"Silakan jika kau memang bisa menerima kenyataan." ucapnya.
Habil menatap kacamata tersebut, dengan perlahan meraihnya dari tangan remaja laki-laki itu, tangan yang sedikit gemetar. Namun itu semua tidak sampai terjadi, karena Qabil sudah merampas kacamata tersebut, itu membuat Habil kecewa.
"Kakak?"
"Sudah ku bilang jangan kau sentuh barang ku," ucap Qabil, menoleh melihat remaja laki-laki itu. "Dan kau. Lebih baik jaga sikapmu selama di sekolah ini." tambahnya.
Mata merahnya menatap tajam Qabil, seperti tidak menerima ucapan tersebut. Qabil pun memasang kacamata tersebut pada matanya dengan paksa.
"Aku berikan ini padamu. Setidaknya matamu tidak terlihat berlebihan." ucap Qabil.
Habil sangat kecewa, ia tidak bisa mengetahui sejarah apa yang tersimpan di dalam kacamata itu dengan kekuatannya. Qabil duduk di kursi kerjanya, melihat remaja laki-laki itu dengan tatapan memperhatikan seluruh penampilan.
"Siapa namamu?" tanya Qabil.
"Rival."
"Nama marga mu?" tanya Qabil kembali.
"Aku tidak punya siapapun, bahkan aku buat sendiri nama itu."
"Kau tau apa arti nama itu?" Qabil mencoba mengambil selembar kertas meletakkannya di depan Rival. Remaja itu melihat lembar kertas tersebut, mengangkat kepala kembali untuk melihat Qabil.
"Isi data mu."
Rival melihat lembaran tersebut. "Aku tau, sebagian orang pasti menyangka aku adalah lawan, hanya orang yang berotak saja yang tau arti lain dari namaku." Jelas Rival menatap tajam Qabil, memberikan lembar yang berisi data dirinya. Saat Qabil mengecek di sana hanya ada nama dan umur saja.
"Apa kekuatan mu?" tanya Qabil.
Habil yang sibuk melihat tumpukan dokumen pun mengangkat kepala untuk melihat Rival, sepertinya ia pun ingin tahu apa kekuatan dari remaja bermata merah itu.
"Aku heran dengan kalian, apakah pernah kalian menangkap manusia biasa?" tanya Rival.
Ucapannya membuat Qabil kesal, dengan cepat Habil menahan kakaknya untuk tidak melukai Rival.
"Kakak, aku mohon. Dia benar, jika kita ingin tau, lebih baik kita bertanya pada Tuan Eric langsung." jelas Habil memegang pundak Qabil agar tidak gegabah dengan murid yang belum tahu kekuatannya apa.
Qabil terus memperhatikan Rival yang sibuk memegang pajangan yang ada di sana. Habil mencoba mendekati Rival.
"Kalian mau tau apa kekuatan mu?" tanya Rival tersenyum tipis, menatap langit-langit.
Habil dan Qabil pun mengikuti apa yang ia lakukan, mereka menatap langit-langit di sana tidak ada apa-apa, selain langit malam yang menampakan bulan yang hampir ditutup awan.
Qabil dan Habil tidak mengerti mengapa mereka melakukan apa yang dilakukan Rival.
"Kau bisa terbang?" tanya Qabil polos.
Mendengar itu Habil mencoba menahan tawanya, karena ucapan polos yang keluar dari mulut kakaknya yang keras kepala.
"Kau ingin aku terbang?" tanya Rival menawarkan diri.
"Kau bisa terbang?" tanya Habil.
"Apa kalian bisa terbang?" tanya Rival kembali.
Habil menggeleng. "Kami hanya bisa melompat tinggi saja."
Qabil mulai tidak tahan dengan ini semua, ia kesal sendiri dan memilih menarik tangan Rival untuk keluar dari ruang pribadinya. Tentu saja ia masih harus bertanggung jawab dengan remaja ini, tidak mungkin ia membuangnya kembali ke Bumi begitu saja, apalagi yang menyuruhnya untuk menjemput remaja ini adalah Tuan Eric. Jika kalian mau tahu siapa Tuan Eric, dia adalah pemimpin abadi di sekolah sihir ini, tidak akan ada yang melengserkan dirinya dari jabatan kepemimpinan mana pun, kecuali takdir Tuhan.
"Kakak!!" teriak Habil mencoba mencegah Qabil untuk tidak bertindak berlebihan.
