Carnation: Under the Blue Sky

Blue_Hibiscus
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 6.2k
    Views
Synopsis

Prolog

"Anda tidak pernah berubah." Suara itu masih selembut dulu, sama seperti ketika perempuan itu masih berusia awal dua puluhan. Ketika wanita itu masih dalam gendongannya. Suara itu tidak pernah berubah sedikitpun, meskipun pemiliknya telah menua seiring berjalannya waktu.

Wanita itu tersenyum ketika melihat wajah sedih pemuda di depannya. Itu bukanlah akhir, setidaknya wanita itu berpikir demikian ketika dia percaya akan kehidupan setelah kematian. Mereka akan bertemu kembali seperti hari ini.

Namun pemuda itu tidak dapat menerima kenyataan yang ada di depannya. Dia telah menjalani seluruh hidupnya tanpa ada perubahan. Dia menyayangi wanita itu dan berharap bahwa mereka akan tumbuh bersama lalu akhirnya tidur dalam keabadian sampai akhir tidak akan terpisahkan. Tapi itu hanyalah sebuah harapan kosong jika Lan mengingat tentang jati dirinya.

"Mungkin saja, di kehidupan selanjutnya kita akan bertemu kembali, Tuan Lan." wanita itu mencoba membantu membangun ketegaran di hati Lan. Meski wanita itu tahu bahwa Lan tidak akan pernah bisa mengingat segala hal dari pertemuan mereka di kehidupan di masa lampau. Bahkan, setelah wanita itu mati, pada akhirnya Lan akan melupakan semua yang pernah terjadi diantara mereka.

"Maria." hanya satu kata yang mampu keluar dari bibir tipis Lan dan itu adalah nama wanita yang menatapnya dengan teduh.

Maria tetaplah seperti dulu meski rambut hitamnya telah memutih. Beberapa garis yang menunjukkan usia bahwa dia tidak lagi muda nampak di beberapa bagian di wajahnya. Maria bukan lagi bayi yang dulu Lan manjakan, bukan lagi remaja yang sering dia goda. Dan bukan lagi wanita dewasa yang dia cintai sepanjang waktu. Maria telah berada di ujung usia dan mungkin pada akhirnya akan meninggalkan dia sendirian lagi. Namun satu hal yang pasti, Maria tetap cantik dengan senyum yang mampu membuatnya jatuh cinta.

"Tapi ..." Maria mengalihkan pandangan ragunya. Dia mulai tidak yakin bahwa setelah kematian kali ini dia akan bisa melihat wajah Lan lagi. Dia percaya Tuhan memberikan semua jiwa kesempatan untuk hidup sebanyak tiga belas kali. Dan Maria merasa setelah kematian kali ini, dia tidak akan lagi terlahir ke dunia. Kesempatan itu sangatlah kecil jika mengingat cerita bahwa untuk kehidupan yang ke tiga belas, tidak akan semudah sebelumnya.

"Saya selalu penasaran bagaimana Anda menemukan saya ketika Anda bahkan tidak mengingat tentang kenangan kita di kehidupan sebelumnya."

Ini adalah pertemuan ketiga Lan dengan Maria, setidaknya itu yang dikatakan Maria menjelang akhir hidupnya. Seperti kehidupan sebelumnya yang pernah mereka lalui, Maria akan selalu mengatakan hal yang sama seakan sedang mengulang waktu.  Wajah Lan tidak pernah termakan usia seperti langit biru di atas sana. Baik di kehidupan lampau atau pun masa sekarang. Lan mempunyai fisik pemuda dengan usia akhir dua puluh tahunan. Dan terus seperti itu seakan Lan adalah makluk abadi.

Tapi Lan tetaplah manusia. Di suatu hari dia pernah terluka cukup parah dan membutuhkan perawatan untuk waktu yang lama hingga sembuh total. Dia tidak meminum darah seperti kebanyakan cerita tentang makhluk penghisap darah. Jadi terkadang dia bertanya-tanya mengapa Lan tidak menua seiring berjalannya waktu. Itu seperti sebuah kutukan. Jiwa-jiwa lahir dan tumbuh menjadi manusia yang beragam lalu menua kemudian mati. Tapi Lan tetap berjalan tanpa ada perubahan. Orang-orang datang lalu pergi secara bergantian hingga akhirnya Lan kesepian. Namun Lan masih tetap sama seperti ketika dia pertama kali membuka mata dan melihat langit biru yang jauh di atas sana.

