Chereads / Sekolah Sihir: Keajaiban Tersembunyi / Chapter 10 - Chapter 10 : Sebuah Ancaman

Chapter 10 - Chapter 10 : Sebuah Ancaman

Ia melihat remaja laki-laki berdiri di depannya hanya terlihat bagian mata biru dengan tubuhnya hitam seperti bayangan. Rival menatap remaja bayangan itu cukup lama, sampai ia berjalan mendekati dirinya, perlahan mengangkat tangan menuju keningnya.

"Hah!" Lagi-lagi Rival terbangun, ia begitu sangat lelah dan berharap ia sudah kembali ke dunianya bukan mimpi lagi.

Rival melihat cahaya terang membuat silau matanya, seingatnya gorden kamarnya tertutup sebelum ia pergi tidur.

"Aaakkk!!" Rival berteriak, terkejut karena melihat Qabil sudah berdiri di samping ranjangnya yang sama-sama terkejut karena teriakannya.

"Sedang apa kau di sana!?" tanya Rival menyingkir ke tepian ranjang.

"Cepatlah bangun, dua jam lagi kau masuk kelas, aku harap kau tidak menimbulkan masalah lagi." ucap Qabil berpesan, mencoba merapikan beberapa barang di sana.

"Apa kalian memiliki saudara laki-laki seusia ku?" tanya Rival.

"Aku dengar dari Habil kau bukan remaja, jadi yang benar kau yang mana?" tanya Qabil mengalihkan pertanyaan.

"Aku yang sekarang! Apa kalian punya saudara laki-laki seusiaku?" tanya Rival kembali.

"Semua remaja laki-laki di sekolah ini saudara kami." jawab Qabil mencoba membuka pintu.

"Dia punya mata biru langit!!" teriak Rival.

Qabil yang ingin menutup pintu terhenti mengurungkan niatnya untuk menutup pintu kamar Rival dan pergi begitu saja membiarkan pintu kamar Rival terbuka sedikit. Rival hanya bisa terdiam, mencoba turun dari ranjang, entah apa yang terjadi tiba-tiba pandangannya buram, membuatnya terjatuh menjadi dirinya berdiri dengan lututnya.

"Rival, apa kau sudah siap? Aku akan mengantar mu. Rival?" Panggil Habil, mencoba membuka pintu kamar Rival dengan perlahan.

"Rival! Apa yang terjadi padamu!?" tanya Habi khwatir saat melihat remaja itu sudah tergeletak di lantai.

Habil mencoba membopong Rival kembali ke ranjangnya. Ia bisa merasakan sensasi hangat pada tubuh Rival yang menandakan remaja itu sedang menderita demam, tapi kenapa tiba-tiba padahal kemarin baik-baik saja. Dengan segera Habil berlari keluar kamar untuk mengambil peralatan yang dibutuhkan orang penderita demam, apapun itu.

Qabil yang sedang menikmati sarapan dengan koran di tangan kiri melirik kedatangan Habil yang seperti dikejar-kejar deadline pekerjaan alias sibuk sendiri.

"Ada apa dengan mu?" tanya Qabil.

"Apa kakak melihat kotak P3K?" tanya Habil.

"Kau terluka?" tanya Qabil, berdiri menghampiri Habil untuk memeriksa.

"Bukan terluka dan bukan aku." Melepas tangan Qabil dari keningnya.

"Lalu siapa?" tanya Qabil.

"Rival, demam." ucap Habil.

Qabil terdiam, tidak ada rasa kekhawatiran sama sekali di matanya, bahkan ia memilih untuk kembali ke meja makan untuk menghabiskan roti panggangnya.

" Kak? Ada apa? Kenapa kau sepertinya tidak peduli?" tanya Habil.

"Apa kau ingat dengan remaja bermata biru?" tanya Qabil serius.

Mendengar itu Habil terkejut. "Ada apa kak? Apa Rival bersangkutan dengannya?" tanya Habil.

"Dia memimpikannya, itu sebabnya ia jatuh sakit. Sepertinya dia tau kalau ada yang sebanding dengannya." ucap Qabil, melihat Rival sudah berdiri di belakang Habil dengan napas berat.

Habil menoleh ke belakang untuk melihat Rival. "Rival? Kenapa kau bangun dari tempat tidur? Kau tenang saja, aku akan meminta ijin pada guru di kelas mu." Mencoba mendorong tubuh Rival yang mulai terbentuk, walaupun ia seorang remaja.

Namun Rival menentang, menahan tubuh Habil yang lebih berisi darinya, mungkin karena Habil adalah orang dewasa, sedangkan ia remaja.

"Si-Siapa dia? Siapa dia!!" teriak Rival.

PRANG!

