Chereads / Istri Palsu Tuan Muda / Chapter 3 - Berikan Kami Keturunan

Chapter 3 - Berikan Kami Keturunan

Degh.

Detak jantung Sisy semakin berdebar tak karuan, perkataan dan permintaan Saka, membuatnya semakin panik, dan tak bisa lagi berpikir jernih.

"Tidak Gala, aku belum siap, berikan aku waktu, dan lagi, aku sedang datang bulan." Sekuat hatinya, Sisy mencoba untuk tak grogi di hadapan Saka.

Mendengar itu, Saka kembali melipatkan dahinya dua kali lipat, ia menatap Sisy dengan heran untuk kedua kalinya.

"Sejak kapan, kau memanggilku dengan sebutan Gala? Kau tak pernah memanggilku seperti itu," ucap Saka, membuat Sisy seketika membulatkan matanya, ia menyadari sendiri kecerobohannya.

"Hey, kenapa jantungmu berdebar seperti ini? Kau sudah terbiasa melakukan ini? Tapi seperrti baru pertama kali saja," ucap Saka, saat ia merasakan kalau detak jantung Sisy yang bekerja jauh lebih cepat dibanding biasanya.

Namun, Saka tak mempermasalahkan itu, ia justru semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Sisy, hal yang sangat ditakuti oleh Sisy.

"Aaaagghhhh, tidaaaaakkk," teriak Sisy, membahana di ruangan yang memantulkan suara itu.

Saka seketika membulatkan matanya, ia segera menutup mulut Sisy yang berteriak keras, posisi kamar hotel yang saat ini mereka pakai, berada sangat dekat dengan kamar Johan dan Alena.

"Kau sudah gila." Tunjuk Saka, setelah ia bangkit dari atas tubuh Sisy.

Sisy, menundukan kepalanya, ia juga sudah berdiri, kini rambutnya acak-acakan karena Saka, yang menahan tangannya tadi.

Sudah dipastikan kalau para keluarga akan datang berbondong-bondong, menuju kamar mereka, teriakan Sisy tentu saja hal yang tak wajar di dengar oleh mereka.

Tok. Tok. Tok.

"Sayang, kamu kenapa sayang? Apa yang terjadi?" Suara Alena, begitu terdengar jelas di telinga Sisy, seolah menjadi pertolongan pertama untuknya.

Sisy segera merapikan rambutnya, ia lalu menetralkan rasa takut dan grogi pad dirinya, berjalan dengan lebih cepat untuk menuju daun pintu.

Sisy membuka pintu, sedangkan Saka, ia sudah berhasil memakai celana jenas berwarna biru untuk menutupi rudalnya yang tadi sudah menegang.

"Mama," ucap Sisy, dan memeluk Alena sangat erat.

Terlihat wajah Alena sangat khawatir, berbanding balik dengan wajah lelaki yang kini berdiri tegap dengan melipat kedua tangannya di dadanya, lelaki itu menyiratkan raut kebencian dari wajahnya untuk Sisy, siapa lagi kalau bukan Johan?

"Kamu kenapa?" Alena menelungkupkan kedua tangannya di kedua belah pipi Sisy.

Sisy menggelengkan kepalanya, mengeluh pada Alena atau siapapun, bukanlah hal yang tepat, ia akan mendapatkan pukulan dari Johan, jika sampai ia berani mengeluh.

"Jangan sampai membuatku malu, Sisy. Perankan permainan ini dengan baik! Dan tolak Saka dengan selembut mungkin!"

Perkataan Johan pelan, namun penuh penekanan di setiap kalimatnya, dan tentu saja mengoyak hati Sisy.

Bagaimana bisa, seorang Ayah menjerumuskan anaknya dalam kubangan dosa, hanya karena kasih sayang yang begitu besar.

Sisy menundukan kepalanya, bentakan seperti ini, sudah sangat sering ia dapatkan bahkan sedikitpun ia tak pernah merasakan kasih sayang dari Johan sebagai seorang ayah, sejak ia masih bayi.

Johan lalu menggandeng tangan Alena, meninggalkan Sisy di tempat itu berdua dengan Saka, ia tentu tak mau membuat Saka menjadi curiga padanya.

Memasuki kamar dengan hati yang tak karuan, sebisa mungkin ia harus menolak Saka, ia tak akan rela kehormatan berharganya akan koyak begitu saja.

Namun, hati Sisy sedikit tenang, saat ia mendapati kalau Saka sudah tertidur dengan meringkuk dan membelakangi dirinya, dan malam ini, ia memutuskan untuk tidur di atas sofa saja, tanpa harus menganggu Saka.

