Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Carnation: Under the Blue Sky

Blue_Hibiscus
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.2k
Views
Synopsis
"Langit telah mengutuk kita." "Jika langit bisa mengutuk, maka itu adalah untukmu, bukan untuk kami." Setelah ratusan tahun menjalani hidupnya dengan damai di bawah langit biru di kota Cyan, Lan harus menerima karma karena telah meninggalkan Epicrateia. Dimulai dengan terlambatnya dia bangun ketika seharusnya dia hanya membutuhkan waktu 30 tahun untuk istirahat. Wanita pujaannya terlahir kembali sebagai laki-laki di kehidupan yang ke tiga belas. Dan pertemuannya dengan Barbolu,  salah satu penjaga pilar kehidupan "Bulan dan malam" Di Epicrateia, Membawanya kepada rahasia yang disimpan oleh Kahtsen. "Kahtsen hanyalah boneka yang dikendalikan oleh jiwa Raphael 'Penyesalan' yang telah tercerai-berai karena kejadian dua ribu tahun yang lalu. Sementara Epicrateia adalah Benefcia Tua yang telah jatuh ke dalam kehampaan bersama amarah Pangeran Nacht seribu tahun yang lalu." Dan tanpa diduga semua yang terjadi telah direncanakan oleh salah satu malaikat yg jatuh. Mereka hanyalah bidak demi membangkitkan Raphael yang telah menyegel dirinya sendiri ke dalam tidur panjang. cover adalah scene dari salah satu manhwa Underprin karya Smbryms

Table of contents

Latest Update2
Bab 22 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

"Anda tidur lebih lama dari biasanya, Tuan."

Ketika Lan membuka mata, wajah asing seorang pria adalah yang pertama kali dia lihat. Wajah putihnya menatap Lan dengan khawatir namun juga ada kegembiraan yang terdengar dari suara beratnya. Lan menatap wajah itu, pria yang masih nampak muda dengan usia sekitar tiga puluh tahunan. Garis rahangnya tegas dan rambut pendeknya terlihat acak-acakan. Pria itu terlihat seperti Nori ketika terakhir kali Lan bertatap muka dengan orang yang setia menemani dirinya di masa lalu.

Lan mencoba membuka mulutnya untuk menanyakan berapa lama dia tertidur kali ini. Namun suara itu tidak kunjung keluar. Dia mengurungkan niatnya. Dia telah tertidur selama tiga puluh tahun - jika mengingat pengalamannya di masalalu. Jadi wajar saja tenggorokan terasa kering dan membuatnya kesulitan untuk mengeluarkan suaranya.

"Anda membutuhkan sesuatu, Tuan?"

Pria itu beranjak lebih dekat ke arah peti di mana Lan masih berbaring.

Lan hanya diam sembari berusaha untuk bangun. Dia melihat pria itu berusaha mengulurkan tangannya dan meraih tubuhnya. Membantu Lan untuk duduk.

"Kakek khawatir ketika Anda tidak kunjung bangun."

Lan masih terdiam dengan raut wajah datarnya. Dia tidak tahu siapa sosok yang dimaksud pria di depannya itu, jadi dia tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Nori adalah satu-satunya orang yang menemani dirinya sebelum memutuskan untuk tidur panjang. Sementara orang tua Nori meninggal ketika pria itu masih berusia sepuluh tahun. Tentu saja itu bukanlah Nori. Nori terlalu muda untuk mempunyai cucu dengan usia kepala tiga.

"Dimana Nori?" setelah berjuang, akhirnya suara Lan keluar. Suara dingin itu terdengar sedikit serak.

Wajah pucat itu terlihat sedih ketika mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lan. Mata itu seakan memperlihatkan banyak kesedihan yang pernah pria itu simpan.

Sementara itu Lan mengalihkan matanya dan memperhatikan sekitarnya. Ruangan dimana tempat dia beristirahat masih seperti dulu. Masih gelap dan hanya ada cahaya remang -remang yang dihasilkan oleh beberapa lilin besar di setiap sudut ruangan. Dia mendongak dan mendapati bahwa langit-langit ruangan itu masih terdapat lukisan langit biru musim panas dan beberapa burung merpati putih yang terbang. Baik Nori ataupun leluhurnya selalu merawat lukisan itu dengan baik. Lan berpikir, dia akan menemani Nori untuk minum nanti.

"Mengapa kamu masih disini?" suara Lan terdengar agak meninggi dan menggema di ruangan tertutup itu. Ruangan itu berada jauh di bawah tanah. Jadi tidak mengherankan jika suara sedikit keras terdengar seakan itu adalah teriakan.

"Maafkan saya."

"Mengapa kamu meminta maaf?" Lan terlihat kebingungan. Alih-alih mendapatkan jawaban atas ketidakhadiran Nori, pria itu malah meminta maaf atas sesuatu hal yang tidak Lan ketahui.

