Madam Earlena yang bertanggung jawab untuk semua masalah sekolah sihir, sebagai Kepala dan Pemilik Sekolah Sihir ia harus berperan aktif dalam mengenal satu persatu murid yang hadir di sekolahnya. Namun ada satu murid laki-laki yang mengalihkan perhatian saat pertama bertemu, iris matanya yang merah menarik perhatian lebih darinya.
"Rival. Dia persis seseorang di 50 tahun yang lalu."
"Bagaimana bisa anda mengatakan itu nyonya?"
Madam Earlena melirik ke arah Ren, sekretaris pribadinya dengan cepat pria langsing itu menunduk takut. "Maafkan atas kelancaran saya nyonya."
"Hanya ayahku yang tau semua, apa yang saya ucapkan. Jadi, kalau kau ingin tau, pergilah ke makam ayahku dan bertanya padanya." Madam Earlena berdiri dari tempat sofa santai, berjalan menuju kamar. Di usianya yang 70 tahun tidak membuat tubuh rampingnya menghilang, ia tetap terlihat sempurna jika dilihat dari belakang, seperti masih berusia 20 tahunan dengan pinggul yang bergoyang jika berjalan.
"Jangan lupa tugas mu!!" teriaknya dari lorong kaca.
"Baik nyonya!" Balas Ren membungkuk.
~*~
Ia ingat bagaimana remaja laki-laki bermata biru menghabis seluruh murid, bahkan ada kekuatan mereka diserap olehnya dengan berutal dan memaksa untuk masuk kedalam tubuh, jika ia manusia bisa seharusnya sudah gila dengan menerima begitu banyak energi.
Madam Earlena dan para murid senior berusaha melindungi murid yang masih pemula dengan kekuatan tersisa yang mereka miliki, walaupun kenyataannya ia sudah begitu lelah dengan pertempuran ini.
Jelas-jelas remaja itu sendiri, tapi kekuatannya begitu menakutkan. Ia ingat bagaimana dia tertawa senang.
"Nyonya." Panggil seseorang menyadarkan Madam Earlena dari lamunannya 50 tahun yang lalu. Dengan perlahan ia menarik napas dalam-dalam untuk membuatnya kembali tenang. Walaupun sudah sadar, Madam Earlena tetap tidak bergeming, menunggu pengawal pribadi untuk meneruskan informasi apa yang disampaikan.
"Hari ini tuan Eric bisa bertemu dengan anda." ucap pengawal.
"Siapkan mobil sekarang." ucap Madam Earlena.
Pengawal membungkuk sebelum meninggalkan Madam Earlena. Wanita berpakain elegan nan mewah itu berjalan pelan menuju garasi rumah menyusul pengawal pribadi, sesampai di sana tanpa menunggu lama ia masuk ke dalam mobil.
"Apa sekretaris Ren tidak ikut dengan anda?" tanya supir.
"Dia sudah ada di sana." Sibuk memainkan ponsel.
"Apakah Nyonya butuh pengawal?"
Madam Earlena menghela napas, meletakkan ponsel di dalam tas. "Tidak perlu."
Sang supir mengerti, dengan segera menjalankan mobil keluar dari rumah mewah di tengah laut dengan jembatan sebagai jalan menuju jalan utama. Hanya ada rumahnya di tengah lautan lepas tanpa ada bangunan lainnya. Ini bukan Bumi, Madam Earlena masih bisa melihat mahkluk metodologi laut di sini, terjaga dengan aman di laut yang ia kuasai.
~*~
Bumi ini sangat luas, namun ada beberapa tempat yang kalian belum tahu, namun itu sangat dirahasiakan oleh dunia, agar tangan kotor manusia tidak menyentuh keajaiban tersebut. Green mencoba membuka sepatu khususnya di lahan terbuka yang gersang milik salah satu penduduk, sesuai perintah dan melatih kemampuannya, ia menerima tugas tersebut.
Semua terkesima memandang keajaiban yang dimiliki Green begitu pun Madam Earlena, wanita itu tersenyum puas, bersyukur murid dengan kekuatan alam seperti Green ada di pihaknya.
Tugasnya selesai dengan cepat Green memakai sepatu kembali, melempar senyuman pada semua yang ada di sana.
"Ibu." Panggil Tuan Eric.
Madam Earlena menoleh, memberikan senyuman pada putra semata wayangnya itu, mencoba mendekat untuk memeluk.
