melihat interaksi mereka berdua.

Lalu ingatan Bara kembali pada beberapa menit yang lalu di mana Yolanda mengirim sebuah pesan yang menyatakan bahwa dirinya ingin pergi tidur. Namun saat ini Bara justru memergoki kekasihnya itu sedang makan di luar dengan pria lain.

Bara segera merogoh saku tasnya dan mengambil telepon genggam untuk akhirnya menghubungi Yolanda. Dia hanya ingin bertanya sedang apa kekasihnya itu sekarang dan ingin memastikan jawaban darinya.

Sementara di seberang sana terlihat Yolanda mulai merogoh tas dan mengambil ponselnya, dengan santai wanita itu mengangkat telepon dari Bara lalu menempelkan benda pipih dalam genggamannya itu ke salah satu telinganya.

"Hallo ... ada apa sayang? Kenapa kau meneleponku?" ujar Yolanda membuka percakapan di antara mereka. Sejenak Bara mengembangkan senyumnya. Di depan pria itu, Yolanda masih memanggil dirinya sayang? Hal yang cukup membuat hati Bara sedikit tenang.

"Emm ... tidak apa-apa, aku hanya rindu," ucap Bara yang sebenarnya bingung harus menjawab apa, tidak mungkin juga jika dia mengatakan bahwa saat ini dirinya tengah mengikuti Yolanda dan mendapati wanita itu makan dengan pria lain. Bisa-bisa akan bertambah runyam urusannya. meskipun begitu, sebenarnya Bara pun tidak bohong saat mengatakan bahwa dirinya tengah merindukan Yolanda.

Sesaat terdengar gelak tawa di ujung sana. "Maka cepat habiskan obatmu agar kita dapat bertemu segera," ucap Yolanda begitu terdengar merdu di telinga. Bara semakin memfokuskan pandangannya ke arah cafe tersebut. Melihat Yolanda tersenyum benar-benar berhasil membuat rasa rindunya bertambah semakin besar. 'Tahan, Bara ... Nanti malam kau akan bertemu dengannya.' setidaknya kalimat itu kini menjadi kalimat penguat untuk Bara agar tidak berlari menghambur ke arah kekasihnya yang terlihat begitu manis dan cantik itu.

"Kau tidak jadi tidur?" Bara kembali mengeluarkan suaranya.

"Tidak, emm ... tadinya aku mengantuk, tetapi juga lapar, dan kebetulan ada seorang temanku yang tiba-tiba datang ke rumah untuk mengembalikan buku, lalu kami memutuskan untuk keluar sebentar dan mencari makan." terang Yolanda panjang lebar sembari memasukkan steak ke dalam mulutnya.

Demi tetap berhubungan dengan Bara, gadis itu bahkan rela makan dengan sedikit bersusah payah karena dia harus tetap mempertahankan posisi ponselnya agar tetap menempel di telinga, namun di sisi lain dia juga harus memotong daging steaknya. Alhasil kini Yolanda mengapit ponsel itu dengan kepala dan bahunya, agar dia tetap bisa bercengkrama dengan Bara, namun juga bisa tetap menikmati makanan di depannya.

"Jadi kau sedang mencari makan sekarang?"

"Ya, emm ... lebih tepatnya tidak, kami sudah mendapatkannya."

"Syukurlah kalau begitu, sampaikan ucapan terima kasihku kepada temanmu karena sudah mau menemanimu mencari makan." ucap Bara begitu tulus.

"Hm, nanti akan aku sampaikan. Sudah dulu ya, aku sudah lapar sekali. Kau juga jangan lupa makan!" ujar Yolanda yang masih tampak kesusahan dalam memotong steak miliknya, hingga akhirnya teman pria nya itu merebut piringnya dan membantu Yolanda. Melihat itu, Bara kembali mengembangkan senyumnya. Teman Yolanda terlihat begitu baik, dan dia percaya bahwa Yolanda dan temannya itu tidak akan melakukan hal yang macam-macam di belakangnya.

"Baik, Tuan Ratu." balas Bara kemudian mengakhiri percakapan mereka. Bara mulai memutar kembali mobilnya dan menuju ke kedai bunga yang sebelumnya sudah dia rencanakan. Bara percaya dengan Yolanda, meskipun teman kekasihnya itu seorang pria, namun setidaknya Yolanda tidak mencoba untuk membohongi dirinya.