Lan tersenyum dengan getir. Meskipun hatinya begitu berat untuk melepas Maria, pada akhirnya dia harus siap untuk melihat wanita tua itu menutup mata.

Lan mengangkat tangannya dan meletakkan jari telunjuknya pada dada sebelah kiri Maria, "pada akhirnya bekas luka ini yang akan selalu mempertemukan kita. Bekas luka ini akan terus kamu bawa di setiap kehidupanmu."

"Ah, itu." wajah Maria memerah ketika mengingat bahwa pertemuan pertamanya dengan Lan sungguh memalukan. Itu adalah cerita lama di kehidupannya yang ke sepuluh, ketika pertama kali Maria bertemu dengan Lan di sebuah pinggir Danau yang ada di dalam hutan di ujung selatan pulau Pentagon.

Ketika itu dia masih kecil, usianya baru menginjak awal lima tahunan. Ayahnya memutuskan untuk mengikuti orang-orang desa pindah ke ujung  selatan pulau Pentagon. Ketika orang-orang mulai memberanikan diri untuk menjajaki pulau penuh tragedi itu. Ayahnya menyusuri hutan yang penuh dengan pohon kembang sepatu setinggi dua meter demi bisa mencari tempat yang bisa memberi mereka makan. Maria mengikuti kemana ayahnya pergi, sementara ibunya telah lama kembali ke surga karena wabah penyakit yang menyerang tempat tinggal lamanya.

Maria berteriak ketika melihat seseorang yang tergeletak tidak jauh dari pinggiran danau. Pemuda itu tidak terluka jika melihat tubuh putih itu bersih dari luka gores. Sementara tidak ada satu pun helai baju yang melekat padanya. Maria merasa malu kembali jika mengingat bagaimana pertemuan pertama Lan di kehidupan sebelumnya. Wajah pucatnya tiba-tiba memerah seakan ada pewarna pipi di sana.

"Apa yang kamu pikir, kan?" seketika itu rasa sakit di hati Lan seakan luruh. Dia tersenyum dan ingin menggoda wanita itu.

Rasanya waktu benar-benar telah berjalan begitu cepat. Lan merindukan hari-hari ketika dia masih bisa melihat Maria tertawa berlarian untuk menghindari kejarannya. Dia masih dapat mengingat bagaimana wajah bahagia Maria ketika wanita itu pertama kali mengenal cinta yang membuat seakan dunianya mulai runtuh. Seolah takdir mencoba mengingatkan bahwa tidak akan ada kehidupan bahagia untuk hatinya selain melihat langit tetap berwarna biru.

Ya, hanya ada langit biru untuknya.

Dia bahkan harus melihat Maria menemukan pujaan hatinya dan menjalani kehidupan baru bersama dengan keluarga kecilnya. Sementara Lan masih sama seperti dulu. Orang-orang datang untuk mengisi kehidupannya lalu kemudian meninggalkan dirinya sendirian. Bukankah itu hal yang kejam jika langit membenci dirinya?

Rasa sakit di hatinya kembali ketika melihat mata tua itu masih memancarkan banyak kekaguman.

"Hari itu saya bahkan masih berusia lima tahun. Tapi saya tidak dapat mencegah untuk mengagumi Anda."

Angin sore kembali memasuki kamar inap Maria melalui jendela yang terbuka. Meski itu bukanlah kalimat menyakitkan, kenyataannya ada yang menusuk hati Lan. Dia telah menjalani kehidupan selama hampir empat ratus tahun. Dan ketika dia membuka mata, tidak ada satupun ingatan yang dia punya selain bahwa dia harus menemukan seorang wanita dengan bekas luka robekan di dada kirinya. Lalu ketika menemukan wanita itu, pada akhirnya dia akan mendengarkan kisah mereka di masalalu sebelum wanita itu menghembuskan nafas terakhirnya.

Lan merasa bahwa itu tidak adil. Dia yang telah menjalani waktu yang amat panjang. Melihat kembali kelahiran dan kematian wanita pujaannya. Namun wanita itu lah yang justru mengingat segala kehidupan di masa lampau mereka.

