Aidan melangkah mundur dengan tubuhnya yang gemetar. "Apa dia mati?" tanya Aidan takut.
Darah segar menampakkan dari balik kain putih yang menutup Rival. Aidan semakin takut, dengan cepat Qabil menutupnya dengan kain.
"Lepaskan! Apa yang kalian lakukan!!" Teriak Aidan panik saat sebuah kain menutup dirinya.
Dengan susah payah Qabil mencoba membopong Aidan ke tempat yang lebih aman untuk meredahkan kekhawatirannya dengan apa yang ia lakukan barusan. Mungkin ia juga harus merahasiakan ini pada tuan Eric, jika beliau tahu, maka tamat sudah riwayatnya dan Habil.
"Lepaskan!! Aku bilang lepaskan!!" teriak Aidan memancing seluruh murid yang berpapasan dengan mereka melihat ke arah mereka. Tentu saja itu membuat seluruh murid menjadi penasaran dengan apa yang terjadi, apalagi yang Qabil bawa adalah idola keributan di sekolah sihir, tentu saja tidak ada yang tidak mengenal suara nyaring milik Aidan.
Qabil mencoba membawa Aidan ke dalam ruang kesehatan untuk membasuh luka bekas pertempuran. Remaja itu terus terdiam, sepertinya Aidan begitu terkejut dengan apa yang ia lakukan.
"Baru kali ini. Baru kali ini aku membunuh orang." Ia pun menutup wajahnya dengan kedua tangan, agar air mata yang ia keluarkan tidak membakar ranjang yang ia duduki.
"Sebenarnya itu tidak menjadi masalah." ucap Qabil tenang.
"Tidak jadi masalah apa!! Aku membunuh orang !!" teriak Aidan histeris dan kembali menangis.
Qasim terdiam melihat Aidan, mencoba mengepalkan tangan kanan, mencoba untuk mengatakan sesuatu. "Kau mau tau gelapnya sekolah sihir ini." ucap Qabil membuka suara, menatap serius Aidan.
Begitu juga Aidan yang menunggu kelanjutannya.
~*~
Habil masih berdiri melihat mayat Rival dengan posisi berdiri dengan lutut yang masih tertutup kain putih, niat ingin meredahkan amarah Rival ternyata itu membuatnya harus terbunuh di tangan Aidan. Habil mencoba meremas rambutnya, ia mulai panik.
"Apa yang harus aku katakan pada tuan Eric, beliau pasti marah besar." Habil mencoba membuka kain penutup tersebut.
Ia bisa melihat wajah Rival yang sudah mulai pucat dengan mata yang sudah tertutup. Sebenarnya ia sudah terbiasa dengan kematian, karena ia selalu melihat masa lalu bagaimana orang lain mati dikehidupan terdahulu. Dengan perlahan Habil mencoba membaringkan tubuh Rival dan selanjutnya ia harus menggali lubang untuk mengubur. Sebenarnya ia sudah melakukan sebuah pelanggaran. Saat lubang itu sudah ia selesaikan sebuah angin berhembus membawa beberapa debu menuju seseorang.
Tidak lain orang itu adalah Green, remaja itu mulai merasakan hembusan angin tersebut menerpa pipinya yang mulus, membuatnya terkejut saat tahu itu adalah angin kabar buruk di hutan sekolah sihir. Lyne yang duduk di belakang menyadari keanehan pada Green, begitu juga Lisa yang duduk di samping Green.
"Ada apa Green?" tanya Lyne berbisik dari belakang.
Dengan cepat Green menggelengkan kepala, tanda ia baik-baik saja. Kedua temannya pun kembali sibuk dengan materi yang dijelaskan oleh guru mereka. Green melihat jendela kelasnya, banyak burung yang bertengger di tepi jendela seperti menjemput Green untuk mengurus sesuatu di dalam hutan, entah apa pun itu, Green sudah mulai khawatir. Sampai jam istirahat pun tiba Green segera bergegas menuju hutan dekat sekolah, tentu saja Lisa dan Lyne mengejarnya dari belakang mencoba memanggil-manggil Green dari kejauhan, namun remaja berambut hijau muda itu tidak mempedulikan teriakan dari sahabatnya.