"Kenapa kau tidak menunggu di kantor saja?" tanya Madam Earlena.
Eric tersenyum. "Tentu saja aku harus menjemput ibu."
Madam Earlena melihat belakang putranya. Remaja laki-laki bermata merah yang dari kemarin membuatnya bertanya-tanya, tentu saja sekretaris pribadinya, Ren masih mencoba memata-matai remaja itu.
"Bagus Ren, terus awasi dia." Batin Madam Earlena. "Kapan kau akan mengenali anak baru itu pada ibu?" tanya Madam Earlena pada putranya.
Tuan Eric menoleh, melihat remaja bermata merah tersebut dan kembali lagi menatap ibunya memberikan senyuman. "Aku tidak yakin ibu, dia sama namun dengan sifat yang berbeda." jelas Eric.
"Bukankah dia selalu menimbulkan masalah?"
"Ya, tapi dengan cepat ia menyelesaikannya."
"Menarik. Ibu harap ia ada dipihak kita."
"Semoga. Aku akan pastikan itu, ibu tenang saja."
Madam Earlena kembali melihat remaja bermata merah itu, yang sibuk mencatat penjelasan dari guru. Madam Earlena tahu kalau remaja itu hanya berpura-pura, ia pun tersenyum tipis dan berjalan pelan, tentu saja Tuan Eric mengikutinya di belakang.
"Aku ingin bertemu yang memiliki masa lalu anak itu."
~*~
Habil mencoba mencari posisi nyaman duduk di depan Pemilik Sekolah Sihir, Madam Earlena dengan anggunnya meletakkan cangkir teh dan piring kecil di atas meja.
"Aku pikir kau pernah melihat masa lalunya seperti apa." ucap Madam Earlena kecewa saat ia mendengar semua dari Habil.
Habil menunduk. "Maafkan saya nyonya, anak itu tidak bisa saya lihat masa lalunya yang saya lihat hanya gelap gulita."
Madam menghela napas panjang. "Bagaimana dengan masa depannya?" Menoleh, melihat Qabil.
Qabil hanya membalas dengan gelenggan.
Madam Earlena menjadi frustasi dengan semua ini. "Bocah itu memang luar biasa. Baiklah, tapi lakukan sampai kalian melihatnya."
"Baik nyonya." balas Habil dan Qabil bersamaan.
Madam Earlena berjalan keluar menyusuri lorong. Langkahnya terhenti saat ia melihat remaja bermata merah itu berdiri tepat di sebrang lorong lain, tepat di depan menatap dirinya dengan dingin.
["Apa yang anda cari tentang diriku?"]
Madam Earlena terkejut, seseorang mencoba berbicara batin, ia mencoba melihat sekitar dan ia sadar yang melakukannya remaja laki-laki di sebrang lorong lain. Madam Earlena tersenyum.
["Kau murid baru, tapi sudah bisa bicara batin?"] tanya Madam Earlena memilih duduk di kursi taman terdekat.
Begitu juga remaja laki-laki tersebut, memilih bersandar berpura-pura sedang membaca.
["Jangan samakan aku dengan murid-murid mu!"]
["Tentu saja tidak, kau spesial untuk kami."]
["Maksud mu?"]
["Dekatlah dengan putranya, kau akan tau jawabannya."] Madam Earlena mencoba berdiri dan berjalan meninggalkan remaja laki-laki tersebut.
Remaja itu hanya bisa melihat kepergiannya dengan penuh tanda tanya, atas ucapan "spesial" itu membuatnya bingung.
"Aku tidak mengerti dengan ucapannya." Mengkerutkan kedua alis.
~*~
Ingatan masa lalu tentang remaja laki-laki yang mirip dengan remaja laki-laki bermata merah itu mulai terlukis kembali. Bagaimana ia tertawa senang saat berhasil menghabisi sebagian penduduk desa sihir, itu membuat dirinya sangat terpuruk. Berbagai cara mencari kelemahan, sampai akhirnya putranya, Eric yang dulu tidak memiliki kekuatan tiba-tiba membuatnya bangga.
"Nyonya." Panggil supir membuatnya terkejut, tersadar dari lamunan di mana lalu.
"Kita sudah sampai." tambahnya si supir.
Pengawal pribadi membukakan pintu mobil, dengan kaki kanan, ia mencoba keluar dari sana.
"Kau tanyakan bagaimana informasi dari Ren."
"Baik nyonya."