Seluruh murid memperhatikan mereka dengan tatapan binggung dan bertanya-tanya. Bahkan ketiga murid perempuan itu pun melihat semua itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Lisa.
"Kalian tidak usah mempedulikan kami, belajarlah yang rajin." ucap Habil memberi pesan pada semua murid yang menonton.
Ucapan itu tidaklah mempan untuk para murid, mereka tetap berbisik-bisik tentang si anak baru itu. Senyuman lebar Rival terlukis, ia seperti melakukan sesuatu untuk membuat keadaan semakin parah, tidak ada yang tahu pasti apa yang sedang ia perbuat, dengan tangan satunya. Habil yang ada di belakang pun melihat hal itu, ia tidak begitu menganggap itu serius, berpikir Rival sedikit ada kekurangan tentang dirinya.
"Ke mana kau akan membawa ku?" tanya Rival.
"Akan ku pertemukan kau dengan seseorang dan dia tau siapa kau sebenarnya." ucap Qabil.
Tidak ada perlawanan dari Rival. Sepertinya remaja bermata merah itu sangat antusias ingin bertemu dengan pria bernama Eric itu.
Habil mencoba meringankan tubuhnya untuk melompat menyusul Qabil, bersiap mencegah kakaknya untuk tidak melakukan hal tersebut, dengan cepat menutup pintu kayu menjulang tinggi itu saat Qabil membukanya.
"Habil! Apa yang kau lakukan!?" tanya Qabil kesal dengan tindakan Habil.
"Kakak, aku mohon jangan lakukan itu!" ucap Habil memohon.
"Kau tau sendiri kalau Tuan Eric membutuhkan bocah ini!" Qabil memegang kerah kemeja Habil dengan erat, membuatnya tercekat tidak bisa bernapas.
Rival hanya memandangi mereka dengan tatapan tidak peduli dengan pertengkaran mereka, entah apa yang membuatnya begitu teralihkan dengan pintu besar yang terbuat dari kayu dengan ukiran aneh, jika dilihat dengan jelas itu seperti gambar sebuah penyiksaan terhadap makhluk hidup, seperti rantai kematian. Rival semakin penasaran, dengan perlahan meletakan telapak tangannya pada pintu tersebut.
Krak! [Suara kacamata retak.]
"Hah!" Rival mencoba melepas paksa tangannya, napasnya memburu dengan cepat, perlahan menggeleng tanda ia tidak menyukai hal itu.
Habil melihat itu, mencoba mendorong Qabil untuk melepaskan cengkraman tangannya, dengan cepat mendekati Rival.
"Rival? Ada apa?" tanya Habil.
Rival menoleh, melihat Habil masih dengan napas memburuh. "Kau punya kekuatan melihat masa lalu, bukan? Lihatlah sendiri apa rahasia dari ruangan ini." ucap Rival, mencoba melangkah mundur. "Aku tidak mau masuk ke dalam ruangan itu, sampai aku benar-benar siap." jelas Rival berlari menjauhi tempat tersebut.
"Rival!!" teriak Habil mencoba mengejar.
Qabil hanya bisa diam, melihat pintu tersebut, mencoba mendekat untuk menyentuh pintu tersebut. Sayang sekali kekuatan melihat masa depan tidak bisa ia gunakan terhadap ruangan tersebut. Tiba-tiba saja pintu tersebut perlahan terbuka menimbulkan suara decitan yang begitu nyaring.
"Kak Qabil, kau datang." Sambut seorang wanita sebayanya, mencari seseorang di belakang Qabil. "Di mana kak Habil?" tanyanya.
~*~
Habil terus mengikuti langkah Rival, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan remaja ini, dengan tiba-tiba ia berlari menjauhi ruangan Tuan Eric seperti habis melihat hantu. Habil mencoba menyentuh pundak Rival, remaja itu terkejut dengan kasar menyingkirkan tangan Habil.
"Aku tidak mau masuk ke sana!" ucap Rival menggeleng, menolak untuk ikut dengan Habil.
"Ada apa. Kenapa kau ketakutan seperti itu? Apa yang terjadi?" tanya Habil berturut-turut.
"Seharusnya kalian tau apa yang terjadi di dalam ruangan itu! Aku juga heran untuk apa kalian memiliki kekuatan kalau tidak ada gunanya!" ucap Rival marah tanpa sebab.