Sesampai di hutan, Green terpaku melihat beberapa daun berguguran itu membuatnya tidak nyaman. Namun ia tidak lupa dengan tujuannya ke hutan ini, dengan hati-hati ia melangkah mencari di mana orang yang ada di penglihatannya, suara daun kering terdengar jelas saat ia melangkah, bagi Green itu terdengar sepi musik yang merdu. Sampai akhirnya langkahnya terhenti.
"Kak Habil?!" Panggil Green panik.
~*~SEBELUMNYA ~*~
Dengan susah payah Habil mencoba menggali lubang untuk Rival yang sudah tiada, butuh beberapa menit untuk menyelesaikannya.
"Aaakk!!" teriak Habil saat mayat Rival terbangun dari pembaringan, seketika wajah Habil berubah menjadi pucat pasih dengan mata yang terus memperhatikan Rival.
"Ba-Bagaimana bisa?" tanya Habil saat Rival mencoba berdiri, membersihkan beberapa tanah yang menempel pada pakaiannya.
Rival menatap Habil dan memberikan senyuman padanya. "Ada apa denganmu?" tanya Rival kebingungan melihat raut wajah pria itu seperti habis melihat hantu.
"Bu-Bukankah kau sudah tiada?" tanya Habil.
"Baiklah, mungkin sudah saatnya aku memberitahu apa kekuatan ku," Rival menarik napas panjang. "Aku abadi dan ini bukanlah tubuhku." ucap Rival.
"Lalu, di mana tubuhmu yang sebenarnya?" tanya Habil penasaran.
"Entahlah, mungkin sudah membusuk di tanah Bumi." jelas Rival.
"Lalu tubuh siapa yang kau pakai ini?" tanya Habil.
"Bukankah kalian tau penyebab aku sampai di jemput kalian?" tanya Rival mencoba mengambil kembali darahnya yang ada di kain, mereka membentuk gelembung berwarna merah dengan perlahan Rival pun menyayat pergelangan tangan untuk memasukkan kembali gelembung darah tersebut ke dalam sayatan tangannya. Habil yang melihat itu terkagum-kagum, selama ini ia hanya melihat kekuatan sihir dan kekuatan yang bersumber dari alam, tapi kekuatan ini.
"Kak Habil?!" Panggil seorang perempuan.
Rival dan Habil menoleh, melihat Green berdiri di belakang mereka mencoba berlari menghampiri.
"Green awas!!" teriak Habil.
Aaakk!!
peringatan itu lambat didapat Green, sehingga membuatnya terjerumus ke lubang buatan Habil yang tadinya ingin ia pakai untuk mengubur Rival. Remaja laki-laki itu hanya bisa menahan tawanya, saat Habil berusaha mengeluarkan Green dari dalam lubang.
"Astaga! Green apa yang terjadi ?" tanya Lisa yang baru sampai.
Rival yang melihat itu menggelengkan kepala, tidak mengerti dengan kebodohan Habil. "Kau bisa naik ke atas Apartemen kenapa ini tidak bisa!?" tanya Rival kesal.
Habil menepuk jidatnya, dengan cepat ia pun melompat masuk ke dalam lubang menyusul Green di dalam. Tentu saja itu membuat Green terkejut, membuat wajahnya yang putih menjadi merah muda karena malu. Bagaimana tidak, pria yang ia suka saat ini mencoba menggendong dirinya.
"Pegangan yang erat." Pindah Habil.
Tanpa ragu, Habil pun mencoba melompat ke atas permukaan, menampakkan kaki kembali pada tanah membuat daun kering yang ada di sana sedikit terbang karena hempasan angin dari kaki Habil.
"Green, kau tidak apa-apa?" tanya Lisa mencoba memeluk Green karena khwatir.
Green mencoba melepaskan diri dari pelukan tersebut.
"Apa yang terjadi? Kau membuat masalah lagi?" Tanya Lyne pada Rival. Padahal remaja itu sedari tadi tidak bergeming sama sekali, tapi Lyne seperti tidak suka dengan kehadiran Rival.
"Kenapa kau dan Aidan tidak begitu suka dengan ku? Apa aku pernah menyakiti kalian!" tanya Rival kesal, karena masalah ini tidak ada habisnya.
"Jadi Aidan ada di sini? Sekarang ke mana dia?" tanya Lisa.
Rival tidak menjawab, ia memilih diam dan melompat ke atas untuk meninggalkan mereka.