Jeremiah tampak membulatkan manik kala mendengar pernyataan tegas yang keluar dari bibir mungil putrinya. Ia yang semula telah mengepalkan tangan dan siap menghadiahkan bogem mentah pada William, kini mundur teratur.
Bukan lantaran memang keinginannya untuk mundur dan menghentikan pertarungan yang belum mereka mulai kembali, melainkan karena keterkejutannya yang membuat dirinya merasakan sensasi paralisis yang mematikan syarafnya tiba-tiba.
Pria paruh baya yang masih tegap dan gagah itu terduduk di lantai, meremas rambutnya, putus asa. Tak ada seorang pun yang bisa ia salahkan atas apa yang terjadi saat ini selain dirinya sendiri.
Sementara Marion yang hanya bisa menyaksikan pertarungan batin ayahnya, tepat di depan matanya, hanya bisa pasrah. Tangannya masih terbentang melindungi William dari amukan ayahnya, yang ia yakin tanpa menunggu waktu pasti akan terjadi.