"Ini adalah tahun ke seratus Anda tertidur. Bagaimana bisa kakek akan bertahan selama itu?"

"Hah?" hanya kata itu yang keluar dari bibir Lan ketika mendengar jawaban dari pria itu. Lan terlihat kebingungan sementara itu pikirannya mencoba untuk mencerna kalimat yang diucapkan oleh pria itu.

"Apa maksudmu?"

"Ya, Tuan. Anda tidur lebih lama kali ini." Pria itu menatap dalam wajah kebingungan Lan, "Anda telah menghabiskan waktu 100 tahun untuk beristirahat."

Wajah putih Lan terlihat pias. Alih-alih mencoba untuk menyangga ucapan itu, Lan hanya bisa diam. Pandangannya menunduk dan pikirannya sedikit kacau. Dia tidak bisa menerima hal itu. Kenyataanya dia tidak pernah tidur panjang lebih dari 30 tahun. Dia selalu terbangun tepat sebelum orang yang dia cintai bereinkarnasi kembali.

Seperti tahuan-tahun yang telah dia lewati, dia akan terbangun tepat di tahun ke tiga puluh. Kemudian seseorang yang menemani Lan bangun pertama kali akan memberikan buku jurnal miliknya. Dimana semua kenangan yang pernah dia lalui tertulis disana. Dia akan mengingat kembali bagimana pertemuan pertamanya dengan Maria. Tidak lama setelahnya, Lan akan keluar dari rumahnya untuk mencari dimana Maria terlahir kembali. Dan seperti itu, dia terus menjalani kehidupan dengan alur yang sama. Melihat kelahiran orang yang dicintai. Menemaninya tumbuh dewasa hingga kematian kemudian memisahkan mereka.

Namun agaknya kali ini berbeda ketika pria itu, Dusha hanya diam menunggu tuannya yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Dusha tidak mengatakan sepatah kalimat lagi setelah menjelaskan bahwa Nori - kakeknya telah meninggalkan dunia lebih dulu. Dia bahkan tidak mencoba menjelaskan apa yang terjadi kepada Nori di akhir hayatnya. Bibirnya hanya bisa diam meskipun tangannya bergerak dengan lembut ketika menyiapkan minuman untuk mengatasi tenggorokan Lan yang kering.

"Bagiamana bisa semua terus saja berlanjut seperti ini?" Suara dingin Lan perlahan memudar dan rasa putus asa mulai terdengar, "pada akhirnya semua orang meninggalkan aku. Tidak peduli ketika aku mencoba memilih hal yang lain. Aku tidak bisa melawan takdir dan terus saja membiarkan rasa lelah membuatku menutup mata. Meski waktu terus berjalan begitu lama, namun tidak satupun dari mereka kutemukan kembali di kehidupan selanjutnya."

"Lalu, mengapa tidak kamu berikan saja ingatan Raph dan pergilah menyusul mereka ke alam kematian."

Mata Lan terbelalak ketika mendengar kalimat yang diucapkan dengan nada mengejek itu. Dia cukup terkejut bahwa orang yang menunggunya untuk bangun bisa mengatakan hal seperti itu. Amarah segera menguasai Lan dan mengambil alih tubuhnya. Dia berusaha bangun agar bisa menghajar pemuda itu. Namun belum juga kedua kakinya menyentuh tanah, tubuhnya terjatuh. Dia dapat merasakan bahwa kedua kalinya belumlah cukup kuat untuk berdiri.

Dusha menoleh  ke belakang dan terkejut melihat tuannya tergeletak dengan setengah badan yang keluar dari peti. Dia segera berlari ke arah Lan dan membantunya untuk memperbaiki posisi tuannya.

Namun Lan segera menepis tangan Dusha. Dia dengan marah  berteriak, "TEGANYA KAMU MENGATAKAN HAL SEPERTI ITU."

"Maaf, Tuan." Dusha cukup terkejut mendengar terikan Lan. Dia melepaskan tangannya dari bahu Lan dan membiarkan pria itu mencoba bangun, "apa saya mengatakan sesuatu yang salah? "

Lan masih berusaha untuk bangun, "bagaimana bisa kamu menyuruhku untuk mati, hah? Bahkan jika aku bisa mati, maka aku akan bersyukur untuk itu." Sejujurnya Lan telah lelah dengan kehidupan yang terus berulang selama ratusan tahun. Dia bahkan pernah berharap bisa mati, tapi itu tidak pernah terjadi.

Dusha menatap Lan dengan bingung. Dia merasa bahwa ada yang salah dengan pendengaran tuannya itu. Dia tidak mengatakan apapun setelah Lan bertanya tentang kakeknya.

"Maaf, Tuan." Dusha menyentuh bahu Lan dan membantu pria itu untuk duduk, "bagaimana saya bisa selancang itu?"

