Chereads / Berandal SMA inlove / Chapter 31 - Terungkap

Chapter 31 - Terungkap

Selamat Membaca

Tidak salah lagi. Manusia yang peduli dan sayang kepada Gina hanya Kenzaki Reynand . Keluarga gadis itu seolah tidak mau ambil tahu lebih lanjut bagaimana keadaannya di rumah sakit. Bukankah Tante Paula berkata akan datang saat malam hari? Namun nyatanya tidak. Dia tidak menampakkan batang hidungnya, dan tidak ada kabar sama sekali. Alhasil, benar-benar Reynand yang menjaga Gina di rumah sakit. Laki-laki itu terpaksa berbohong kepada orang tuanya bahwa dia menginap di rumah salah satu temannya dengan alasan ingin membuat kerja kelompok.

Kini jam sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh pagi. Reynand seharusnya cuti sekolah untuk menjaga Gina. Tetapi, dia ingin mencari tahu penyebab gadis itu jatuh. Jadi dia akan tetap bersekolah.

"Gina"

Gina terbangun dari tidurnya. Lantas, ia tersenyum simpul.

Senyum di wajah Reynand semakin merekah. "Masya Allah, jadi gini, ya, muka bangun tidur si cantik. Cantik pake banget, Gina."

Gina tertawa menampilkan deretan gigi putihnya. Lalu membalas ucapan Reynand dengan bahasa isyarat. "Malah aku malu tahu, Nand. Muka aku pasti bengkak, gak ada cantik-cantiknya."

"Kata orang, kalau mau tahu wajah asli seseorang, itu dilihat dari wajah bangun tidurnya, Ka. Nah, wajah bangun tidur kamu cantik dan lucu banget. Gak salah lagi, kamu memang secantik itu."

"Iya, deh, iya. Makasih banyak."

Reynand memasang tas ransel di bahunya lalu mendekati Gina. Ia mengecup dahi gadis itu lalu mengelus rambutnya pelan. "Aku pergi sekolah dulu, ya, Sayang. Aku bakal langsung ke sini kalau udah pulang sekolah nanti."

"Iya, hati-hati."

"Kamu beneran gak papa sendiri? Mau aku panggilin Bi Sarti gak?"

"Gak usah. Aku gak mau ngerepotin siapa pun."

"Oke, deh, kalau gitu. Aku sekolah dulu, ya. Bye, Cantik." Gina membalas lambaian tangan Reynand. 

Sesampainya di sekolah, Reynand langsung masuk ke majelis guru untuk menemui Pak Wira. Kebetulan, Pak Wira adalah guru yang paling baik terhadap Reynand dan Gina. Beliau tidak seperti guru-guru lainnya yang sering bersikap ketus kepada sepasang kekasih tersebut.

"Pagi, Pak," sapa Reynand.

"Pagi, Reynand. Loh, kenapa kamu sekolah? Emangnya Gina ada yang jagain?"

"Enggak, sih, Pak. Cuma saya harus cari tahu penyebab Gina jatuh. Karena saya tahu betul, dia itu jarang banget jatuh. Saya yakin, pasti ada yang celakai dia."

Pak Wira mengangguk-angguk. "Jadi, apa rencana kamu?"

"Kita harus melihat rekaman CCTV semalam, Pak. Sekitar jam sepuluh pagi."

"Oke. Ayo kita ke ruang CCTV."

Reynand mengangguk lalu berjalan mengekori Pak Wira. Mereka langsung melihat rekaman CCTV pada pukul sepuluh pagi semalam.

Reynand membelalakkan matanya lebar. Tangannya terkepal erat. "S*al*n!"

Pak Wira mengusap wajahnya kasar. "Kenapa Abila jahat gini? Bukannya kalian bertiga berteman?"

"Beberapa hari terakhir ini enggak lagi, Pak. Saya rasa dia sudah mulai kehasut sama siswa-siswi di SMA Tunas Bangsa," ujar Reynand.

"Maaf, ya, Nand. Seharusnya sekolah ini menjadi salah satu tempat yang nyaman untuk kamu datangi. Bapak gak tahu kenapa kasus Ayah kamu sangat berpengaruh ke kamu."

Reynand tersenyum kecut. "Gak papa, Pak. Saya udah biasa."

"Ya, udah. Bapak akan langsung melaporkan masalah ini ke Kepsek. Abila harus diberi hukuman yang setimpal."

Reynand mengangguk mantap. "Terima kasih banyak, Pak."

"Sama-sama. Sekarang kamu boleh masuk ke kelas, beberapa menit lagi bel."

"Iya, Pak. Saya permisi dulu."

"Iya."

***

"Abila!" Abila sontak menoleh saat ada yang memanggilnya. Nada bicara orang tersebut terkesan sangat dipenuhi amarah, dan Abila tahu siapa dia.

"I—iya."

"Ternyata lo makin berani, ya! Gue udah cukup kesal sama kelakuan lo terhadap Alaska di toilet kemarin, dan ternyata lo gak jera juga! Mau lo apa, hah?"

Abila mengernyitkan dahinya heran. "Lo ngomong apa, sih, Nand? Gue gak ngerti!"

"Gak usah pura-pura gak tahu, s*al*n! Lo yang udah dorong Alaska sampai dia jatuh kebentur lantai. Iya, 'kan? Ngaku!"

"Iya! Gue yang dorong dia! Emangnya kenapa? Lo pikir gue takut? Lo pikir gue akan ngalah gitu aja? Nggak, Reynand!"

