Kling.
Aku mengambil ponselku di meja belajar. Pasti Rio! Mau apa lagi sih, tuh anak? PR Matematika-nya kan udah gue kasih.
Rio Gingsul : Ta. Gue balikan sama Cinta.
Mataku terbelalak.
Rio Gingsul : Tapi, boong.
Aku menyipitkan sebelah mataku. Apa-apaan sih, Rio. Dasar alien dari planet terjauh dari matahari sesudah pluto. Gue rebus gosong lo!
Rio Gingsul : Kok di read doang? Tenang aja gue di fase pendekatan lagi sama Cinta. Bentar lagi jadian beneran, Kok.
Apanya yang tenang?! Perasaan gue terombang-ambing nih sama lo!
Rio Gingsul : gue ke rumah lo yah.
Nagita Alana : jangan.
Rio Gingsul : lah, kenapa? Kan itu rumah ke-2 gue?!
Nagita Alana : di rumah lagi ada Alvin.
Rio Gingsul : serius? Ngapain dia ke rumah lo?
Rio Gingsul : jangan-jangan....
Rio Gingsul : sedang menulis pesan....
Nagita Alana : ngurus bisnis sama Papa. Gue di dalem kamar mulu kok. Jangan pikir macem-macem!
Rio Gingsul : iya.
Rio Gingsul : Eh, ke balkon yuk.
Nagita Alana : ogah, dingin.
Rio Gingsul : ntar gue peluk.
Nagita Alana : peluk noh si cinta
Rio Gingsul : ({}) *peluk Cinta*
Nagita Alana : sejak kapan lo alay gini?
Rio Gingsul : sejak bertemu denganmu.
Nagita Alana : Najis!
Rio Gingsul : :* I Love You, Baby.
Nagita Alana : delete contact!
"Nagita, besok kamu ke rumah aku yah." Mataku terbelalak mendengar ucapan Alvin yang tanpa aba-aba terlontar di moment yang tidak tepat, sarapan pagi. Untung saja Papa pergi ke luar kota tadi pagi, dan Mama menyiapkan minum. Jadi, hanya aku, Rio dan Alvin di sini.
"Enak aja lo ngelamar Nagita pas masih sekolah?! Gue aja nunggu dia lulus dulu!" sela Rio yang mulutnya masih penuh makanan.
"Rio! Apaan sih, gak jelas." aku membentak Rio dengan berbisik, tapi masih terdengar oleh Alvin.
"Ini dia susu-nya. Di minum yah, biar pada sehat." Mama menaruh segelas susu pada masing-masing orang, lalu duduk di kursi sebelahku.
"Kalian berangkat bertiga?" tanya Mama.
Baru saja Rio ingin mengelak namun aku mendahuluinya, "i-iya, Mah. Kita berangkat bertiga, pakai mobil Alvin. Iya kan, Vin?"
Alvin mengangguk.
"Kalau gitu, hati-hati yah. Mama mau ke rumah Bu Elin, katanya dia melahirkan subuh tadi. Mama mau nengokin dulu," pamit Mama, aku dan dua cowok ini mencium punggung tangannya.
"Mama pergi yaah, assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
"Tante, semoga anaknya ganteng kaya Rio yaah," seru Rio.
Sesudah sarapan kami bertiga berangkat ke sekolah. Sesuai apa yang ku ucapkan, kita berangkat bertiga, pakai mobil Alvin. Yang lebih parahnya lagi, Rio nyuruh gue untuk duduk di belakang sama dia. Kan Alvin ngerasa jadi supir, benar-benar parah nih anak!
*****
"Kenapa gue harus ke rumah lo?"
"Karena aku mau mengajarimu mata pelajaran yang tak kamu bisa."
"Kenapa harus lo?"
"Karena cuma aku yang kamu punya."
"Apa?" mataku mendelik menatapnya. Aku duduk di kursi belajar sementara Alvin berdiri di ambang pintu. Tangannya di masukan ke dalam celana berbahan itu. Aku melongos, "gak mau."
"Nagita, kamu itu perempuan. Kamu harus sadar kalau menjadi istri yang baik itu gak perlu cantik aja, tapi juga harus pintar." Alvin menghampiriku.