"Apakah Anda tidak akan pulang?"

Maria menoleh ke arah luar. Langit mulai gelap dan seharusnya Lan mulai kembali ke rumah. Ada banyak hal yang harus pemuda itu lakukan selain menghabiskan hari-harinya di rumah sakit untuk menemaninya.

Lan tidak ingin pulang. Dia takut jika dia meninggalkan Maria, wanita itu akan meninggalkan dirinya selamanya. Dia tidak ingin sendirian lagi. Namun dia bisa apa, jika langit telah menuliskan takdir untuk mereka.

Lalu, di suatu siang ketika dia akan memberikan kembang sepatu biru untuk Maria. Waktu Maria telah berhenti sepenuhnya. Bunga itu jatuh ke lantai dari tangan Lan. Kepercayaan telah mengkhianati dirinya. Dia bahkan yakin jika kembang sepatu biru adalah lambang dari sebuah obat keabadian. Meski keyakinan itu datang setelah dia membaca sebuah cerita tentang alam dewa. Dia mencari bunga itu di seluruh taman di halaman belakang rumahnya dan menghabiskan beberapa hari. Lalu berharap bahwa Maria tidak akan meninggalkan dirinya untuk ketiga kalinya.

Takdir telah mempercundangi dirinya. Malaikat kematian telah mendahului dirinya untuk menemui Maria. Wajah Lan semakin pucat. Meski matanya memerah namun tidak ada satupun air mata yang jatuh ke pipinya.

"Apa kamu juga akan meninggalkan aku, Nori." itu bukanlah sebuah pertanyaan. Lan lebih dari tahu bahwa dia akan ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya satu persatu. Bukan hanya ketika dia membuka matanya, tetapi juga ketika dia tidur untuk waktu yang lama, orang-orang yang berada di sekelilingnya pun telah ikut berubah.

"Maaf, Tuan."

Wajah Nori terlihat agak sedih. Dia tidak pernah tahu tentang jadi diri pemuda yang telah dilayani oleh leluhurnya. Tidak hanya dia ataupun para leluhurnya, bahkan Lan pun seakan meragukan dirinya sendiri.

"Apakah langit mengutukku hingga aku harus mengulang semuanya kembali?" ada nada getir dalam setiap suaranya yang keluar. Dia menatap dalam batu nisan milik Maria, "Aku membuka mataku dan menemukan kebahagian di sana. Tetapi kemudian mereka meninggalkanku sendirian dengan waktu yang terhenti."

lan menelan ludahnya dengan susah, seakan tenggorokannya tengah tersumbat. Dia telah kehilangan Maria dan juga pria yang menolongnya empat ratus tahun yang lalu. Dia berjalan sendirian sembari mempelajari bagaimana orang-orang bertahan hidup. Dia membangun usahanya dengan menanam tanaman obat dari nol hingga akhirnya bisa sebesar sekarang. Dia menemukan Eric dalam perjalanannya. Dia melihat bagaimana Eric membangun keluarganya sendiri dan menemani dirinya hingga ajal menjemput. Dia bahkan menyaksikan bagaimana anak cucu Eric lahir dan tumbuh berkembang hingga akhirnya ajal menjemput mereka satu persatu. Tapi Lan masih tetap berdiri di sana dengan hati yang mulai lelah.

"Aku akan beristirahat, jadi siapkan tempat untukku."

Lalu kemudian, semua terus berlanjut. Para keturunan Eric silih berganti menemani Lan dari waktu ke waktu. Mengurus segala keperluannya ketika dia memilih untuk menutup mata setelah pemakaman Maria. Membantu Lan mengurus perkebunan tanaman obat miliknya dan mulai memperbesar usaha tersebut. Sementara Lan masih menutup mata dan meratapi semua yang terjadi. Dia memilih untuk tidur panjang sampai waktu mengubah orang-orang di sekitarnya.

Lan berharap bahwa dia tidak akan bangun lagi seperti orang-orang yang pernah mengenal dirinya. Tapi, apakah harapan itu bisa terwujud? Sementara suara dari masalalu kembali berbisik di telinganya.

'Langit telah mengutuk kita.'