"Dengan lo bersikap kayak gini, gue makin ilfeel sama lo, Abila! Siapa, sih, yang mau punya pacar jahat kayak lo? Yang pasti gue enggak. Asal lo tahu, Gina jauh lebih baik dari lo! Dia jauh lebih pantas untuk dicintai daripada lo!" Reynand berbalik untuk menyudahi adu mulutnya dengan Abila. Namun, tangannya lebih dulu ditahan oleh gadis itu.

"Reynand, gue mohon. Gue cinta sama lo."

"Ya, terus?"

"Gue mau jadi pacar lo, Nand. Gue itu jarang banget jatuh cinta sama cowok. Lo, cowok kedua setelah mantan gue yang udah meninggal. Please, gue sesayang itu sama lo."

"Bil, lo punya harga diri, 'kan?  Cewek itu gak boleh ngejar-ngejar kayak gini. Apalagi sampai memohon-mohon. Gue ngomong baik-baik, ya, sama lo. Tolong, jangan ganggu gue lagi. Masih banyak cowok lain, Abila."

Air mata mulai mengalir di pipi gadis itu. Ia melepaskan tangan Reynand, lalu menunduk. "Rasa kagum sekaligus iri yang bikin gue jadi kayak gini, Nand. You treat her like a queen. Kalau lo gak dibenci sama warga sekolah, gue yakin banyak yang iri sama Gina."

Reynand tersenyum kecut. "Dia pantas dapatkan itu semua, Bil. Dia yang selama ini nemenin gue, dia yang selama ini kasih gue semangat buat jalanin hidup. Dia selalu ada buat gue, Bil."

"Jadi bener-bener gak ada kesempatan buat gue, ya?"

"Gak."

Hati Abila sangat sakit mendengar jawaban singkat nan ketus tersebut. Ah, apakah ini artinya dia harus mundur? Menyerah dan mencari cowok lain?

Cinta itu tidak ada yang tahu ke mana ia akan berlabuh. Jadi, Abila merasa dirinya tidak salah. Lalu, mengapa dia terkesan sangat jahat di sini? Abila pun tidak mengerti.

"Bukan salah gue kalo gue menaruh rasa sama lo, Nand. Ini semua datang tiba-tiba. Terus kenapa gue terkesan jahat banget, ya? Salah gue apa?"

"Cara lo deketin gue itu salah, Bila. Lo pakai cara licik, sampai mencelakakan orang lain."

"Maaf."

"Udahlah, Bil. Gue capek berantem sama lo terus. Ini terakhir kalinya lo ganggu dan celakai Gina. Setelah ini, gue harap lo sadar." Reynand benar-benar pergi dari hadapan Abila. 

Abila menyeka air matanya kasar. Merasa malu? Sudah pasti.  Salahkan rasa cintanya yang terlalu dalam kepada Reynand. Atau ... Abila yang memang jenis cewek agresif?

"Gak usah kayak ginilah, Bila. Cowok di dunia ini, tuh, banyak. Bukan cuma dia doang. Lagian, spesialnya Reynand itu apa, sih? Seluruh murid SMA Tunas Bangsagak suka sama dia. Lo malah ngejar-ngejar dia sampai ngorbanin harga diri lo kayak gini," tutur Yuki yang melihat temannya itu sedang menangis. Kebetulan, ia juga pergi ke rooftop.

"Gue suka sama dia, Ki. Dia itu baik, tulus, dan gentle banget. Gue bisa liat itu semua pas gue masih temenan sama dia dan Gina. Gue liat gimana perhatiannya dia ke Gina. Gue liat dengan mata kepalaku sendiri gimana dia ngebela Alaska, gimana dia melindungi Gina dari orang-orang. He treats Gina very well. Awalnya gue cuma kagum sama dia, tapi makin lama rasa ingin seperti Gina itu muncul. Pada akhirnya gue sadar, gue jatuh cinta sama Reynand."

Yuki merangkul lalu menepuk bahu Abila pelan. "Gue akuin itu. Reynand emang kelihatan sayang banget sama Gina, begitu pun sebaliknya. Ada alasan kenapa mereka kayak gitu, Bil. Mereka berdua itu ... bisa dibilang anak broken home. Orang tuanya Reynand itu sibuk banget, mereka hampir gak pernah ada waktu buat Reynand. Kalau Alaska, orang tuanya pisah, dan mereka gak ada yang mau bawa Gina. Jadi Gina tinggal sama tantenya yang jahat dan super perhitungan. Gue kasian sama mereka, tapi gue gak bisa berbuat apa-apa, Bil. Gue gak mau ikut dimusuhi satu sekolah karena ngebela mereka."

Gadis yang bersekolah di SMA Tunas Bangsa dua bulan terakhir itu sedikit termangu. Dia lupa tentang penderitaan Reynand dan Gina. Padahal, dia sendiri yang melawan para perundung tersebut habis-habisan. Sekarang, Abila malah menjadi salah satu dari mereka.

"Yuki, gue bingung. Apakah gue harus mundur dan berteman lagi sama mereka? Atau ... perjuangin cinta gue?"

Yuki tersenyum simpul. "Lakukan yang menurut lo baik. Gue gak bisa kasih jawaban, karena gue gak ada di posisi lo. But, kalau gue ada di posisi lo, gue bakal mundur. Cinta Reynand dan Gina itu dalam banget, keliatan dari perlakuan dan tatapan mata mereka. Walaupun gak ada yang tahu hubungan mereka sebenarnya cuma sahabat atau lebih dari itu."

Abila menghela napas panjang. "Gak ada kata mundur dalam hidup gue, Ki. Gue akan tetap berusaha buat dapetin Reynand."

Bersambung