Aku beranjak dari kursi, "Pintar? Vin, lo gak akan ngerti semboyan kelas gue. Kita gak nargetin nilai berapa yang harus kita dapatkan di ujian nanti. Nilai itu cuma coretan di selembar kertas bertanda tangan kepala sekolah, apa yang harus di banggain?"
Tiba-tiba ponselku berbunyi.
Rio.
"Sebentar," aku berjalan ke balkon, menjawab panggilan dari Rio.
Nagita : lo telpon gue di saat lagi genting.
Rio : hah? Lo sinting?
Nagita : Rio!
Rio : iya, iya. Gue mau kasih tau lo, kalau gue udah balikan sama Cinta. Gue tadi gak sengaja ketemu dia di-
Aku mengakhiri sambungan sebelah pihak, tak perduli Rio yang heran atau marah denga ulahku hari ini. Dia benar-benar menelponku di waktu yang tidak tepat! Aku segera masuk kembali dan menemui alvin yang masih berdiri di sana.
"Yaudah, besok lo jemput gue!" ucapku apatis pada Alvin.
Keesokan harinya.
"Lo mau kemana, Ta?" tanya Rio saat aku hendak masuk ke dalam lamborgini Alvin.
"Bukan urusan lo!" ucapku jutek lalu duduk di jok depan mobil itu, alvin segera berjalan memutar kemudian masuk, lalu menyalakan mesin kendaraan ini dan mobil berjalan dengan kecepatam sedang.
Seperti yang ku katakan kemarin, Alvin menjemputku untuk belajar beberapa mata pelajaran dengannya. Karena Papa ada tugas luar kota selama tiga hari, mungkin dari hari ini sampai selasa dia memakai waktu kerjanya untuk mengajariku. Soal belajar, dia jangan di tanya. Hampir semua mata pelajaran di kuasainya, kecuali Kesenian. Katanya.
"Vin, rumah lo gede banget!" ucapku terpukau melihat rumah lantai dua dengan halaman depan sangat luas. Alvin mengajakku berkeliling rumahnya terlebih dahulu.
Gila, kalo gue tinggal disini keleyengan gue nyari ruanan."
"Kamu bisa gak pakai bahasa indonesia yang benar? Yang gede lah, keleyengan lah, apa lah. Nilai bahasa kamu berapa?" Alvin menghentikan langkahnya tiba-tiba, kemudian berjalan kembali.
"Kamar lo yang mana, Vin?" tanyaku.
"Itu."
Aku mengikuti arah tunjuk Alvin yang menunjukkan pintu berwarna coklat di lantai dua, dengan sticker bertuliskan the beatles berwarna hitam putih berukuran besar. Aku mengangguk paham.
"Kamu mau minum apa?" tanya Alvin.
"Ah, apa aja deh."
"Yaudah, Ayo." Alvin melangkahkan kakinya lebih dulu sehingga aku mengikuti kemana ia pergi.
Kami sampai di dapur, aku heran melihatnya. Alvin melangkah ke balik pantri dan mengambil dua buah gelas, yang satu ia isi teh manis, yang satu lagi di biarkan kosong.
"Sini, katanya mau minum." aku mengernyit.
"Tadi kamu bilang mau minum apa aja, yaudah kamu bikin sendiri." lanjutnya menuangkan gula ke dalam gelas berisi air kecoklatan itu.
Aku mendekat meghampirinya di balik pantri, aku mengambil gelas itu dan menuangkannya dengan air panas. Lalu, langkahku bergerak menuju kulkas dan mengbil satu box berisi sayuran. Kini Alvin yang mengernyit. "Buat apa?" tanyanya.
Tanganku bergerak mengambil pisau, lalu mengambil sebuah tomat dan memotong di atas gelas tersebut terjun ke dalam. "Katanya terserah aku mau bikin apa."
"Taraa...."—aku menunjukkan minumanku pada Alvin—" ini dia, air tomat panas ala chef Gitaaa..."
Alis Alvin terangkat sebelah, "Air Tomat Panas?"
"Iyah, minuman itu kan Air dan di dalamnya ada tomat. Ini juga panas," jelaski sekenanya, membuat Alvin menggeleng pelan.
"Mau coba?" tanyaku dan dia mengangguk.