Membuat seluruh cermin yang ada di ruangan retak dan akhirnya pecah berkeping-keping. Seluruh penghuni sekolah sihir terkejut dengan pecahnya jendela salah satu kamar senior mereka. Begitu juga Green dan dua L, mereka yang melalui jalur tersebut bisa melihat apa yang terjadi. Semua berbicara, hingga membuat keramaian di tengah pusat sekolah sihir.

"Apa yang terjadi ya, kira-kira?" tanya Lisa penasaran.

Ucapan Lisa membuat Green khwatir dengan keadaan Habil, murid perempuan itu terus berdoa agar pria idamannya tidak mengalami sesuatu masalah. Namun Green dibuat panik kembali saat melihat sebuah tandu membawa seseorang, dengan cepat Green mencoba mengeceknya yang ternyata itu adalah Rival.

"Astaga! Apa yang terjadi padanya?" tanya Lisa.

"Minggir! Beri kami jalan!" Perintah seorang Fiacro.

Dengan segera para murid memberikan jalan termaksud ketiga murid perempuan tersebut. Lisa menepuk-nenek pundak Green dengan jari-jarinya. Green tahu apa yang ingin Lisa katakan, karena ia pun melihat langsung Habil dan Qabil berjalan keluar dengan beberapa luka, mungkin karena serpihan kaca.

"Aku yakin anak baru itu membuat ulah lagi." ucap Lyne, membuat Green semakin percaya kalau Rival adalah masalah untuk Habil.

~*~

Jam istirahat, Green meminta ijin pada guru untuk meninggalkan pelajaran dengan alasan pohon di hutan dekat sekolah ada yang mati, Green ditugaskan untuk menghidupkannya kembali, sang guru pun percaya, karena itu adalah tugas Green. Cara ini juga ia lakukan jika rindu dengan kehadiran Habil. Tentu saja tanpa sepengetahuan kedua temannya.

Dengan langkah cepat Green menuju Yumboeath adalah nama dari ruang kesehatan sekolah sihir. Green berusaha mendorong pintu kayu yang begitu tebal dan berat, Green tidak butuh bantuan jika tidak kuat membukanya, ia bisa menggunakan kekuatan akarnya untuk membuka pintu yang berat itu.

"Plant radices." Green membacakan mantra.

Dengan pelan tanpa suara, akar itu menggeser pintu kayu tersebut dengan cepat Green masuk ke dalam karena ia bisa merasakan seseorang berjalan menuju lorong ruang kesehatan.

"Siapa kamu?" tanya seorang wanita, yang ternyata dokter kesehatan. "Green? Sedang apa kau di sini?" tanyanya.

"Halo dokter Stevanny, aku kurang enak badan, bisakah anda memeriksa ku?" ucap Green memberi alasan agar Dokter Stevanny tidak menaruh curiga padanya.

"Kemarilah, biar aku periksa kamu dulu." Dokter Stevanny mencoba duduk bersiap untuk memeriksa Green.

"Apa anda sibuk hari ini?" tanya Green basa-basi berharap Dokter Stevanny akan keluar dari ruangan Yumboeath secepatnya.

"Ya, aku harus ke Bumi karena ada bencana yang membutuhkan pengobatan ku." jelas Dokter Stevanny.

Green mengangguk-angguk mengerti.

"Sepertinya kau baik-baik saja." ucap Dokter Stevanny setelah selesai memeriksa Green.

"Sebenarnya iya, hari ini aku sedang malas di kelas dan rasanya ingin menyindir." ucap Green beralasan kembali.

"Baiklah, tapi hanya satu mata pelajaran saja, oke."

Green tersenyum. "Oke." Green menyetujuinya.

"Baiklah, selamat beristirahat. Oh ya, jangan kau ganggu anak baru itu, oke."

"Siap!"

Dokter Stevanny pun keluar dengan membawa semua barang yang ia perlukan, saat pintu mulai tertutup kembali Green mencoba berjalan menyusuri kamar dengan dibatasi tirai berwarna putih, sampai yang ia cari pun akhirnya ketemu.

Ia melihat Rival masih terbaring, entah kenapa angin membuat suasana ruangan menjadi dramatis, membuat tirai menari-nari dan Green menyadari itu.

"Hentikan itu!" ucapnya pada para angin.

Entah karena kekuatan Green atau para angin yang mengerti, tirai tersebut berhenti bergoyang, dengan pelan-pelan masuk ke dalam ruang rawat Rival. Green bisa melihat wajah polos Rival yang tertidur, menampakkan bulu matanya yang lentik itu membuat Green iri, sesekali ia membandingkan dengan bulu matanya.

"Aku kalah lentik." ucapnya.

Tanpa Green sadari Rival sudah terbangun dari pingsannya, melihat Green tepat di samping membuat Rival terkejut dan menganggap Green adalah ancaman. Dengan sekali dorongan itu membuat tubuh Green terpelanting jauh, membentur langit-langit.

"Aaakkhh!!" teriak Green saat tubuhnya terpelanting dan membentur dinding langit-langit.