Chereads / Delete09 / Chapter 9 - 9. Ledakan

Chapter 9 - 9. Ledakan

Ben berdiri di depan pintu yang ditutupi pagar besi. Sebelum menyentuh knop pintu, ia segera mengenakan sarung tangan. Ruangan ini salah satu tempat yang sangat disukainya.

Ceklek.

Beberapa petugas yang ada di dalam langsung membungkukkan tubuhnya. Mereka memberikan jalan pada ketua laboratorium tersebut. Ben menghela napas pelan, mengamati semua penghuni di ruang sifilis tersebut.

Beberapa penghuni di sana sudah dipenuhi ruam yang parah. Ben menunjuk salah satu petugas yang berdiri di belakangnya. Lalu ia memerintahkan petugas itu untuk membawa seorang perempuan ke atas meja penelitian.

Wanita itu memberontak sangat parah. Hingga dua petugas lainnya ikut turun tangan menyeret wanita itu ke atas meja dan mengikatnya. Ben yang sudah siap dengan masker lab langsung menghampiri wanita tersebut.

"Buka pakaiannya," titah Ben.

Ketiga petugas itu mengangguk serempak. Mereka melucuti pakaian wanita tersebut. Ben mendesis pelan, sembari menggelengkan kepalanya.

"Sudah berapa lama sejak dia disuntik?" tanya dokter tersebut.

"Satu bulan," jawab salah satu petugas yang paling dekat dengan Ben.

Ben mengangguk beberapa kali. "Sepertinya dia tidak akan bertahan lama. Keputihannya sudah parah, lalu benjolan ini juga."

"Apa yang harus kami lakukan selanjutnya?" tanya petugas.

"Bawa saja ke kandang Zebby."

"Z-Zebby?"

Ketiga petugas itu saling pandang. Mereka selalu menutupi keadaan para tahanan agar tidak mengunjungi kandang Zebby. Hewan berukuran 3,3 meter itu seringkali membuat mereka nyaris mati. Harimau Serbia, salah satu spesies harimau terbesar di dunia. Beratnya bisa mencapai 320 kilogram. Siapa pun yang mendekati kandangnya, bisa saja mati ketakutan.

"Langsung bawa sekarang juga. Jika tidak, baunya pasti bisa sangat busuk."

Setelah mengatakan itu, Ben langsung bergegas keluar dari ruangan tersebut. Seperti biasa setiap satu bulan sekali, ia mengunjungi semua ruangan. Kini pilihannya jatuh pada lapangan yang menjadi tempat penelitian ledakan. Saat Ben hendak membuka pintu, terdengar ledakan yang cukup besar.

"Sial! Siapa yang meledakkan C3?!" kata Ben dengan wajah kesalnya.

Dokter gila itu segera membuka pintu. Matanya melebar begitu melihat kondisi di tempat tersebut. Semua tahanan yang diikat sudah tidak berbentuk. Ia melempar tatapan ke arah petugas yang berjaga. Nampak pria yang setengah mengantuk tengah duduk dengan tenang.

Ben mengambil pistol yang ada di saku jas laboratorium. Tanpa basa-basi, ia menembak petugas itu hingga membangunkan petugas lainnya. Ben melewati puluhan mayat yang hancur itu tanpa merasa mual ataupun takut.

"Orang gila mana yang meledakkan C3?!" bentak Ben.

Semua petugas menunduk, tidak ada satu pun yang berani menjawab. Ben menodongkan senjata api itu tepat ke kepala petugas itu secara bergantian. Namun masih tetap tidak ada jawaban. Akhirnya dokter gila itu memilih untuk menarik pelatuk pistolnya hingga membuat salah satu petugas mati di tempat. Ben langsung pergi tanpa merasa bersalah setelah melubangi kepala manusia.

"Jangan pernah meledakkan C3 dan C4!" teriak Ben sebelum keluar dari tempat tersebut.

Setelah mengunjungi tempat itu, suasana hati Ben berubah jadi buruk. Ia segera masuk ke ruangannya untuk mengambil kotak berisi suntikan sifilis. Kemudian ia berjalan cepat, bahkan setengah berlari ke arah ruangan yang terletak di ujung lorong. Ia mendorong pintu itu dengan penuh tenaga, tapi tidak kunjung terbuka. Ben yang sudah tersulut emosi itu langsung mengeluarkan pistol dari saku jas laboratoriumnya.

Dor!

Dor!

Dor!

Seketika pintu itu terjatuh karena engselnya sudah hancur. Ben bisa melihat kursi dan kayu yang mengganjal pintu tersebut. Selain itu, Myujin sudah tidak ada di kursi listrik.