Cukup lama Bara berada di kedai itu. Yolanda begitu menyukai warna putih dan hari ini Bara mengumpulkan segala bunga dengan kelopak berwarna putih agar nanti dapat semakin menggembirakan hati kekasihnya. Bahkan hanya dengan membayangkan reaksi Yolanda saja sudah membuat Bara tersenyum senang dan hatinya perlahan mulai menghangat.

Bara kembali memasuki mobilnya dan melajukan benda berwarna hitam doff itu menuju huniannya. Sesampainya di rumah, Bara kembali menata barang-barang yang akan dia bawa nanti malam ke atas nakas miliknya agar tidak ada satu pun yang tertinggal.

Setelah dirasa cukup, Bara kembali melangkah turun dan berjalan menuju meja makan. Sejenak, Bara menatap nanar ke arah sekelilingnya. Ruang makan di rumah itu sangat besar dan bahkan terkesan begitu mewah, dengan meja panjang yang terletak di tengah ruangan dan terdapat sekitar dua belas kursi klasik berwarna senada pada setiap sisinya.

Selain itu, di setiap sudut ruangan tersebut juga terdapat beberapa hiasan mahal yang menambah kesan mewah ruangan itu. Tidak lupa dengan langit-langit yang dibingkai menggunakan permium crown molding dengan lampu kristal super besar yang menggantung di tengah-tengahnya.

Meskipun begitu, semewah apa pun ruang makan miliknya, setiap hari bahkan hanya rasa sepi yang menemani Bara. Bangku yang tertata rapi di bawah meja pun selalu kosong dan hanya menyisakan dirinya sendiri. Sementara papa Bara selalu sibuk bekerja, dan ibunya sibuk menghabiskan waktu dengan teman-teman sosialitanya.

Hingga akhirnya Yolanda hadir di hidup Bara dan menepis segala rasa sepi di benak pria itu. Bara begitu bersyukur Tuhan mengirimkan wanita se-perhatian Yolanda di hidupnya.

Selesai dengan acara makannya, Bara segera melangkah ke ruang perpustakaan dan mulai membuka beberapa buku managemen yang sudah beberapa waktu lalu mulai dia pelajari. Bara memang baru saja menginjak bangku sekolah menengah atas, namun dirinya sudah mulai mempelajari tentang bisnis, karena bagaimana pun juga dia akan menjadi satu-satunya calon penerus yang akan menjalankan perusahaan keluarganya kelak.

Hari ini Bara memang sengaja menyibukkan diri agar tidak begitu lama saat menunggu malam tiba. Sampai akhirnya pria itu tertidur di sebuah sofa panjang tempatnya hampir seharian ini menghabiskan waktu untuk membaca buku.

Bara mengerjapkan mata sejenak, dia tidak tau sudah berapa lama dirinya menghabiskan waktu di ruangan bernuansa kayu itu sehingga akhirnya tertidur. Dengan segera Bara bangkit dan mulai mengambil kacamatanya yang terjatuh, lalu melirik ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.

Hari sudah menjelang malam. Segera Bara bangkit dan pergi dari tempat itu lalu berjalan menuju kamarnya. "Tuan muda sudah bangun?" sapa seorang pelayan menghentikan langkah Bara. "Tuan muda ingin makan malam pukul berapa?" tanya pelayan itu dengan begitu sopan.

Sejenak Bara mengerutkan keningnya. "Apakah papa dan mama belum pulang?" tanya pria itu, yang hanya mendapat gelengan pelan dari sang pelayan di sampingnya. "Belum, Tuan." jawab pelayanan itu dengan sedikit ragu, terbesit rasa kasihan darinya untuk Tuan mudanya itu.

"Hari ini aku akan makan malam di luar, Bi. Kalian bisa istirahat lebih awal." titah Bara yang segera mendapat ucapan terima kasih serta anggukan kecil dari pelayanannya tersebut.

Bara melangkah memasuki kamarnya, lalu dia mulai berjalan menuju walk in closet untuk mengambil pakaian yang sudah sempat dia pisahkan tadi. Setelah itu, Bara mulai melangkah memasuki kamar mandi dan mulai mempersiapkan dirinya, karena di hari itu dia harus tampak sempurna di mata Yolanda.