Lan hanya diam dan membiarkan Dusha membantunya. Pikirannya yang telah kacau perlahan tenang.

Bagaimana bisa Dusha selancang itu?Tapi itu tidak mungkin. Jika Dusha menginginkan kematiannya, tidak mungkin pria itu akan menjaganya selama bertahun-tahun. Lan mulai meragukan pendengaran. Dia bahkan bisa mendengar dengan jelas suara itu mirip seperti suara Dusha. Menyerahkan ingatan Raph? Lan tidak tahu apa maksud perkataan itu. Lan melirik kearah Dusha yang mulai bangkit dan berjalan kembali ke arah meja di dekat dinding untuk mengambil teh yang dia siapkan untuk Lan.

"Minumlah, Tuan. Ini bisa membantu tubuh Anda agar lebih baik." Ucap Dusha setelah kembali duduk di dekat Lan.

Lan mengambil gelas di tangan Dusha dan segera meminum isinya. Dia dapat mencium aroma pinus dari teh itu. Rasa pedas seakan menggigit lidahnya dan rasa hangat menyelimuti tubuhnya. Itu adalah minuman khas yang selalu dia minum ketika Nori masih menemaninya. Teh hijau yang dibuat Nori dengan daun Rosemary. Di masalalu dia tidak akan bisa tidur sebelum meminum teh itu.

"Apakah Anda akan ke atas, Tuan?" tanya Dusha. Dia mengambil gelas dari Lan yang telah habis isinya dan menaruhnya di samping peti, "kakek berkata bahwa Anda membutuhkan pemeriksaan setelah bangun, " Lanjut Dusha sembari membantu Lan yang mencoba untuk berdiri.

Lan mengangguk dan membiarkan Dusha memapahnya berjalan meninggalkan petinya. Dia terhuyung di setiap langkah. Sejujurnya kedua kalinya masih begitu lemas dan belum cukup kuat untuk berjalan dan menaiki anak tangga. Akan tetapi Lan ingin cepat-cepat ke atas untuk melihat bagaimana dunia sekarang.

Sesampainya di atas, Lan melihat cahaya yang menyilaukan matanya. Dia segera menutup mata dan menoleh ke belakang. Dia merasa seperti matanya buta untuk sesaat. Dia mengerang merasakan matanya sedikit sakit.

"Tuan?"

"Kenapa begitu terang?"

"Maafkan saya." Dusha lupa bahkan Lan tidak pernah melihat lampu seterang itu. Di masalalu, orang-orang hidup dengan cahaya obor dan juga lilin di setiap sudut ruangan.

"Jangan meminta maaf," ucap Lan dan mengisyaratkan untuk kembali berjalan. Dia masih mata tertutup mengikuti langkah Dusha. Cahaya lampu benar-benar menyakiti penglihatannya.

Mereka kembali melangkah menyusuri lorong untuk menuju kamar Lan.

"Apakah Anda ingin membersihkan badan lebih dulu?"

Lagi, Lan hanya mengangguk. Dia belum pulih sepenuhnya. Jika di sampingnya adalah Nori, mungkin dia akan menunggu sehari lagi untuk benar-benar bangun. Tapi pria di sampingnya adalah orang yang tidak dia kenal. Tidak seperti Nori yang dia kenal dari sebelum lahir, Dusha terasa asing baginya. Jadi dia mencoba untuk waspada terhadap Dusha.

Mereka berhenti ketika telah sampai di depan ruangan bercat coklat. Dengan tangan kirinya, Dusha membuka pintu kamar Lan dan membawa tuannya ke dalam. Membantunya untuk ke kamar mandi.

"Apakah saya perlu mematikan lampu, Tuan?"

"Tidak perlu."

Dusha melepaskan tubuh Lan dan membiarkan Lan berdiri sendiri setelah kedua kakinya cukup kuat untuk menopang tubuhnya, matanya masih tertutup. Lan membuka bajunya. Sementara itu Dusha menyalakan keran dan mengisi bak mandi. Dusha berbalik dan menjaga jarak dari Lan. Dari sana dia melihat bagaimana Lan tengah berdiri. Dia baru menyadari bahwa banyak hal yang berubah dari Lan sejak pertama kali dia melihat Lan dua puluh tahun yang lalu. Rambut merah-jingga panjang Lan tidak segelap dulu. Pandangan Dusha terus berkeliaran hingga pada tanda di lengan kanan Lan. Dua garis selebar 5 centimeter juga ikut memudar. Sementara itu ada yg aneh dengan gambar api dan matahari yg diapit oleh dua garis yang melingkari lengan atas Lan.

"Akh." Lan tiba-tiba merintih sembari mencengkeram lengan dimana tanda itu berada.

"Tuan." Dusha terlihat terkejut lalu segera berlari ke arah Lan.