Dia dan Jenggala melangkah bersisian menyusuri koridor lantai satu yang sepi setelah 'diusir' dari kelas. Selanjutnya mereka berbelok ke kanan, bergerak menuju tangga bagian tengah gedung. Setelah menaiki tangga tersebut, mereka berbelok ke kiri dan berjalan lagi hingga menemukan sebuah ruangan berpintu geser dengan papan bertuliskan PERPUSTAKAAN di atasnya.
Zerina bergerak mendahului Jenggala memasuki ruangan tersebut. Perempuan berkuncir kuda ini mengambil dua lembar folio bergaris dari sebuah kotak di meja sambil berbicara sejenak dengan penjaga perpustakaan. Setelah memberikan satu lembaran folio untuk Jenggala, dia berjalan lagi mendekati salah satu tempat duduk yang terletak agak jauh dari meja penjaga.
Gadis itu meletakkan kertas folio bergaris di meja ketika sampai di barisan tempat duduk paling belakang. Selanjutnya, dia mengeluarkan tempat pensil serta ponsel dari saku rompi sambil mendudukkan diri pada salah satu kursi yang ada di sana.
"Loh, Jenggala mana? Perasaan tadi ngikutin gue ke sini." Zerina bertanya kepada diri sendiri sambil celingukan ke sana kemari setelah menyadari sosok yang sejak tadi bersamanya tiba-tiba luput dari pandangan. "Apa dia kabur? Ah, gak tau deh. Bodoh amat."
Tepat setelah Zerina bergumam di dalam hati, laki-laki dengan tubuh proporsional itu menampakkan batang hidung mancungnya. Dia meletakkan sebuah kamus tebal bersampul keras di meja.
"Huh?" Zerina mengerutkan kening ketika bertemu pandang dengan sepasang mata yang bulat itu. Sedetik kemudian, senyuman kecil mengembang di bibir perempuan itu. "Gue gak nyangka lo ternyata baik juga. Makasih ya, Gal!" lanjutnya.
"Loh, Gala, mau ke mana?" tanya Zerina kebingungan ketika Jenggala tiba-tiba membalikkan tubuhnya usai memberikan kamus tersebut kepadanya. "Jenggala, woy! Lo mau ke mana, sih?" Gadis itu bertanya lagi sedikit lebih keras hingga membuat sosok berwajah tampan itu menolehkan kepala.
"Kantin," jawab Jenggala singkat.
"Hah? Terus hukuman lo gimana, Gal? Masa gue semua yang ngerjain?"
Jenggala mengendikkan bahunya acuh tak acuh. "Iya, kalau bukan lu siapa lagi? Penjaga perpus? Lagian, suruh siapa pake acara ketinggalan tugas segala. Nyusahin orang amat," ujar pemuda itu dengan ketus. Lantas, dia membalikkan badannya kembali dan menggerakkan kaki hingga menjauh dari Zerina.
Zerina melirik pemuda berambut hijau kebiruan itu dengan sengit ketika sosok tersebut bergerak menjauh sampai akhirnya menghilang dari pandangan. Kemudian gadis itu menggeser kamus tersebut sedikit lebih dekat ke arahnya..
"Iya, emang. Gue salah karena ngebuat dia dihukum hari ini. Tapi seenggaknya gitu, loh! Dia kira nerjemahin jurnal bahasa inggris gampang, apa?" gerutu Zerina sembari membuka mesin pencari yang terpasang di ponselnya.
"Kalau gini jadinya, mending kemarin gue jalan kaki aja sekalian. Daripada harus berurusan sama cowok nyebelin kayak dia. Huft!" sambung perempuan itu sambil menggulir layar persegi panjang tersebut demi mencari dua jurnal yang sekiranya mudah diterjemahkan menurutnya.
***
Zerina nampaknya sudah tenggelam dalam tugas yang diberikan Mr. Jonathan. Tangan kanan nan lentik itu terus saja menuangkan hasil terjemahannya ke dalam folio bergaris miliknya sambil sesekali menyanyikan salah satu lagu idolanya dengan suara yang pelan.
Ketika tengah asik sendiri dengan dunianya, tiba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh permukaan pipi Zerina sehingga membuatnya tersentak. Gadis itu spontan mendongakkan kepalanya, menatap tajam ke arah Jenggala yang meletakkan sekotak susu rasa stroberi di atas meja.
"Lo apa-apaan sih, Gal?! Pipi gue jadi basah, tau!" Zerina mengomel sambil mengusap pipinya yang basah beberapa kali setelah terkena butiran air yang menempel di badan minuman kotak tersebut.
"Lebay lu," ucap Jenggala seraya mendudukkan bokongnya pada kursi kosong di sebelah Zerina. Setelah itu dia menusuk bagian atas susu kotak tersebut dengan sedotan plastik. Lalu menyesap minuman tersebut terang-terangan. Padahal saat ini dia sedang berada di perpustakaan.
"Ck ck ck." Zerina berdecak seraya menggelengkan kepalanya. Dia mengernyitkan keningnya sambil menatap Jenggala lekat-lekat. "Ternyata begini anaknya pemilik yayasan, ya? Dia gak bisa baca peraturan yang dipajang segede gaban di sana, ya? Padahal udah tertera gak boleh makan dan minum loh di situ," sindirnya.
"Lu mau?" Jenggala tertawa lalu meletakkan minumannya di atas meja. Selanjutnya, ia menopang kepala sambil melirik Zerina dengan seringaian kecil di bibir penuhnya. "Kalau mau bilang aja, Ze. Gak usah munafik gitu jadi cewek."
"Maksud lo apaan, heh?"
