Tuan Adyasta yang mendengar penuturan dari Almira pun kembali menghela napasnya. "Ya. Aku tahu itu. Dan aku benar-benar merasa bersalah padamu," papar pria itu mendongakkan wajah sembari memejamkan mata dengan tangan yang bertengger di atas kepala Almira mengusap pelan surai lembu wanita itu.
"Kamu tidak bersalah, Sayang. Tidak ada yang salah di sini. Atau ... kita berdua yang salah. Tetapi, terlepas dari itu semua, aku senang karena aku sudah memiliki harapan baru. Aku berharap Liana benar-benar dapat mewujudkan keinginan ini." Nyonya Almira tersenyum di tempatnya.
"Tetapi, kenapa kita tidak mengambil anak saja dari yayasan? Di sana juga pasti ada bayi perempuan, Sayang. Aku rasa tidak perlu kita sampai seperti ini." Tuan Adyasta kembali berbicara.
"Tidak mau. Aku tidak mau repot-repot mengasuh anak orang lain, Sayang. Berbeda kalau itu merupakan buah hati Bara. Pasti ada darah kita juga di sana." Nyonya Almira tampak begitu terobsesi dengan keinginannya.