"Sialan!" umpat dokter gila tersebut.

Ben memasuki ruangan kosong itu sembari menggenggam erat pistol untuk melindungi dirinya. Kedua mata pria itu langsung menyipit begitu melihat pintu ruangan sebelah yang sedikit terbuka. Ben mengarahkan pistol ke arah pintu itu, lalu tanpa pikir panjang menembaknya.

"Keluarlah jika tidak ingin mati, Myujin!" kata Ben.

Seketika pintu itu terbuka, menampakkan sosok Myujin. Lalu ada Julia yang mengikuti suaminya dari belakang. Kedua sudut bibir Ben terangkat hingga membentuk senyuman. Lalu ia mengisyaratkan kedua orang itu agar mendekat. Ia terus menodongkan pistol pada mereka.

"Bagaimana kau bisa lepas?" tanya Ben.

Myujin menunjuk ke arah kunci yang tergeletak di lantai. "Tentu saja menggunakan itu."

Ben melempar tatapan ke arah Julia. Wanita itu bersembunyi di belakang Myujin. Ia bahkan enggan untuk memperlihatkan wajahnya.

"Wanita itu yang membantumu mengambil kunci?" tanya Ben.

Myujin menoleh sekilas ke arah istrinya. "Benar. Otaknya sangat cerdas melebihi semua petugas yang bekerja denganmu."

Ben tersenyum miring, lalu ia membuka kotak berisi suntikan tersebut. Lalu ia mengisyaratkan Myujin untuk mendekat. Namun pria itu tidak bergerak sedikit pun.

"Itu suntikan yang sudah terinfeksi sifilis," bisik Myujin.

Julia menganggukkan kepalanya. Lalu mereka mulai berjalan mendekat. Ben menarik kursi yang dijadikan alat pengganjal pintu. Ia menarik Julia untuk menjadi orang pertama yang akan disuntik. Myujin menatap istrinya sembari tersenyum.

Julia menggigit bibir bawahnya saat jarum suntik menembus kulitnya. Ben menatap Myujin sembari tertawa pelan. Seakan ia puas dengan tindakannya saat ini. Setelah itu, Julia langsung diperintahkan masuk kembali ke ruangan sebelah yang gelap.

"Istrimu akan segera mati, Myujin," bisik Ben.

Myujin mengepalkan sebelah tangannya. "Kalau begitu, suntik aku juga!"

Ben menggeleng sembari tersenyum. "Tidak. Aku ingin kau menyaksikan kematian istrimu."

~~~

"Selamat malam, apa benar Gill Nath tinggal di sini?"

Jordan —ayah Jeremy yang sedang membersihkan kedainya langsung menoleh ke arah pintu. Nampak dua orang pria berpakaian serba hitam. Jordan tidak langsung menjawab, ia meneliti kedua tamunya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Ada keperluan apa kalian mencari Gill Nath?" tanya Jordan.

Salah satu pria itu mengeluarkan lencana kepolisian dari balik jaketnya. Jordan langsung teringat dengan pesan Gill sebelum pergi. Ia memerintahkan kedua orang itu untuk menunggu sebentar. Lalu tanpa membuang waktu, ia menghampiri istrinya yang tengah berada di dapur.

"Lorreine, kita harus segera pergi dari sini," kata Jordan setengah berbisik.

Lorreine mengernyitkan dahinya. "Memangnya ada apa?"

Jordan menghela napas pelan. "Benar-benar ada yang datang mencari Gill."

Wanita itu mengangguk, lalu mereka keluar bersama-sama. Nampak kedua pria itu masih berdiri di tempat layaknya robot. Setelah itu Jordan menunjuk tangga yang mengarah ke lantai atas.

"Anda bisa naik ke lantai dua. Hanya ada 1 kamar yang saat ini ditempati oleh Gill Nath," kata Jordan sembari berusaha tetap tenang.

Kedua pria itu mengangguk. Lalu mereka berjalan cepat menaiki tangga. Langkah kakinya seirama, benar-benar membuat pasangan itu bergidik ngeri. Setelah itu Jordan dan Lorreine pergi tanpa membawa apa pun selain ponsel dan uang.

Duaaarrr!!

Pasangan suami istri itu langsung menoleh saat terdengar suara ledakan yang keras. Orang-orang berlarian ke arah tempat yang menjadi sumber suara tersebut. Rupanya ledakan berasal dari kedai sekaligus tempat tinggal Jordan dan Lorreine.

"Bagaimana ini, Jordan?" tanya Lorreine.

Jordan menggeleng pelan. "Jika yang dikatakan Gill memang benar. Berarti kita harus pergi sejauh mungkin dari sini. Nyawa kita menjadi taruhannya."