"Ya, bilang aja kalau lu pengen minuman ini biar bisa ciuman secara gak langsung sama gua-" Perkataan Jenggala terhenti ketika Zerina tiba-tiba mendaratkan sebuah pukulan di puncak kepalanya. Laki-laki itu meringis seraya mengusap pelan bagian yang dipukul itu. "Sakit, anj*ng! Lu jadi cewek yang lembut dikit kek."
"Gue gak bisa lembut sama cowok nyebelin kayak lo, Gal. Nanti yang ada, lo malah ngelunjak sama gue," ucap Zerina dengan ketus. Habis itu dia menggeser kertas folio yang masih kosong ke arah Jenggala. "Nih, lo kerjain sendiri tugas dari Mr Jo, deh."
"Dih, gak bisa begitu lah!" protes Jenggala tak terima. Dia menggeser lagi kertas tersebut ke arah Zerina. "Kan tadi lu janji mau ngerjain punya gua."
Zerina tertawa mengejek sambil memberikan tatapan sinis ke arah Jenggala. "Siapa yang janji? Gue bahkan belum bilang apapun sama lo, kan? Tadinya emang mau gue kerjain, cuma kayaknya nanti lo malah ngelunjak sama gue. Ogah banget, emang gue babu lo?"
"Terus kalau gue nulis punya lo, emang Mr. Jo gak bakal ngeh? Mikir atuh, Gal!" sambung Zerina sambil menepuk-nepuk pelipis Jenggala dengan pulpennya.
"Ck. Ya udah, oke!" Jenggala mendengus lalu menggeser kertas tersebut dengan terpaksa. "Nasib gua apes mulu setiap sama nih cewek. Dasar cewek pembawa sial!" gerutunya sepelan mungkin sambil mengeluarkan ponsel yang disimpan di dalam saku celana panjangnya.
"Ngaca dong. Harusnya gue yang bilang gitu. Dasar cowok bawa sial!" cibir Zerina sambil menatap Jenggala dengan raut yang sinis.
"Anjir, denger aja lu."
"Ya denger, lah! Gue masih punya kuping, blegug!"
***
Zerina memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tempat pensil usai menyelesaikan pekerjaan tambahan yang diberikan Mr. Jonathan sebagai hukuman untuknya. Selepas itu dia menumpuk tempat pensil di atas kertas folio serta memasukkan ponselnya kembali ke dalam kantung rompi sembari melirik Jenggala yang masih sibuk mengerjakan tugas di sampingnya.
"Udah kelar belum?" tanya Zerina.
Jenggala menggeleng tanpa menoleh sedikitpun ke arah perempuan itu. "Kalau mau cepet, mending lu kerjain punya gua aja. Nih."
"Dih, ogah." Zerina mencebik sambil memberikan sorotan yang sinis kepada sang lelaki. Namun beberapa saat kemudian, dia tiba-tiba mencengkram kepalanya saat rasa sakit menyerangnya di berbagai titik. Lantas, iapun menundukkan kepala sambil memijit pangkal tulang hidung untuk meredakan nyeri.
"Kenapa lu?" tanya Jenggala keheranan saat mendapati perempuan di sampingnya tiba-tiba menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Kepo amat, sih. Udah cepetan kerjain tugasnya biar cepet keluar!" balas Zerina ketus. Sudut matanya melirik Jenggala dengan sengit tanpa menolehkan kepala dari posisinya saat ini.
Tangan Zerina terus bergantian memijat pangkal hidung serta bagian peiipis demi meredakan nyeri yang semakin menjalar di kepalanya. Mungkin ini karena perutnya belum diisi makanan apapun, sementara kepalanya sudah dipaksa bekerja keras pada saat mengerjakan tugas setengah jam yang lalu.
Jenggala akhirnya menyelesaikan pekerjaannya beberapa saat kemudian. Setelah mengembalikan pulpen milik Zerina yang dipinjamnya, dia bangun dan berpindah meletakkan kembali kamus ke tempat semula. Setelahnya, dia berjalan menghampiri perempuan itu lagi.
"Kalau lu sakit mending ke UKS deh. Jangan sok kuat begitu," kata Jenggala sambil melirik Zerina yang kini tengah menenggelamkan kepalanya di antara kedua lengan kecil nan kurus tersebut. "Mau ke UKS gak? Kalau mau, gua anterin nih."
Zerina menggeleng pelan lalu mengangkat kepalanya demi berhadapan dengan sepasang mata tajam milik Jenggala. "Gak usah, Gal. Makasih. Gue gak papa kok. Lo gak usah khawatir," ucapnya seraya mengulas senyuman tipis.
"Dih, siapa yang khawatir? Gua nawarin karena gua lagi mood aja. Bukan semata-mata khawatir sama elu. Lagian, lu siapa sampe harus gua khawatirin segala?"
"Cih. Dasar cowok nyebelin!" Zerina mencebik sambil memberikan tatapan yang sinis kepada Jenggala. Setelahnya, dia bangun dari tempat duduknya seraya mengambil kertas dan tempat pensil di meja itu. "Lo udah kelar, kan? Mending kita balik ke kelas sekarang."
Belum sampai lima menit berdiri di sana, Zerina tiba-tiba terhuyung sembari memegangi kepalanya yang terasa pusing. Untungnya, si rambut hijau kebiruan itu masih berada di sampingnya. Ia segera menangkap tubuh perempuan itu dengan sigap sampai terjadi adegan tatap-tatapan ala sinetron romansa anak muda selama beberapa saat.
"Kalo sakit tuh bilang, jangan sok kuat jadi orang." Setelah itu Jenggala menjauhkan tubuhnya dari Zerina lalu berjongkok di sebelah gadis itu. "Cepetan naik! Kita ke UKS sekarang."
"Zerina."
"Ck, iya-iya! Bawel banget jadi orang!"