Malam sudah berganti pagi, matahari menyapa dengan hangat, sedari subuh Sisy sudah terbangun dan hanya merenungi nasib, ia sedikit bersyukur karena setidaknya, malam ini ia bisa lolos dari Saka.

Saka bangun dari tidurnya, ia mendecakkan lidahnya saat ia tak melihat kebaradaan Sisy di sampingnya, justru wanita itu tengah duduk santai di depan balkon seraya melihat pemandangan dari hotel berlantai 5 itu.

Saka buru-buru memasuki kamar mandi, ia akan segera pergi ke kantor, sebagai seorang CEO dan pemilik perusahaan, ia benar-benar dituntut untuk tidak cuti barang dua hari saja, hanya hari kemarin yang membuatnya bisa lepas dari perkajaan yang membosankan itu.

Setelah berpakaian rapi, Saka buru-buru menuju balkon, di mana saat ini Sisy sedang berada di sana dengan memeluk kedua lututnya di atas kursi. Pandangan wanita itu kosong dan terlihat tak ada harapan.

"Sesy," panggil Saka.

Mendengar itu, Sisy mengerjap, ia harus berperan sebagai Sesy lagi, dan tak tau sampai kapan ini akan terjadi.

"A-ada apa?" Sisy lantas berdiri dengan pandangannya yang menunduk.

Sedangkan Saka, ia tak hentinya merasa heran pada Sisy, ia merasa kalau yang ada di hadapannya itu bukanlah Sesy, melainkan seorang yang lain.

"Siapa kau sebenarnya?" Saka hanya iseng bertanya, karena ia tau, kalau yang ia nikahi adalah Sesy, hanya saja sikafnya yang membuat Saka benar-benar heran.

Sisy segera mendongak, menatap manik elang yang ada di hadapannya, lelaki itu, kini sudah tampan dengan tuxedo yang melekat di tubuhnya, pun dasi kupu-kupu yang menambah wibawanya.

"Ke-kenapa kau bertanya seperti itu? A-aku Sesy, memangnya kau pikir siapa?" Akhirnya, Sisy bisa menguasai dirinya, hingga ia bisa berbicara lancar meski sedikit terbata di hadapan Saka.

"Ya, aku tau itu, dan sekarang kau harus melayaniku sebagai seorang istri!"

Saka menatap tajam Sisy, ia melihat wajah cantik itu sedikit tegang dengan menatap wajahnya fokus.

"Apa maksudmu, bahkan ini sudah pagi, kau juga sudah mandi, mana bisa kau memintaku untuk melayanimu, sedangkan kau juga harus pergi ke kantor bukan?"

Sisy sedikit mundur, ia mendekap dadanya sendiri, dengan rasa yang was-was, ia menggelengkan kepalanya dan menatap terheran-heran pada Saka.

Mendengar itu, Saka menggeleng-gelengkan kepalanya, ia lantas melipatkan tangannya di dada, dan terkekeh melihat ekspresi Sisy.

"Memangnya kau pikir, melayani seorang suami hanya di atas ranjang saja? Dasar bodoh!" Saka menyudahi tatapan remehannya, dan setelah itu meninggalkan Sisy, dengan mengatakan. "Cepat siapkan sarapanku, karena aku tak bisa terlambat!"

Sisy menuruni anak tangga, ia mengekori Saja dari belakang, dan setelah itu mereka berdua menuju ke sebuah ruangan dimana di sana juga sudah berkumpul dua keluarga yang baru saja bersatu kemarin pagi.

"Morning sayang," sapa Renata-Ibu dari Saka.

Saka mengulas senyum manis, dan setelah itu ia duduk di samping sang Mama, dan mulai menunggu istrinya untuk menyiapkan makanan untuknya.

"Sisy, kemana?" Tanya Alena, dan menatap pada menantunya.

"Hay Ma," sapa Sisy, dan duduk di samping sang Mama. Alena tersenyum manis melihat anak gadisnya.

Seorang pembantu ingin melayani para majikannya di Hotel itu, tetapi segera dicegah oleh Saka. "Cukup, biarkan istriku yang melayani semua keluarga."

Alena memebulatkan matanya, bagaimana bisa, Sisy adalah seorang putri, bukan pembantu.

"Tapi Saka..." Perkataan Alena lenyap saat Sisy menyanggahnya.

"Tidak apa Ma, biar aku yang melayani semua orang yang ada di sini," ucap Sisy lirih.

Setelah selesai melayani semua keluarga, Sisy kembali duduk, ia baru saja ingin menyantap makanannya, sesaat sebelumnya Pak Demian menghentikannya.

"Saka, Bapak ingin, kalian segera memberikan secepatnya keturunan untuk keluarga Asgala."

bersambung.